1.
|
Pengirim: Khudlori - Kota:
Jepara
|
|
Assalamu alaikum wr.
wb.
Pak Kiyai, Saya pernah berziarah ke makam Sultan Hadirin, didesa
Mantingan Jepara. Disana Saya melihat dan mendengar org yg habis
tahlilan, dgn lantang dia mengucapkan "Wahai Sultan Hadirin
kekasih Allah, mohonkanlah kami kpd Allah SWT, agar kami sehat
walafiat, selamat dunia akhirat, rizqi halal, dst, krn engkaulah yg
dekat dgn-Nya".
Tawassul seperti ini apakah boleh Pak Kiyai ?
Sebelumnya, matur nuwun !
Semoga Pak KH. Luthfi bersama keluarga dalam lindungan Allah SWT, dlm
penjagaan-Nya dan diberkahi oleh-Nya. Amin
Assalmu alaikum wr. wb.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Boleh menurut ulama Aswaja. Karena para Nabi, para wali,
para syuhada itu hakikatnya mereka tetap hidup di alam kubur
(bal ahyaa-un 'inda rabbihum yurzaquun/bahkan mereka hidup
-yakni di alam kubur- dan diberi rezeki di sisi Tuhannya).
Mereka juga dapat mendengarkan pembicaraan orang-orang yang
masih hidup di atas bumi, jadi mereka dapat menjadi perantara
dalam amalan bertawassul kepada Allah.
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pengirim: Abul
Bashar - Kota: Palangka Raya
|
|
Itulah kelebihan
intelektualitas kelompok Aswaja, selalu hadir dg dalil dan penjelasan
yg riil dr setiap amaliyahnya.
Tawassul sendiri juga pernah dilakukan oleh Nabi Adam a.s tatkala
akan menikah dg Ibu Hawa atas perintah Allah s.w.t. Nabi Adam diminta
utk menghaturkan shalawat dan salam kepada Rasulullah s.a.w sebagai
mahar atas nikahnya dg Ibu Hawa.
Sahabat yang paling disegani, yaitu Sy. Umar ibn Khattab juga pernah
bertawassul kepada seorang tabiin atas perintah Rasulullah s.a.w,
yaitu Sy. Uwais al-Qarni.
Jadi, tawassul itu bukan barang baru, dan juga bukan sesuatu yg
syirik. Karena para Nabi juga mengamalkannya. Para sahabat yang
mulia-pun tidak lepas dr amaliyah tawassul ini. Hingga kini, kelompok
aswaja sejatinya berusaha dg teguh utk tidak keluar dr amaliyah yg
bersifat 'masyruiyah', yang bersumber dr al-Quran dan al-Hadits.
Maka, jika ada kelompok yang menuduh amalan ini bid'ah dan sesat,
sejatinya mereka tidak tahu apa yg mereka tuduhkan. Seharusnya
mengenal dulu secara kaaffah baru boleh mengambil sikap.
Semoga artikel tawassul ini bisa membuka jalan pikir mereka yang
buntu dan gelap itu.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Amiiin, khususnya untuk doa pada baris terakhir.
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Pengirim: Khudlori
- Kota: Jepara
|
|
Assalamu alaikum
Pak Kiyai, apakah sampai jatuh kedalam SYIRIK apabila bertawassul
menggunakan kalam berikut :
"Wahai Sultan Hadirin kekasih Allah SWT ! Mohonkanlah kpd-Nya
untuk Kami *sehat wal afiat dst, krn engkaulah yg dekat dgn-Nya"
* Kalimat "sehat " ditarkib menjadi maf'ul bih, milik fi'il
doa yaitu "mohonkanlah".
Sebelumnya, maturnuwun !
Wassalamu alaikum
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Tidak syirik, karena jelas-jelas meminta kepada Allah.
Kalimat MOHONKANLAH kami kepda-NYA, ini sudah cukup sebagai
bukti permintaannya itu kepada Allah. Tidak perlu ditakwili
macam-macam.
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Pengirim: Ahmad
- Kota: Magetan
|
|
Assalamu'alaikum,
ustadz..
Mohon penjelasan bagaimana dengan ayat ini?
"Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di
dalam kubur dapat mendengar". [Fathir : 22]
Terima kasih.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Berikut cuplikan artikel bagus untuk akhi baca sbb:
IBNU KATSIR MENJELASKAN AYAT DIATAS SBB:
وَمَا يَسْتَوِي الأحْيَاءُ وَلا الأمْوَاتُ
إِنَّ اللَّهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَاءُ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ
مَنْ فِي الْقُبُورِ
“Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang
yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada
siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup
menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” [QS.
Fathir: 22]
يقول تعالى: كما لا تستوي هذه الأشياء المتباينة
المختلفة، كالأعمى والبصير لا يستويان، بل بينهما فرق وبون
كثير، وكما لا تستوي الظلمات ولا النور ولا الظل ولا الحرور،
كذلك لا تستوي الأحياء ولا الأموات، وهذا مثل ضربه الله
للمؤمنين وهم الأحياء، وللكافرين وهم الأموات،
{ وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ }
أي: كما لا [يسمع و]
ينتفع الأموات بعد موتهم وصيرورتهم إلى قبورهم،
وهم كفار بالهداية والدعوة إليها، كذلك هؤلاء المشركون الذين
كُتِب عليهم الشقاوة لا حيلةَ لك فيهم، ولا تستطيع هدايتهم.
Alloh berfirman: Sebagaimana ketidaksamaan beberapa perkara
yang memiliki beragam penjelasan seperti antara buta dan
melihat keduanya tidaklah sama, tetapi antara keduanya
memiliki banyak perbedaan, dan seperti ketidaksamaan antara
kegelapan dan sinar terang, keteduhan dan kepanasan, begitu
pula ketidaksamaan antara orang yang hidup dan orang yang
mati. Dan ini sebuah perumpamaan Alloh atas orang-orang
mukmin itu sebagai orang yang hidup, dan bagi orang-orang
kafir itu orang yang mati.
{Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di
dalam kubur dapat mendengar}yaitu: sebagaimana [tdk bisa
mendengar dan] bermanfa’at buat orang mati setelah
kematiannya dan setelah mereka kembali ke kubur mereka.
Mereka itu adalah orang-orang kafir dengan memberi petunjuk
dan seruan [berbuat baik] atasnya. Demikian pula mereka
orang-orang musyrik yang telah ditetapkan atas mereka
kecelakaan tidak ada bagimu daya dan kemampuan untuk
menunjukkannya.
IMAM AL-QURTHUBI MENJELASKAN AYAT DIATAS SBB:
.{ وَمَا يَسْتَوِي الأَحْيَاءُ وَلا الأَمْوَاتُ }
قال ابن قتيبة: الأحياء العقلاء، والأموات الجهال. قال قتادة:
هذه كلها أمثال؛ أي كما لا تستوي هذه الأشياء كذلك لا يستوي
الكافر والمؤمن. { إِنَّ اللَّهَ يُسْمِعُ مَنْ يَشَاءُ } أي
يسمع أولياءه الذين خلقهم لجنته. { وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ
مَنْ فِي الْقُبُورِ } أي الكفار الذين أمات الكفر قلوبهم؛ أي
كما لا تسمع من مات، كذلك لا تسمع من مات قلبه.
{Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang
yang mati}Ibnu Qutaibah berkata: Orang yang hidup adalah
orang yang berakal [pandai], dan orang yang mati adalah orang
yang jahil [bodoh]. Qotadah berkata: ini semua adalah
perumpamaan; yaitu sebagaimana ketidaksamaan beberapa perkara
begitu pula ketidaksamaan orang kafir dengan orang mukmin.
{Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang
dikehendaki-Nya} yaitu para kekasih-NYA yang mereka telah
dijadikan untuk menempati surga-Nya. {Dan kamu sekali-kali
tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat
mendengar}yaitu orang kafir, mereka itu orang-orang yang telah
mati hatinya, yaitu sebagaimana tidak mendengarnya orang yang
sudah mati. Demikian halnya tidak bisa mendengarnya orang
yang telah mati hatinya.
IMAM ATH-THOBARI MENJELASKAN AYAT DIATAS SBB:
وقوله ( وَمَا يَسْتَوِي الأحْيَاءُ وَلا
الأمْوَاتُ ) يقول: وما يستوي الأحياء القلوب بالإيمان بالله
ورسوله، ومعرفة تنزيل الله، والأموات القلوب لغلبة الكفر عليها،
حتى صارت لا تعقل عن الله أمره ونهيه، ولا تعرف الهدى من
الضلال، وكل هذه أمثال ضربها الله للمؤمن والإيمان والكافر
والكفر
Dan firman Alloh: {Dan tidak (pula) sama orang-orang yang
hidup dan orang-orang yang mati} dikatakan: tidaklah sama
orang yang hidup hatinya dengan beriman kepada Alloh dan
Rosul-Nya, mengetahui apa yang diturunkan Alloh, dan orang
yang mati hatinya yang meliputi orang-orang kafir sehingga
jadilah ketidaktahuan akan perintah-perintah dan
larangan-larangan Alloh, dan tidak mengetahui petunjuk dan
kesesatan. Dan ini semua adalah perumpamaan Alloh untuk
orang-orang mukmin dan keimanan, orang-orang kafir dan
kekufuran.
MENURUT IBNU TAIMIYAH [MAJMU’ FATAWA BAB. JANAIZ]
وسئل ـ رَحمه اللّه:
هل يتكلم الميت في قبره أم لا ؟
فأجاب:
يتكلم، وقد يسمع ـ أيضاً ـ من كلمه، كما ثبت في
الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: (إنهم يسمعون قرع
نعالهم). وثبت عنه في الصحيح: أن الميت يسأل في قبره فيقال له:
من ربك ؟ وما دينك؟ ومن نبيك؟ فيثبت اللّه المؤمن بالقـول
الثابت، فيقول: اللّه ربي، والإسلام ديني، ومحمد نبيي، ويقال
له: ما تقول في هذا الرجل الذي بعث فيكم؟ فيقول المؤمن: هو عبد
اللّه ورسوله، جاءنا بالبينات والهدي، فآمنا به، واتبعناه. وهذا
تأويل قوله تعالى: {يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ
بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
الآخِرَةِ} [إبراهيم: 27]. وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم
أنها نزلت في عذاب القبر.
Ditanyakan kepada (Syeikhul islam Ibnu Taimiyah) rohimahulloh
(semoga Alloh merohmatinya), “Apakah mayyit bisa berbicara di
dalam kuburnya atau tidak?”
Maka beliau menjawab, “Berbicara, juga mendengar tentang
perkataannya, seperti yang terbukti dan telah ditetapkan
dalam hadits Shahih bahwa Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “ (Mereka [amwat] mendengar suara langkah kaki
mereka (zaa-ir)). Dan diriwayatkan dalam hadits Shahih bahwa
orang mati ditanya dalam kuburnya. dikatakan kepadanya: Siapa
Tuhanmu?, Apa agamamu?, dan siapa Nabimu? Maka Alloh
meneguhkan (iman) kepada orang mukmin dengan jawaban yang
teguh. Maka (mayit) berkata, “Allah adalah Tuhanku, Islam
agamaku, dan Nabi Muhammad Nabiku,” dan dikatakan kepadanya,
“Apa yang kamu katakan (ketahui) kepada orang ini (Muhammad)
yang diutus kepadamu?” Maka orang mukmin berkata, “Dia
(Muhammad) adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, telah datang
kepada kami bukti-bukti dan petunjuk, dan kami beriman
dengannya serta mengikutinya. Dan ini adalah takwil dari
firman Alloh (Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia
dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim
dan memperbuat apa yang Dia kehendaki) [QS. Ibrahim: 27]
Sungguh benar bahwa dari Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam
sesungguhnya ayat tersebut turun berkenaan dengan siksa
kubur.
Diriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa orang-orang yang
ikut dalam perang Badar setelah wafat dapat mendengar apa
yang dikatakan Rasulullah SAW kepada mereka. Hadis tersebut
diriwayatkan dalam Musnad Ahmad 1/26 no 182.
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يحيى بن سعيد وأنا
سألته ثنا سليمان بن المغيرة ثنا ثابت عن أنس قال كنا مع عمر
بين مكة والمدينة فتراءينا الهلال وكنت حديد البصر فرأيته فجعلت
أقول لعمر أما تراه قال سأراه وأنا مستلق على فراشي ثم أخذ
يحدثنا عن أهل بدر قال إن كان رسول الله صلى الله عليه و سلم
ليرينا مصارعهم بالأمس يقول هذا مصرع فلان غدا إن شاء الله
تعالى وهذا مصرع فلان غدا إن شاء الله تعالى قال فجعلوا يصرعون
عليها قال قلت والذي بعثك بالحق ما أخطئوا تيك كانوا يصرعون
عليها ثم أمر بهم فطرحوا في بئر فانطلق إليهم فقال يا فلان يا
فلان هل وجدتم ما وعدكم الله حقا فإني وجدت ما وعدني الله حقا
قال عمر يا رسول الله أتكلم قوما قد جيفوا قال ما أنتم بأسمع
لما أقول منهم ولكن لا يستطيعون أن يجيبوا
Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah
menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Sa’id dan aku bertanya padanya, ia
berkata telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Mughirah
yang berkata telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Anas
yang berkata “Kami bersama Umar di antara Mekkah dan Madinah,
dan kami sama-sama melihat bulan sabit. Aku termasuk orang
yang tajam penglihatan sehingga aku dapat melihatnya. Aku
berkata kepada Umar”Tidakkah engkau akan melihatnya?”. Umar
berkata “Aku akan melihatnya ketika aku terkapar di tempat tidurku”.
Dia kemudian menceritakan kepada kami tentang para Ahli
Badar. Dia berkata “Sesungguhnya Rasulullah Shollallohu
‘alaihi wa sallam telah memperlihatkan kepada kita tempat
kematian mereka kemarin”. Beliau bersabda “Ini tempat
kematian fulan besok jika Allah menghendaki dan ini tempat
kematian fulan besok jika Allah menghendaki”. Mereka kemudian
meninggal dunia di tempat itu. Aku berkata “Demi Yang
mengutusmu dengan membawa kebenaran tidaklah mereka melangkah
untuk itu. Mereka dibantai di tempat itu”. Beliau kemudian
memerintahkan agar mereka dimasukkan kedalam sumur. Beliau
Shollallohu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka dan bersabda
“Wahai fulan dan fulan, apakah kalian telah menemukan apa
yang Allah janjikan kepada kalian sebagai suatu kebenaran?. Sesungguhnya
Aku telah menemukan apa yang Allah janjikan kepadaKu sebagai
suatu kebenaran”. Umar berkata “Ya Rasulullah, apakah Engkau
sedang berbicara dengan suatu kaum yang telah menjadi
bangkai?. Beliau menjawab “Tidaklah kalian lebih dapat
mendengar apa yang aku katakan daripada mereka. Hanya saja
mereka tidak dapat menjawab”
Hadis ini sanadnya Shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan
Muslim. Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad Ahmad no 182
berkata “sanadnya shahih”. Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam
Musnad Ahmad tahqiq beliau berkata
إسناده صحيح على شرط الشيخين
Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim.
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Pengirim: ami
- Kota: cibinong
|
|
Assalamu alaikum
ustadz,
dari artikel yang saya baca dari tulisan antum, disana hanya
dijelaskan tentang bolehnya bertawassul dengan orang yang masih
hidup. baik itu dari Hadist tentang Abbas Rodhiallahu anhu, maupun
Uwais r.a.
Yang menjadi pertanyaan saya adalah adakah hujjah yang mendukung
bolehnya bertawassul ke makam orang-orang shalih?
Berikut ini adalah hal-hal yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan
(disarikan dari Hadist Nabi) terkait tawassul dengan kubur
orang-orang Sholih:
a. Tujuan utama ziaroh makam adalah untuk mengingat kematian.
b.Rosulullah melarang orang yang melakukan shafar dalam rangka
beribadah, kecuali menuju ke-3 masjid yaitu Masjidil Harom, Masjidil
Aqsa dan Masjid Nabawi.
Berdasarkan kondisi ini, apakah masih memungkinkan ummat Islam
melakukan tawassul ke kuburan orang Sholih apalagi sampai pada tahap
melakukan Shafar?
Mohon penjelesannya ustadz..
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Tidak ada bedanya bertawassul dengan orang yang masih
hidup maupun dengan orang yang telah wafat, kedua-duanya
telah dicontohkan pengamalannya oleh para murid Nabi SAW,
yaitu kalangan para shahabat.
“Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang buta datang
kepada Rasulullah e berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkan saya
sebuah doa yang akan saya baca agar Allah mengembalikan
penglihatan saya”. Rasulullah berkata: “Bacalah doa
(artinya): “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan
menghadap kepada-Mu melalui Nabi-Mu yang penuh kasih sayang,
wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta
Tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia
syafaat untukku dan berilah aku syafaat. Kemudian ia berdoa
dengan doa tersebut, ia berdiri dan telah bisa melihat”. (HR.
Hakim dalam al-Mustadrak). Beliau mengatakan bahwa hadits ini
adalah shahih dari segi sanad walaupun Imam Bukhari dan Imam
Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi
mengatakatan bahwa hadits ini adalah shahih, demikian juga
Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa'wat mengatakan
bahwa hadits ini adalah hasan shahih gharib.
“Diriwayatkan dari Utsman bin Hunaif (perawi hadis yang
menyaksikan orang buta bertawassul kepada Rasulullah) bahwa
ada seorang laki-laki datang kepada (Khalifah) Utsman bin
Affan untuk memenuhi hajatnya, namun sayidina Utsman tidak
menoleh ke arahnya dan tidak memperhatikan kebutuhannya.
Kemudian ia bertemu dengan Utsman bin Hunaif (perawi) dan
mengadu kepadanya. Utsman bin Hunaif berkata: Ambillah air
wudlu' kemudian masuklah ke masjid, salatlah dua rakaat dan
bacalah: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta-Mu dan menghadap
kepada-Mu melalui nabi-Mu yang penuh kasih sayang, wahai Muhammad
sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta Tuhanmu
melaluimu agar hajatku dikabukan. Sebutlah apa kebutuhanmu”.
Lalu lelaki tadi melakukan apa yang dikatakan oleh Utsman bin
Hunaif dan ia memasuki pintu (Khalifah) Utsman bin Affan.
Maka para penjaga memegang tangannya dan dibawa masuk ke
hadapan Utsman bin Affan dan diletakkan di tempat duduk.
Utsman bin Affan berkata: Apa hajatmu? Lelaki tersebut
menyampaikan hajatnya, dan Utsman bin Affan memutuskan
permasalahannya”. (HR. Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir
dan al-Baihaqi dalam Dalail al-Nubuwwah). Ulama Ahli hadits
al-Hafidz al-Haitsami berkata: “Dan sungguh al-Thabrani
berkata (setelah al-Thabrani menyebut semua jalur
riwayatnya): Riwayat ini sahih”. (Majma’ al-Zawaid, II/565).
Adapun hadits: Janganlah kalian bersusah payah melakukan
perjalanan jauh kecuali menuju ke tiga masjid: Masjidku ini
(Masjid Nawabi), Masjid Al-Haram (di Makkah), dan Masjid Al
Aqsha. (HR. Al-Bukhari no. 1115 dan Muslim no. 1397).
Hadits ini tidak ada kaitannya dengan pelarangan Rasulullah
ziarah qubur maupun Tawassul dengan orang shalih (ahli
qubur), hadits ini berfungsi menerangkan akan keutamaan ke 3
masjid tsb daripada masjid-masjid lainnya,
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Pengirim: amir
- Kota: cibinong
|
|
Barokallahi Fiik.
Ustadz, dalil yang antum cantumkan terkait riwayat ustman bin hunaif
tentang orang buta yang meminta didoakan Rasulullah tersebut sepakat
bahwa sanad hadistnya shahih.
Adapun Riwayat yang kedua tentang bertemunya Ustman bin Hunaif dengan
seorang laki-laki yang memenuhi hajatnya kemudian berdoa dengan
kedudukan Nabi, maka Syaikh Al-Albani men-takhrij bahwa hadist ini
adalah Dhoif dan Munkar, karena 3 hal:
1. Lemahnya Hafalan Perawi yang sendirian meriwayatkan cerita ini.
2. Adanya kontroversi dari matan hadist dari jalur perawi tersebut.
3. perawi tersebut menyelisihi perawi lain yang lebih tsiqoh, yang
tidak meriwayatkan cerita tersebut.
satu saja dari 3 hal tersebut dapat menjadikan hadist ini menjadi
Dhoif, apalagi ada ketiga-tiganya.
Adapun bertawassul dengan orang yang sudah wafat baik itu nabi
ataupun orang-orang sholih, maka cukuplah kita perhatikan riwayat
tentang paceklik melanda, apakah pada saat Rasulullah hidup kiranya
para sahabat duduk di rumah masing-masing kemudian berdo'a :'"
Ya Allah dg Nabi-mu MUhammad dan segala kehormatannya di sisimu,
berilah kami hujan..." atau mereka mendatangi DIRI RASULULLAH,
lalu meminta do'a dari beliau agar Allah menurunkan hujan? kemudian
setelah Rasulullah wafat, Umar r.a dan para sahabat tidak mendatangi
kuburan beliau untuk minta didoakan. Selanjutnya para sahabat beralih
mendatangi Abbas r.a untuk meminta kan do'a darinya. Bukankah
Rasulullah lebih Mulia dan afdhol dari pada Abbas r.a?
Ini sebagai bukti bahwa bertawassul dengan orang sdh wafat tidak
memiliki hujjah yang kuat.
Wallahu a'lam.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Wah, afwan... ternyata anda bertaqlid buta kepada
Al-albani. Padahal kami 100% menolak perkataan Al-albani, dan
Al-albani bukan tipe tokoh yang kami akui keilmuannya. Karena
itu takhrijnya pun kami tolak mentah-mentah. Ayook ikut kami
meneliti figur Al-albani sbb:
Kesalahan Dalam Karya-Karya Syaikh Albani
Moh. Ma'ruf Khozin
(Anggota LBM PWNU Jatim)
Kesalahan Albani tidak hanya diakui oleh murid-muridnya
sendiri. Kenyataan di atas juga diakui oleh Syaikh Yusuf
Qardhawi di dalam tanggapan beliau terhadap al-Albani yang
mengomentari hadis-hadis di dalam kitabnya berjudul 'al-Halal
wal-Haram fil-Islam', sebagai berikut: “Oleh sebab itu,
penetapan Syaikh al-Albani tentang dha’if-nya suatu hadits
bukan merupakan hujjah yang qath’i (pasti) dan sebagai kata
pemutus. Bahkan dapat saya katakan bahwa Syaikh al-Albani
hafizhahullah kadang-kadang melemahkan suatu hadits dalam
satu kitab dan mengesahkannya (menshahihkannya) dalam kitab
lain”. (Lihat Halal dan Haram, DR. Yusuf Qardhawi, Robbani
Press, Jakarta, 2000, hal. 417). Syaikh Yusuf Qardhawi juga
banyak menghadirkan bukti-bukti kecerobohan al-Albani dalam
menilai hadis yang sekaligus menunjukkan sikapnya yang
“tanaqudh”.
Berikut beberapa bukti kongkrit kontradiksi Albani dalam
menilai hadis yang telah diteliti oleh Syaikh Hasan bin Ali
Assegaf (Cucu Sayyid Abdurrahman Assegaf pengarang kitab
Syarah Fathul Muin, Tarsyih al-Mustafidin) dalam kitab beliau
yang bernama 'Tanaqudhat al-Albani al-Wadhihat':
Hadis Pertama
حديث عن محمود بن لبيد قال : أخبر رسول الله صلى
الله عليه وآله عن رجل طلق امرأته ثلاث تطليقات جميعا ، فقام
غضبان ، ثم قال : (أيلعب بكتاب الله عزوجل وأنا بين أظهركم ؟ !)
حتى قام رجل فقال : يا رسول الله ألا أقتله ؟ ! رواه النسائي . ضعفه الالباني في تخريج (مشكاة
المصابيح) الطبعة الثالثة ، بيروت - سنة 1405 ه المكتب
الاسلامي (2 / 981) فقال : ورجاله ثقات لكنه من رواية مخرمة عن
أبيه ولم يسمع منه . اه ثم تناقض فصححه في كتاب (غاية المرام
تخريج أحاديث الحلال والحرام) طبعة المكتب الاسلامي ، الطبعة
الثالثة 1405 ه صفحة (164) حديث رقم (261)
"Albani menilainya dlaif dalam Misykat al-Mashabih (Juz
II hal. 981. Cetakan III, Beirut, 1405 H, al-Maktab
al-Islami). Kemudian ia menilainya sahih dalam Kitab Ghayat
al-Maram Takhrij Ahadits al-Halal wa al-Haram (Hal. 164 No
hadis: 261, Cetakan III, Maktab al-Islami, 1405 H)"
Hadis Kedua
حديث : إذا كان أحدكم في الشمس فقلص عنه الظل
وصار بعضه في الظل وبعضه في الشمس فليقم) أقول : صححه الالباني
فقال في صحيح الجامع الصغير وزيادته (1 / 266 / 761) صحيح
الاحاديث الصحيحة : 835 . اه ثم تناقض فضعفه في : تخريج (مشكاة
المصابيح) (3 / 1337 / برقم 4725 الطبعة الثالثة) وقد عزاه في
كل من الموضعين إلى سنن أبي داود .
"Albani menilainya sahih dalam Kitab Sahih al-Jami'
ash-Shaghir wa Ziyadatuhu (I/266) dan Sahih al-Hadits
ash-Shahihah No 835. Kemudian Albani menilainya dlaif dalam
Kitab Misykat al-Mashabih (Juz III, hal. 1337 No hadis: 4725
Cetakan III)"
Hadis Ketiga
حديث : الجمعة حق واجب على كل مسلم ... ضعفه
الالباني في : تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 434) : فقال : رجاله
ثقات وهو منقطع كما أشار أبو داود اه بمعناه ومن التناقضات أنه
: أورد الحديث في إرواء الغليل (3 / 54 / برقم 592) وقال : صحيح . اه فتدبروا يا أولي الالباب .
Albani menilai dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih (I/434),
ia berkata: Perawinya terpercaya tetapi hadis ini terputus
sebagaimana isyarah Abu Dawud. Namun hadis ini dicantumkan
oleh Albani dalam Kitab Irwa' al-Ghalil (III/54 No hadis:
592). Albani berkata: "Hadis ini sahih"
Hadis Keempat
حديث : عبد الله بن عمرو مرفوعا : (الجمعة على
من سمع النداء) رواه أبو داود . صححه الالباني في : (إرواء
الغليل) (3 / 58) فقال : حسن . اه وناقض نفسه فضعفه في : تخريج
مشكاة المصابيح 1
/ 343) (برقم 1375) حيث
قال
: سنده ضعيف . اه
"Albani menilai sahih dalam Kitab Irwa' al-Ghalil
(III/58). Albani berkata: "Hadis ini hasan". Tetap
Albani menilainya dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih
(I/343 No hadis 1375). Albani berkata: "Sanadnya
dlaif"
Hadis Kelima
حديث أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه
وآله كان يقول : (لا تشددوا على أنفسكم فيشدد الله عليكم فإن
قوما شددوا على أنفسهم فشدد الله عليهم . . .) رواه أبو
داود . ضعفه الالباني في : (تخريج المشكاة) (1 / 64) فقال : بسند ضعيف اه . ثم تناقض فحسنه في آخر تخريجه
في (غاية المرام) ص (141) بعد أن
حكم عليه هناك أيضا بالضعف فقال : فلعل حديثه هذا حسن بشاهده
المرسل عن أبي قلابة . اه
"Albani menilai dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih
(I/64). Albani berkata: "Diriwayatkan dengan sanad yang
dlaif. Tapi Albani menilainya hasan dalam Kitab Ghayat
al-Maram hal. 141, setelah menghukuminya dlaif, Albani
berkata: "Semoga hadis ini hasan dengan dalil penguat
secara Mursal dari Abu Qilabah"
Hadis Keenam
حديث السيدة عائشة رضي الله عنها قالت : (من
حدثكم أن النبي صلى الله عليه وآله كان يبول قائما فلا تصدقوه
ما كان يبول إلا قاعدا) رواه أحمد والترمذي والنسائي . ضعفه
الالباني في تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 117) فقال : اسناده ضعيف اه ثم من تناقضاته أنه صححه في سلسلة
الاحاديث الصحيحة (1
/ 345 برقم 201) فتأمل
أخي القارئ
"Albani menilai dlaif dalam Kitab Misykat al-Mashabih
(I/171). Albani berkata: "Sanadnya dlaif". Tapi
Albani menilainya sahih dalam Silsilah al-Ahadits
ash-Shahihah (I/345 No hadis 201)"
Hadis Ketujuh
حديث : ثلاثة لا تقربهم الملائكة جيفة الكافر
والمتضمخ بالخلوق والجنب إلا أن يتوضأ) رواه أبو داود . صححه
الالباني في (صحيح الجامع الصغير وزيادته) (3 / 71 برقم
3056) فقال : حسن تخريج الترغيب (1 / 91) . اه ومن تناقضاته
أنه ضعفه في تخريج (مشكاة المصابيح) (1 / 144 برقم 464) فقال :
ورجاله ثقات لكنه منقطع بين الحسن البصري وعمار فإنه لم يسمع
منه كما قال المنذري في الترغيب (1 / 91) .
"Albani menilainya sahih dalam kitab Sahih al-Jami' No
3056, ia berkata: "hadis ini hasan". Tetapi Albani
menilainya dhaif dalam Kitab Tajhrij Misykat al-Mashabih No
464. Albani berkata: "Perawinya terpercaya, tetapi hadis
ini terputus antara Hasan Bashri dan Ammar"
Syaikh Hasan bin Ali Assegaf dalam Kitabnya 'Tanaqudhat
al-Albani al-Qadhihat' dalam Juz Pertama memuat 249 kesalahan
Albani, baik dari sahih ke dhaif maupun sebaliknya. Tulisan
Syaikh Hasan bin Ali al-Saqqaf yang berjudul Tanaqudhat
al-Albani al-Wadhihat merupakan kitab yang menarik dan
mendalam dalam mengungkapkan kesalahan fatal al-Albani
tersebut. Beliau mencatat seribu lima ratus (1500) kesalahan
yang dilakukan al-Albani lengkap dengan data dan faktanya.
Bahkan menurut penelitian ilmiah beliau, ada tujuh ribu
(7000) kesalahan fatal dalam buku-buku yang ditulis
al-Albani. Dengan demikian, apabila mayoritas ulama sudah menegaskan
penolakan tersebut, berarti Nashiruddin al-Albani itu memang
tidak layak untuk diikuti dan dijadikan panutan.
Di antara Ulama Islam yang mengkritik al-Albani adalah
al-Imam al-Jalil Muhammad Yasin al-Fadani penulis kitab
al-Durr al-Mandhud Syarh Sunan Abi Dawud dan Fath al-’Allam
Syarh Bulugh al-Maram; al-Hafizh Abdullah al-Ghummari dari
Maroko; al-Hafizh Abdul Aziz al-Ghummari dari Maroko;
al-Hafizh Abdullah al-Harari al-Abdari dari Lebanon pengarang
Syarh Alfiyah al-Suyuthi fi Mushthalah al-Hadits;
al-Muhaddits Mahmud Sa’id Mamduh dari Uni Emirat Arab
pengarang kitab Raf’u al-Manarah li-Takhrij Ahadits
al-Tawassul wa al-Ziyarah; al-Muhaddits Habiburrahman
al-A’zhami dari India; Syaikh Muhammad bin Ismail al-Anshari
seorang peniliti Komisi Tetap Fatwa Wahhabi dari Saudi
Arabia; Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Khazraji menteri agama
dan wakaf Uni Emirat Arab; Syaikh Badruddin Hasan Dayyab dari
Damaskus; Syaikh Muhammad Arif al-Juwaijati; Syaikh Hasan bin
Ali al-Saqqaf dari Yordania; al-Imam al-Sayyid Muhammad bin
Alwi al-Maliki dari Mekkah; Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin
dari Najd (ulama Wahabi-red) yang menyatakan bahwa al-Albani
tidak memiliki pengetahuan agama sama sekali; dan lain-lain.
Masing-masing ulama tersebut telah mengarang bantahan terhadap
al-Albani (sebagian dari buku-buku al-Albani dan bantahannya
ada pada perpustakaan Tim PCNU Jember).
Syaikh Albani Mendhaifkan Hadis Bukhari-Muslim
Kesalahan fatal dan sembrono Albani juga nampak jelas ketika
ia banyak menilai dhaif dalam kitab sahih Bukhari dan Sahih
Muslim, yang telah dinobatkan oleh umat sebagai kitab yang
paling valid (sahih) setelah al-Quran. berikut bukti-bukti
nyata:
Hadis Pertama:
حديث : (قال الله تعالى : ثلاثة أنا خصمهم يوم
القيامة : رجل أعطى بي ثم غدر ، ورجل باع حرا فأكل ثمنه ، ورجل
استأجر أجيرا فاستوفى منه ولم يعطه أجره)) . قال الالباني في
ضعيف الجامع وزيادته) (4 / 111 برقم 4054) : رواه أحمد والبخاري
(2114) عن أبي هريرة (ضعيف) ! ! !
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif
al-Jami' ash-Shaghir No 4054). Hadis ini Diriwayatkan oleh
al-Bukhari No 2114"
Hadis Kedua:
حديث : (لا تذبحوا إلا بقرة مسنة ، إلا أن تتعسر
عليكم فتذبحوا جذعة من الضأن) . قال الالباني في (ضعيف الجامع
وزيادته) (6 / 64 برقم 6222) : رواه الامام أحمد ومسلم (1963)
وأبو داود والنسائي وابن ماجه عن جابر (ضعيف) ! ! ! .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif
al-Jami' ash-Shaghir No 6222). Hadis ini Diriwayatkan oleh
Muslim No 1963"
Hadis Ketiga:
حديث : (إن من شر الناس عند الله منزلة يوم
القيامة الرجل يفضي إلى امرأته ، وتفضي إليه ثم ينشر سرها) .
قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (2 / 197 برقم
2005) : رواه مسلم (1437) عن أبي سعيد " (ضعيف) ! ! ! .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif
al-Jami' ash-Shaghir No 2005). Hadis ini Diriwayatkan oleh
Muslim No 1437"
Hadis Keempat:
حديث : (إذا قام أحدكم من الليل فليفتتح صلاته
بركعتين خفيفتين) قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (1 /
213 برقم 718) : رواه الامام أحمد ومسلم (768) عن أبي هريرة
(ضعيف)
! !
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif
al-Jami' ash-Shaghir No 719). Hadis ini Diriwayatkan oleh
Muslim No 769"
Hadis Kelima:
حديث : (أنتم الغر المحجلون يوم القيامة ، من
إسباغ الوضوء ، فمن استطاع منكم فليطل غرته وتحجيله) (1) قال
الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (14 / 2 برقم 1425)
: رواه مسلم (246) عن أبي هريرة (ضعيف بهذا التمام) .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif
al-Jami' ash-Shaghir No 1425). Hadis ini Diriwayatkan oleh
Muslim No 246"
Hadis Keenam:
حديث : (إن من أعظم الامانة عند الله يوم
القيامة الرجل يفضي إلى امرأته . . .) (2) . قال
الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (2 / 192 برقم 1986) : رواه أحمد ومسلم (1437) وأبو داود عن أبي سعيد
(ضعيف)
! ! .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif
al-Jami' ash-Shaghir No 1986). Hadis ini Diriwayatkan oleh
Muslim No 1437"
Hadis Ketujuh:
حديث : (من قرأ العشر الاواخر من سورة الكهف عصم
من فتنة الدجال). قال الالباني في (ضعيف الجامع وزيادته) (5 /
233 برقم : 5772 رواه أحمد ومسلم (809) والنسائي
عن أبي الدرداء (ضعيف) ! !
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif
al-Jami' ash-Shaghir No 1986). Hadis ini Diriwayatkan oleh
Muslim No 1437"
Hadis Kedelapan:
حديث : (كان له
صلى الله عليه وسلم فرس يقال له اللحيف) . قال الالباني في ضعيف
الجامع وزيادته) (4 / 208 برقم 4489 : رواه البخاري (2855) عن
سهل بن سعد (ضعيف)
! ! ! .
"Albani berkata: "Hadis ini dhaif" (Dhaif
al-Jami' ash-Shaghir No 4489). Hadis ini Diriwayatkan oleh
al-Bukhari No 2855"
Penutup
Walhasil, Syaikh Nashiruddin al-Albani bukan al-Hafidz yang
berhak memberi penilaian status hadis. Jangankan menjadi
al-Hafidz, untuk memenuhi criteria sebagai 'Muhaddits' masih
sangat jauh. Masihkah anda lebih percaya pada takhrij Albani
yang berlumur kontradiksi dengan mengalahkah ulama sekaliber
al-Hafidz Ibnu Hajar, al-Hafidz as-Suyuthi, al-Hafidz
adz-Dzahabi, dan ahli hadis lainnya?
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Pengirim: amir
- Kota:
|
|
Terkait terlarang
melakukan shafar dalam rangka ibadah kecuali menuju ketiga masjid.
bagaimana mungkin antum cuma menjelaskan bahwa itu hanya keutamaan
ketiga masjid tersebut?
Pemahaman yang saya pegang adalah ber shafar dalam rangka menuju ke
suatau masjid saja terlarang, toh apalagi sebagian dari kita bersusah
payah melakukan wisata ziaroh makam.. yang sebenarnya amalan ini
hanya sebagai zikrul maut.
Wallahu a'lam.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Masyaallah. anda kok jadi pelupa sama tema pembahasannya,
padahal judul kami sudah jelas bahwa pembahasan ini adalah
dalil tentang BOLEHNYA BERTAWASSUL DENGAN ORANG YANG MASIH
HIDUP MAUPUN YANG SUDAH WAFAT.
Mungkin anda perlu membaca artikel kami 10 x agar dapat
memahami tema yang kami bahas dalam judul ini.
Afwan, tolong anda jangan suka melebarkan masalah agar anda
tidak dikenal oleh pengunjung bahwa anda senang nge-les
(menghindar) terus kalau tidak dapat menolak dalil-dalil
kongkrit tentang bolehnya Tawassul yang kami ajukan.
|
|
|
|
|
|
|
|
10.
|
Pengirim: Achmad alQuthfby
- Kota: Probolinggo
|
|
Pengirim: Ahmad -
Kota: Magetan
Tanggal: 10/6/2013 Assalamu'alaikum, ustadz..
Mohon penjelasan bagaimana dengan ayat ini?
"Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di
dalam kubur dapat mendengar". [Fathir : 22]
Terima kasih –
- Ayat diatas diperuntukkan kepada orang non muslim. Belajar lagi mas
biar faham!
Didalam pelbagai ayat quran & hadist disebutkan bahwa mayit
muslim mendengar.
Quran: Ali Imran:169; al Baqarah:154; dll
Hadist: Sunnahnya mengucapkan salam kepada ahli kubur, dan ahli kubur
akan menjawab salamnya. Dan masih banyak hadist yg lainnya.
Kebiasaan wahhabi adalah menggunakan dalil yg khusus org kafir,
lantas dituduhkan kepada org mukmin.
Pengirim: ami - Kota: cibinong
Tanggal: 18/6/2013 Assalamu alaikum ustadz,
dari artikel yang saya baca dari tulisan antum, disana hanya
dijelaskan tentang bolehnya bertawassul dengan orang yang masih
hidup. baik itu dari Hadist tentang Abbas Rodhiallahu anhu, maupun
Uwais r.a.
Yang menjadi pertanyaan saya adalah adakah hujjah yang mendukung
bolehnya bertawassul ke makam orang-orang shalih?
Berikut ini adalah hal-hal yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan
(disarikan dari Hadist Nabi) terkait tawassul dengan kubur
orang-orang Sholih:
a. Tujuan utama ziaroh makam adalah untuk mengingat kematian.
b.Rosulullah melarang orang yang melakukan shafar dalam rangka
beribadah, kecuali menuju ke-3 masjid yaitu Masjidil Harom, Masjidil
Aqsa dan Masjid Nabawi.
Berdasarkan kondisi ini, apakah masih memungkinkan ummat Islam
melakukan tawassul ke kuburan orang Sholih apalagi sampai pada tahap
melakukan Shafar?
Mohon penjelesannya ustadz..
- Ziaroh wali adalah tujuannya tentu saja tidak hanya untuk mengingat
kematian, melainkan utk bertawassul dan bertabarruk, sesuai dengan
firmanNya: “Carilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepadaNya”
(QS. Al Maidah: 35)
“la tasyaddurrahalu illa ilaa tsalatsah masaajid, Almasjidil haram,
wa masjidirrasul shallallahu a’laihi wasallam, walmasjidil Aqsha”
jangan berusaha untuk mengadakan perjalanan atau memaksakan diri
untuk mencapai kecuali 3 tempat yaitu Masjidil Haram, Masjidinnabiy
dan Masjidil Aqsa. Maksudnya bukanlah larangan untuk pergi ke masjid
lain atau ke tempat lain tapi hadits ini dijelaskan oleh Al Imam Ibn
Hajar Al Asqalani di dalam Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari makna
hadits ini adalah tasyjii’ wattarghib, laysa littahrim. Makna hadits
ini bukan berarti seseorang itu haram pergi ke masjid lainnya akan
tetapi memberikan semangat dari Nabi saw, tidak ada tempat yang lebih
baik dari dituju di muka bumi melebihi Masjidil Haram, Masjid Nabawiy
dan Masjid Al Aqsa. 3 tempat termulia yang ada di muka bumi. Kalau
bawa anak, tamasya, ziarah, mengadakan dalam perjalanan, boleh –
boleh saja tapi tidak ada yang melebihi 3 kemuliaan tempat ini.
Disini laisa bittahriim, tap Tasyjii’ wattarghiib, bukan haram pergi
ke masjid lain, karena di dalam riwayat Shahih Bukhari Nabi saw pergi
ke masjid quba setiap hari sabtu. Masji d Quba bukanlah masjid haram,
bukan masjil Aqsa, bukan masjid nabawiy, tapi Nabi saw setiap hari
sabtu pergi ke masjid Quba.
Menunjukkan pergi ke masjid – masjid lain juga boleh. Memaksakan
perjalanan ke masjid lain juga boleh tapi tidak ada tempat yang lebih
agung di muka bumi melebihi Masjidil Haram wa Masjidirrasul wa
Masjidil Aqsa.
Al Imam Ibn Hajar di dalam Fathul Baari bisayarah Shahih Bukhari
menjelaskan bahwa makna hadits ini terlepas dari keinginan seseorang
daripada ziarah kepada pekuburan shalihin (orang – orang shalih)
karena yang dituju bukan masjidnya tapi pekuburannya. Sebagaimana
Rasul saw berziarah ke Baqi’ dan ke tempat lainnya. Demikian pula
kita kalau seandainya berziarah ke tempat – tempat para shalihin maka
hal itu adalah sunnah. Akan tetapi kalau kita bicara masjid, tidak
ada yang lebih mulia di muka bumi selain 3 masjid (Masjidil Haram wa
Masjidirrasul wa Masjidil Aqsa). 3 tempat yang Allah jadikan
perjuangan dan kemuliaan langkah – langkah Nabi Muhammad Saw.
Masjidil Haram adalah tempat lahirnya Rasulullah Saw, Masjid Nabawiy
adalah makamnya Rasulullah Saw, Masjidil Aqsa adalah tempat Isra dan
Mi’rajnya Rasulullah Saw. Dijadikan Nya (oleh Allah swt) tempat yang
didatangai Nabiyunna Muhammad Saw dan mencatat sejarah agung itu sebagai
tempat tempat suci dan mulia.
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 21/6/2013 Barokallahi Fiik.
Ustadz, dalil yang antum cantumkan terkait riwayat ustman bin hunaif
tentang orang buta yang meminta didoakan Rasulullah tersebut sepakat
bahwa sanad hadistnya shahih.
Adapun Riwayat yang kedua tentang bertemunya Ustman bin Hunaif dengan
seorang laki-laki yang memenuhi hajatnya kemudian berdoa dengan
kedudukan Nabi, maka Syaikh Al-Albani men-takhrij bahwa hadist ini
adalah Dhoif dan Munkar, karena 3 hal:
1. Lemahnya Hafalan Perawi yang sendirian meriwayatkan cerita ini.
2. Adanya kontroversi dari matan hadist dari jalur perawi tersebut.
3. perawi tersebut menyelisihi perawi lain yang lebih tsiqoh, yang
tidak meriwayatkan cerita tersebut.
satu saja dari 3 hal tersebut dapat menjadikan hadist ini menjadi
Dhoif, apalagi ada ketiga-tiganya.
Adapun bertawassul dengan orang yang sudah wafat baik itu nabi
ataupun orang-orang sholih, maka cukuplah kita perhatikan riwayat
tentang paceklik melanda, apakah pada saat Rasulullah hidup kiranya
para sahabat duduk di rumah masing-masing kemudian berdo'a :'"
Ya Allah dg Nabi-mu MUhammad dan segala kehormatannya di sisimu,
berilah kami hujan..." atau mereka mendatangi DIRI RASULULLAH,
lalu meminta do'a dari beliau agar Allah menurunkan hujan? kemudian
setelah Rasulullah wafat, Umar r.a dan para sahabat tidak mendatangi
kuburan beliau untuk minta didoakan. Selanjutnya para sahabat beralih
mendatangi Abbas r.a untuk meminta kan do'a darinya. Bukankah
Rasulullah lebih Mulia dan afdhol dari pada Abbas r.a?
Ini sebagai bukti bahwa bertawassul dengan orang sdh wafat tidak
memiliki hujjah yang kuat.
Wallahu a'lam.
- alhamdulillah anda mengakui hujjah KH. Luthfi dengan hadits
mengenai orang buta adalah shahih. ini artinya anda mengakui secara
jujur dalil mengenai tawassul.
Perlu saya jelaskan bahwa didalam rangkaian hadist diatas tdk
disebutkan bahwa Nabi benar2 mendoakan org buta itu. Yg disebutkan
didalam riwayat itu adalah bahwa setelah org buta itu pergi ke tempat
wudhu’, Rasul kembali mengajar para sahabat hingga org buta itu
datang lagi dalam keadaan sdh bisa melihat sebagaimana disebutkan
oleh perawi hadist diatas :
“Lalu laki2 buta itu melaksanakan petunjuk Rasul, dan demi Alloh kita
belum berpisah dan belum lama dalam majelis Rasul, tiba2 laki2 itu
kembali datang ke majelis dan telah bisa melihat seakan2 sebelumnya
tdk pernah terkena kebutaan sama sekali”.
Dalam hal ini, al Syaukani mengatakan:
“Hadist ini menjadi dalil bolehnya bertawassul dengan rasul kepada
ALloh dengan keyakinan bahwa yg memberi dan menolak secara hakiki
adalah alloh. Sesuatu yg kehendaki alloh akan terjadi. Sesuatu yg tdk
dikhendaki alloh tdk akan terjadi” (tuhfat al dzakirin, hal. 180)
Pengirim: amir - Kota:
Tanggal: 21/6/2013 Terkait terlarang melakukan shafar dalam rangka
ibadah kecuali menuju ketiga masjid. bagaimana mungkin antum cuma
menjelaskan bahwa itu hanya keutamaan ketiga masjid tersebut?
Pemahaman yang saya pegang adalah ber shafar dalam rangka menuju ke
suatau masjid saja terlarang, toh apalagi sebagian dari kita bersusah
payah melakukan wisata ziaroh makam.. yang sebenarnya amalan ini
hanya sebagai zikrul maut.
Wallahu a'lam.
- sdh ane jelaskan diatas. dzikrul maut? apa definisi dzikrul maut
menurut anda?
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Semoga Akhi Amir mau menjawab pertanyaan: Apa definisi
Dzikul Maut itu sendiri ?
|
|
|
|
|
|
|
|
11.
|
Pengirim: winbby
- Kota: yogyakarta
|
|
Assalamualaikum pak
kyai..semoga dirahmati ALLAH SWT.aamiin..
maaf pak kyai saya kurang setuju jika bapak memperbolehkan tawassul
perantara org yg sudah meninggal.karena kita manusia mengalami dua
kehidupan.sebelum mati(dunia) dan sesudah mati(akhirat).Jelas kita
semua tahu bahwa setelah mati Allah akan membangkitkan kita semua
dihari kiamat dan masing2 mempertanggungjawabkan amal perbuatannya
masing2(diri pribadi)..jadi bagi saya org yg sdh meninggal tdk bisa
dijadikan perantara,krn setelah maut mnjemput,amalan kitapun tertutup
hingga hari kebangkitan untuk dipertanggungjawabkan..bgm mungkin
mereka bisa menyampaikan doa kita ke Allah sdngkan amalan mereka sdh
tertutup??sedangkan kita semua tahu,bahwa hanya Rasull SAW sajalah yg
mampu memberikan syafaat atau menolong umatnya ,itupun nanti setelah
kehidupan diakhirat.Ingatlah Allah SWT tdk suka sesatu yg berlebihan
dalam beribadah,apabila yakin dan sesuai hadits dan
Quran,lakukan.apabila ragu, tinggalkan.semua kembali ke Quran apabila
ragu dan harapkan kebenaran
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Yang jadi masalah untuk memahami praktek Tawassul ini
adalah karena akhi hanya berusaha memahami ajaran agama ini
berdasarkan pemikiran akhi sendiri, dan akhi tidak mau
merujuk kepada pemahaman para ulama Salaf pakar agama yang
sudah menjadi rujukan umat Islam seluruh dunia. Untuk
memudahkan akhi memahami bab Tawassul, ada baiknya kami
nukilkan artikel dari blog DUNIA SHOLAWAT ISLAMI sbb:
Banyak pemahaman saudara-saudara kita muslimin yang perlu
diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada
Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat,
atau orang-orang mukmin.
Tawassul kepada Rasulullah disebutkan dalam beberapa ayat
Al-Qur’an, misalnya, firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat
64, yang artinya:
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk
ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka
ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun
kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.” Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah SWT
mengampuni dosa-dosa orang yang dhalim, disamping do’a mereka
tetapi ada juga wasilah (do’anya) Rasulullah SAW.Soal
tawassul seperti itu, disebutkan pula dalam tafsir Ibnu
Katsir, “Berkata Al-Imam Al-Hafidz As-Syekh Imaduddin Ibnu
Katsir, menyebutkan segolongan ulama’ di antaranya As-Syekh
Abu Manshur As-Shibagh dalam kitabnya As-Syaamil dari
Al-Ataby; berkata: saya duduk di kuburan Nabi SAW. maka
datanglah seorang Badui dan ia berkata: Assalamu’alaika ya
Rasulullah! Saya telah mendengar Allah berfirman yang
artinya;
Walaupun sesungguhnya mereka telah berbuat dhalim terhadap
diri mereka kemudian datang kepadamu dan mereka meminta ampun
kepada Allah, dan Rasul memintakan ampun untuk mereka, mereka
pasti mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang;
dan saya telah datang kepadamu (kekuburan Rssulullah) dengan
meminta ampun akan dosaku dan memohon syafa’at dengan
wasilahmu (Nabi) kepada Allah, kemudian ia membaca syair
memuji Rasulullah, kemudian orang Badui tadi pergi, maka saya
ketiduran dan melihat Rasulullah dalam tidur saya, beliau
bersabda, “Wahai Ataby temuilah orang Badui tadi sampaikan
kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosanya.”
Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang
oleh Rasul saw., tak pula oleh Ijma Sahabat
radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin, dan bahkan para
Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa
perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang
menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan
memusyrikkan orang yang mengamalkannya.
Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 20 ini, dengan
munculnya sekte Wahabi Salafi sesat yang memusyrikkan
orang-orang yang bertawassul, padahal Tawassul adalah sunnah
Rasul saw., sebagaimana hadits shahih dibawah ini :
"Wahai Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu,
demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan
Demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku
tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat
membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau
sumah.. hingga akhir hadits. (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah,
Imam Abu Naiem, Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni,
Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih). Hadits ini kemudian
hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa menuju
masjid dan doa safar.
Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini, bahwa Rasul
saw. berdoa dengan Tawassul kepada orang-orang yang berdoa
kepada Allah, lalu kepada orang-orang yang bersemangat kepada
keridhoan Allah, dan barulah bertawassul kepada Amal shalih
beliau saw. (demi langkah2ku ini kepada keridhoan Mu).
Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang ahli hadits
yang sudah hafal minimal 40.000 (empat puluh ribu) hadits
beserta hukum sanad dan hukum matannya, betapa jenius dan
briliannya mereka ini dan betapa luasnya pemahaman mereka
tentang hadist Rasul saw., sedangkan satu hadits pendek, bisa
menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum
matannya.
Lalu hadits di atas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits, apakah
kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yang baru
muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan orang-orang yang
dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai
kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam
Madzhab, mereka hanyalah pencaci, apalagi memusyrikkan
orang-orang yang beramal dengan landasan hadits shahih. Masih
banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah
Rasululloh saw, sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu
Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika
wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin
Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw.
rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : "Allah Yang
Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati,
ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah
hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya
kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh
Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih
sayang.",Maka jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa
Rasululloh saw. bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang
telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw. (Istri Abu
Thalib).
Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab ra. Beliau
berdoa meminta hujan kepada Allah : Wahai Allah.. kami telah
bertawassul dengan Nabi kami (saw.) dan Engkau beri kami
hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman beliau (saw.)
yang melihat beliau (saw.), maka turunkanlah hujan".
maka hujanpun turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits
yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508).
Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat tak menentangnya,
demikian pula para Imam-Imam besar itu tak satupun
mengharamkannya, apalagi mengatakan musyrik bagi yang
mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat ini yang
memusyrikkan orang yang bertawassul, padahal Rasululloh saw.
sendiri bertawassul.
Apakah mereka memusyrikkan Rasululloh saw.? dan Sayyidina
Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka memusyrikkan
Umar?, Naudzubillah dari pemahaman sesat ini.
Mengenai pendapat sebagian dari mereka yang mengatakan bahwa
tawassul hanya boleh pada orang yang masih hidup, maka entah
darimana pula mereka mengarang persyaratan tawassul itu, dan
mereka mengatakan bahwa orang yang sudah mati tak akan dapat
memberi manfaat lagi, pendapat yang jelas-jelas datang dari
pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran yang sangat buta
terhadap kesucian tauhid. Jelas dan tanpa syak bahwa tak ada
satu makhlukpun dapat memberi manfaat dan mudharrat
terkecuali dengan izin Allah SWT, lalu mereka mengatakan
bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yang mati
mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan
mereka?Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang mati dalam
memberi manfaat kecuali dengan izin Allah,
Yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin
Allah, dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila
dikehendaki Allah. karena penafian kekuasaan Allah SWT atas
orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.Ketahuilah bahwa
tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang
hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau
kedekatan derajatnya kepada Allah SWT, sesekali bukanlah
manfaat dari manusia, tetapi dari Allah Robbil alamin, yang
telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi shalih, hidup
atau mati tak membedakan Kudrat ilahi atau membatasi
kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka
kepada Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.Contoh
lebih mudah nya sbb, anda ingin melamar pekerjaan, atau
mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan
kebetulan mendiang tetangga anda yang telah wafat adalah abdi
setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu anda saat
melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada saudagar itu,
anda berkata : "Berilah saya tuan.. (atau) terimalah
lamaran saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat
fulan.
Bukankah ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati?,
bagaimana dengan pandangan bodoh orang yang mengatakan orang
mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-jelas saudagar akan
sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau
memberi anda uang lebih, karena anda menyebut nama orang yang
ia cintai, walau sudah wafat, tapi kecintaan si saudagar akan
terus selama saudagar itu masih hidup, pun seandainya ia tak
memberi,
Namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu
bagaimana dengan Arrahmaan Arrhiim, Yang Maha Pemurah dan
Maha Menyantuni? dan tetangga anda yang telah wafat tak
bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran anda
pada si saudagar.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar