Minggu, 22 Desember 2013

contoh bid'ah hasanah yg perlu dilestarikan


CONTOH-CONTOH BID`AH HASANAH YANG PERLU DILESTARIKAN 

Luthfi Bashori

Masih banyak amalan umat Islam dewasa ini yang dapat dikategorikan sebagai perilaku bid`ah hasanah, baik yang diamalkan oleh umat Islam Ahlussunnah wal jamaah maupun oleh kelompok Wahhabi/Salafi.

Dikatakan bid`ah dikarenakan tidak pernah dilaksanakan oleh Nabi SAW sendiri, maupun oleh para shahabat secara tekstual. Sedangkan dikatakan hasanah, karena tidak bertentangan dengan larangan Alquran dan hadits Nabi SAW, serta masih dalam batas kontektual dari ayat Alquran maupun hadits Nabi.

Jika saja setiap amalan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dihukumi sesat, maka tokoh-tokoh Wahhabi/Salafi juga tentunya termasuk golongan sesat dikarenakan oleh perilaku mereka sendiri.

Bahkan bid`ah yang paling sesat, tentunya adalah perilaku menimbulkan permusuhan dan perpecahan di kalangan umat Islam, dengan menuduh umat Islam yang berbeda pendapat sebagai golongan sesat, padahal hanya karena perbedaan dalam masalah furu`iyyah ijtihadiyyah (non prinsip dan non aqidah) yang diperkenankan oleh agama. Kebiasaan buruk semacam inilah yang menjadi ciri khas kelompok Wahhabi/Salafi. Semoga hati mereka diberi hidayah oleh Allah.

Coba perhatikan, pernahkan Nabi SAW melaksanakan shalat baik fardhu maupun sunnah dengan hanya memakai celana panjang dan baju koko sebatas lutut, sebagaimana pakaian adat masyarakan Pakistan, dengan meningalkan qamis dan jubbah ? Berpakaian semacam itu, di Indonesia kini menjadi salah satu ciri khas pakaian penganut Wahhabi/Salafi. Jelaslah pakaian shalat semacam ini termasuk Bid`ah juga, untunglah warga mayoritas penganut Sunni Syafi`i masih menghukuminya sebagai bid`ah hasanah.

Khusus bid`ah hasanah tentang masalah melafadzkan niat puasa secara bersama dan terdengar jelas, sebagaimana yang dilakukan para jamaah tarawih setelah menyelesaikan shalat witir, amalan ini tidaklah mengganggu orang lain, karena kebiasaan masyarakat Indonesia tidak ada seorangpun yang shalat sendiri-sendiri di masjid/mushalla saat dilaksanakan jamaah shalat tarawih. Jadi, waktu membaca niat tersebut benar-benar dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh jamaah yang hadir di masjid/mushalla itu, maka secara otomatis tidak bersamaan dengan seseorangpun yang sedang melaksanakan shalat dan tidak mengganggu siapapun.

Tentang masalah mengeraskan suara saat membaca niat (Attalaffudzu bin niyyah), banyak kalangan ulama yang memperbolehkan dan menganjurkannya namun bukan mewajibkannya, antara lain disebutkan di dalam kitab :
1). Hawaasyi Assyarwani juz 2 halaman 12.
2). Asnal mathalib juz 1 hal 225
3). Syarhul bahjatil wardiyyah juz 1 hal 402
4). Tuhfatul Muhtaaj fi Syarhil minhaaj juz 2 hal 477
5). Mughnil muhtaaj juz 1 hal 258
6). Fiqhul ibadaat- Syafi`i juz 1 hal 104
7). Haasyiatul jamal juz 1 hal 372
8). dan lain sebagainya.

Jika diteliti dengan seksama, masih banyak perilaku bid`ah hasanah yang hingga kini terus diamalkan oleh umat Islam, baik dari kalangan Ahlus sunnah maupun kelompok Wahhabi sendiri, antara lain :
- Berjamaah shalat tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan mulai awwal hingga bulan Ramadhan seperti yang dilakukan di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram saat ini.
- Ucapan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram tersebut, termasuk bid`ah hasanah yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para shahabat.
- Memberi predikat terhadap sebuah hadits dengan derajat shahih, hasan, dhaif, mutawatir dan ahad. Baik Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan hal semacam itu.
- Berdakwah menggunakan media radio,kaset,CD,TV, internet dan media cetak termasuk bid`ah hasanah.
- Membagi-bagi tauhid menjadi Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa shifat sebagaimana yang diajarkan oleh tokoh-tokoh Wahhabi/Salafi ini jelas-jelas bid`ah yang tidak ada tuntunanya baik dari Alquran maupun hadits Nabi SAW, namun tidaklah dikatakan jelek.
-Mendirikan ormas seperti NU, Muhammadiyyah, Al-irsyad, Salafi Indonesia, Jamaah Tabligh, dsb termasuk bid\`ah hasanah.
- Mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal termasuk bid`ah hasanah.
- Penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat pecatakan, serta pemberian harakatnya termasuk bid`ah hasanah.
- Pengelompokan hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim termasuk bid`ah hasanah.
-Penerjemahan Alquran ke berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, termasuk bid`ah hasanah, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini dijadikan kitab rujukan oleh banyak pihak, termasuk oleh kelompok Wahhabi/Salafi Indonesia.
- Tentunya masih banyak contoh yang lainnya jika diteliti satu persatu.





Tanggapan :
1.
Pengirim: ahmad - Kota: prob

berikut kami sajikan perkataan (baca: mokong) ulama wahabi/salafi:
Syaikh Shalih bin Fauzan menyanggah dalil bid'ah hasanah Umar bin Khatthab:
"Argumen ini bisa disanggah, perkara perkara di atas memiliki landasan dalam
agama dan bukan bid'ah. Misalnya, perkataan Umar radhiyallahu'anhu 'Sebaik
baik bid'ah', yang beliau maksudkan adalah bid'ah secara bahasa bukan secara
istilah. Sebab, sesuatu yang memiliki dalil dalam agama lalu dikatakan bahwa
hal itu bid'ah, maka maksudnya adalah bid'ah secara bahasa dan bukan secara
istilah. Secara istilah bid'ah tidak memiliki landasan yang dapat dijadikan
sebagai rujukan". (Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan, Murnikan Ibadah Jauhi
Bid'ah, Pustaka at Tazkia, Cet. I, Juni 2007, hal. 17-18).
mohon ditambahi Yai.. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Loh, Pak fauzan sendiri sudah melakukan bid'ah, yaitu membagi bid'ah menjadi dua, Lughatan (secara bahasa) dan Isthilaahan (secara istilah), apa ada hadis shahih atau minimal pendapat para shahabat yang mengatakan bid'ah itu dibagi menjadi Lughatan dan Isthilaahan ? Ini sih, namanya ibarat Pak fauzan berkeyakinan ingin mermbersihkan debu dari dalam masjid agar masjid tidak berdebu, tetapi menggunakan sapu basah bekas comberan. Hasilnya, memang benar masjid itu tidah tampak berdebu namun semakin kotor oleh air comberan, gara-gara ulah Pak Fauzan. Ya toooh ??

2.
Pengirim: ridwan  - Kota: prob

Niat adalah merupakan hal yang penting pada setiap pekerjaan kita, berangkat dari hadits Baginda Rasulullah SAW :

انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى. فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امراة ينكحها فهجرته الى ماهاجر اليه

"Sesungguhnya segala amalan itu dengan niat, dan segala sesuatu tidak ada artinya tanpa adanya niat, maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrahnya untuk urusan dunia yang akan didapatkannya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya pada sesuatu yang diniatkan kepadanya" (HR. Bukhori)

Dari hadits diatas inilah para ulama fikih mengharuskan atau menjadikan niat sebagai hal yang harus pada setiap pekerjaan atau ibadah yang kita lakukan sehari-hari, bahkan pada pekerjaan mubah pun bisa bernilai sunnah jika diniatkan untuk mengikuti Rasulullah SAW, akan tetapi niat berbuat jahat tidak akan ditulis sebagai kejahatan sampai niat tersebut dilaksanakan, sementara niat kebaikan akan dicatat satu amalan kebaikan walaupun belum dilakukan walaupun baru berniat saja, demikian indahnya kemurahan Allah SWT yang maha Pemurah.

Dalam melafalkan niat Ibnu Qodamah dalam al-mugni mengatakan bahwa itu hanyalah untuk menguatkan atau penegasan. Namun terdapat ulama yang mengatakan sebagai bid'ah, karna hal itu tidak diperbuat oleh Rasulullah SAW, seperti yang diungkapkan oleh ibnu qoyyim.

Apakah hukumnya Wajib??
Kita tidak bisa menghukuminya sebagai suatu kewajiban, dengan alasan hal itu tidak dilakukan rasulullah pada setiap ibadah beliau, maka tidak bisa dikatakan hal itu adalah wajib.

Apakah hukumnya Bid'ah? atau haram dan terlarang??
Hal ini juga tidak bisa kita lakukan karena beberapa alasan :
1. Terdapat hadits Rasulullah yang mengisahkan bahwa rasulullah melafalkan niat pada saat beliau beribadah:
Diriwayatkan dari aisyah ummul mukminin Rha. Beliau berkata :
"Pada suatu hari Rasulullah Saw. Berkata kepadaku : "Wahai aisyah, apakah ada sesuatu yang dimakan? Aisyah Rha. Menjawab : "Wahai Rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu pun". Mendengar itu rasulullah Saw. Bersabda : "Kalau begitu hari ini aku puasa". (HR. Muslim). didalmnya terdapat pelafalan niat puasa

Kejadian inilah yang membuktikan bahwa beliau pernah melafalkan niat dengan mengucap "kalau begitu hari ini aku puasa" ini sudah menjadi alasan bahwa melafalkan niat tidak boleh dilarang, karna rasul pernah melakukannya, dan mempermasalahkan hal yang boleh sehingga diharamkan adalah kejahatan beasar dalam islam sebagaimana hadits Bukhori.

Anas RA berkata:"Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : Labbaikallahumma Hajjan wa umrotan ("Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah"). (HR. Bukhari Muslim). ini melafalkan niat haji atau umroh

"Aku pernah shalat idul adha bersama Rasulullah Saw., maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu beliau menyembelihnya sambil berkata : "Dengan nama Allah, Allah maha besar, Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban diantara ummatku" (HR Ahmad, Abu dawud dan turmudzi) ini melafalkan niat dalam berqurban

2. Talaffudz (melafalkan) Niat yang dilakukan oleh para pengikut madzhab syafi'ie adalah diluar sholat, yaitu sebelum takbirotul ikhrom, jadi tidak bisa dihukumkan menambah-nambah dalam ibadah, karna pelaksanaannya diluar sholat, sesuai dengan kesepakatan para fuqoha' bahwa sholat dumulai dari takbirotul ihrom (takbir pengharaman), dan rukun sholat dilakukan didalam sholat bukan diluar sholat, dan mereka tidak menganggapnya sebagai hal yang harus atau wajib, hanya sekedar penegasan, jika tidak dilakukan, maka sholatnya tetap syah.

Lalu hukumnya apa??
Qaidah fikih mengatakan asal segala sesuatu adalah bolah, maka hukum talafudz niat adalh boleh atau mubah, kemudian sebagian ulama mengatakan sebagai hal yang sunnah, seperti kita tahu hal mubah bisa menjadi sunnah demikian pula dalam pelafalan niat ini, mengapa demikian??

1. Terdapat firman Allah yang berbunya :
Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya ada malaikat pencatat amal kebaikan dan amal kejelekan (Al-qaf : 18). dan Kepada Allah jualah naiknya kalimat yang baik (Al-fathir : 10).

Melafalkan niat untuk sholat jika tidak diiringi dengan ria' atau pamer, tentu adalah suatu kebaikan yang akan dicatat oleh malaikat.

2. Berkata Ibnu hajar Al-haitsami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12
"Dan disunnahkan melafadzkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunatan ini juga karena qiyas terhadap adanya pelafadzan dalam niat haji".

3. Berkata Imam ramli dalam Nihayatul Muhtaj Jilid I/437 :
"Dan disunnatkan melafadzkan apa yang diniatkan sesaat menjelang takbir agar supaya lisan menolong hati dank arena pelafadzan itu dapat menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya."

4. DR. Wahbah zuhaili dalam kitab Al-fiqhul islam I/767 :"Disunnatkan melafadzkan niat menurut jumhur selain madzab maliki."
Adapun menurut madzab maliki diterangkan dalam kitab yang sama jilid I/214 bahwa : "Yang utama adalah tidak melafadzkan niat kecuali bagi orang-orang yang berpenyakit was-was, maka disunnatkan baginya agar hilang daripadanya keragu-raguan".

Intinya terkadang saya dewe tidak melafalkan niat, terkadang melafalkan, tetapi al-fakir tidak sependapat kepada yang mewajibkan atau yang melarang (menganggapnya bid'ah), Mewajibkan hal yang tidak wajib adalah bid'ah dan mengharamkan sesuatu yang halal (boleh) adalah kejahatan besar. Jika anda mantap untuk tidak melafalkan lebih baik lakukan yg anda yakini tanpa menghukumi haram (bid'ah), dan jika anda mantap melakukan niat tersebut maka lakukanlah tanpa berkeyakinan itu adalah harus atau wajib. Dapat difahami bahwa talaffudz hukumnya antara mubah dan sunnah, bisa menjadi makruh bila terlalu kencang dan mengganggu kekhusyu'an teman sebelahnya saat sholat.

Demikian sedikit pemaparan ini, kiranya ada kesalahan hamba mohon ampunan kepadaMU ya Allah dan mohon maaf kepada pembaca sekalian, sekiranya ada benarnya sungguh itu datang dari Allah SWT. wallahu a'lamu bishowab.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami posting untuk pengunjung.

3.
Pengirim: ahmad  - Kota: prob

Berniat untuk melakukan puasa ramadlan memang hukumnya wajib. Dan itu itu harus sudah ada pada malam harinya, atau paling telat sebelum fajar tiba. Ini kalau puasa ramadlan, tapi kalau puasa sunnah siang harinya baru berniat boleh saja asal sejak pagi memang belum makan atau minum. Sedangkan melafalkan niat, tidak ada keharusan alias tidak wajib bung!. Sebab niat itu pekerjaan hati sehingga meski tidak dilafalkan maka niatnya tetap sah. Sebagian ulama membolehkan melafalkan niat hanya untuk memantapkan hati saja tapi tidak menjadi syarat sahnya niat. Adapun praktek yang dilakukan di sebagian masjid kita sebagaimana Anda kemukakan itu sebenarnya hanya untuk mengingatkan saja atau sebagai sarana pendidikan/mengajari yag beum tau. Saya kira hakikat ini perlu disampaikan agar tidak difahami sebagai keharusan. Jadi, bisa saja pihak takmir misalnya, cukup mengingatkan kepada para jamaah : “Jama’ah sekalian, sekedar mengingatkan dan mengajak, dipersilakan untuk berniat masing-masing dalam hati untuk puasa kita esok hari!” Nah, seperti ini pun boleh juga. Jadi tidak harus dengan dilafalkan bersama, misalnya : nawaitu shauma ghaadin…dan seterusnya.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk memahami sebuah hadits tidak boleh hanya melihat dhahirnya lafadz saja, namun harus mempertimbangkan penafsiran2 dan penakwilan dengan hadits2 yang lainnya, serta ayat2 Alquran yang terkait, dikarenakan bahasa syariat itu sangat luas, tidak sesempit pemahaman dhahirnya lafadz. Contohnya hadits Nabi SAW : Wallahi laa yukminu, wallahi laa yukminu, wallahi laa yukminu ahadukum, qiila man ya rasuulallah ? qaala : man laa yakman jaaruhu bawaiqahu (Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman..! ditanyakan: Siapa wahai Rasulullah ? Beliau SAW menjawab: Yaitu orang yang para tetangganya merasa tidak aman dari kejahatannya). Dhahirnya hadits ini i: tidak berimam berarti KAFIR. Jika diartikan leterleg apa adanya, tentu banyak sekali umat Islam yang jadi kafir, karena hanya sekedar tetangganya terganggu oleh kejailan/isengannya saja bisa2 di-kafir2-kan loh. Tetapi ulama Ahlussunnah menafsiri dan menakwilinya dengan arti: Tidak beriman SECARA SEMPURNA, jadi tidak diartikan KAFIR. Demikian juga hadits: innamal a'maalu bin niyyah (sesungguhnya amal itu tergantung niat), menurut Imam Syafi'i, harus ditafsiri/ditakwili: innama shihhatul a'maali bin niyyah (sesungguhnya sah-nya amal itu tergantung dari niatnya) jadi menurut madzhab Syafi'i hukum berniat adalah WAJIB, sedangkan melafadzkannya adalah mustahab (dianjurkan/sunnah, tidak wajib), salah satu alasannya karena orang yang melafadzkan niat akan lebih konsentrasi daripada yang sekedar di dalam hati, dan melafadzkan niat ini termasuk wilayah ijtihadiyah. Wong nggak ada yang merasa terganggu kok, kecuali hatinya orang2 yang memang menyimpan rasa kebencian terhadap amalan baik warga Ahlussunnag waj jamaah. Ingatkan saat Abu Lahab merasa terganggu oleh ibadahnya shalatnya Nabi SAW, apakah lantas Nabi SAW yang dilarang shalat oleh Allah, atau memang langkah Abu Lahab yang salah total, karena mengingkar syariat Islam ?

4.
Pengirim: alex - Kota: surabaya

ustd, saya mau tanya, apa wirid setelah sholat 5 waktu diucapkan keras yang dipimpin oleh imam itu termasuk bid'ah, soalnya ada yang mengatakan itu termasuk bid'ah malah ada yang mengharomkan karna termsuk menambah2kan syareat. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alquran sendiri memerintahkan : wadzkurullah qiyaaman wa qu'uudan wa 'alaa junuukum (berdzikirlah (boleh dengan/dalam keadaan) berdiri, duduk, dan tidur terlentang) tentunya juga dalam keadaan tengkurap, jongkok, dan segala bentuk keadaan badan, waktunya juga kapan saja boleh pagi, siang, sore maupun malam, adakalanya sebelum dan sesudah tidur, sebelum dan sesudah makan, sebelum dan sesudah bekerja, dan boleh juga sebelum dan sesudah shalat, dan lain sebagainya, tempatnya juga di semua tempat yang terhormat. Senada dengan ini juga ayat : Wadzkurullaha dzikran katsiran (dzikirlah kalian kepada Allah dengan dzikir yang banyak) boleh sendirian dan boleh juga secara bersama-sama dengan dipimpin imam, seperti takbiran di malam hari raya, atau membaca talbiyah labbaikallahumma labbaik bagi orang yang berihram yang umumnya dibaca bersama rombongan, dipimpin oleh ketua rombongan dengna suara keras. Jadi gak ada yang bid'ah. Barangkali yang mengatakannya dzikir setelah shalat itu adalah bid'ah, karena pemahaman agamanya kurang luas. Pepatah Arab mengatakan : Man laisa lahu wirid fahua qirid (barangsiapa yang tidak mempunyai kebiasaan wirid, sama halnya dengan qirid/monyet.

5.
Pengirim: arif(alumni piq santri ramadhan)  - Kota: balikpapan

ass'akum ust sy mautanya tentang masalah maszhab "kan mayyoritas di indonesia mengikuti madzhab imam syafi'i, terus bagai mana kalaou kita berada di daerah yang mayoritas imam malik seperti di mekkah apakah kita harus mengikuti aturan aturannya imam malik ataukah kita tetap ikut terhadap imam syafi'i " terus "bagi mana kalou kita yang ada di indonesia mengikut madzhab imam malik atau imam yang lainya apakah boleh"trimakasi wassalamualiykum  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mengikuti madzhab itu tergantung dari kemampuan memahami ilmu agama. Adakalanya karena tradisi keluarga dan masyarakat secara turun temurun, yang mana semacam ini dilakukan oleh kebanyakan kalangan awam, demikian itu karena pelajaran fiqih dalam madzhab tertentu sudah mendarah daging dipahami oleh masyarakt tersebut. Namun adakalanya karena pilihan hidup, karena pelakunya adalah orang alim yang benar-benar memahami perbedaan pendapat antar para mujtahid, lantas dia memilih madzha yang sesuai dengan pilihannya. Jadi jika seseorang hidup di kalangan masyarakat yang bermadzhab Syafi'i misalnya, lantas karena dia mendalami madzhab Maliki, maka dia boleh memilih apakah dia tetap mengikuti masyarakat pada umumnya, atau dia memilih bermadzhab Maliki sesuai yang diperdalaminya.

6.
Pengirim: ono - Kota: jakarta

Mungkin Klo Rosul SAW masih hidup mpe skg..pasti beliau akan menertawakan kita sbagai umat..klo ibadah fardu yg sifat nya maghdoh harus ,mengikuti hukum yg di gariskan..tapi klo hal2 yg menyangkut sehari ya di disesuaikan dgn kndisi skg ini..kan kata Nabi berbicara dan berpikir dg sesuai jaman mu...nah itu kan fleksibel kayak sholat pke clana pnjng ..yg penting kan nutup aurat...gitu mas..ntar deh ente tanya nabi klo ente dah mati yg Insya Alooh ktmu Nabi SAW..wassalm 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wah, ente menulis di internet ini aja sudah bid'ah, jadi sesuai keyakinan ente sendiri, pasti ente termasuk calon penghuni neraka, karena semua bid'ah itu kan sesat menurut ente. Ayoo jawab !

7.
Pengirim: HADI AL-BADR  - Kota: Singosari Malang

Assalamu'alaiku..
afwan ustad dengan tidak bermaksud menggurui siapapun, ana ingin menambahkan sedikit:
Telah masyhur di kalangan kita bahwa sebagian besar manusia dalam menjalankan agamanya hanya mengikuti apa-apa yang di ajarkan oleh Kyai-kyainya, atau Ustadznya tanpa mengikuti dalil-dalil yang jelas dari agama ini. Mengikuti di sini yang dimaksudkan adalah mengikuti tanpa dasar ilmu. Mereka hanya manut saja apa kata Sang Kyai atau Sang Ustadz, seolah apa yang mereka katakan pasti benar. Di sini kita melihat kebenaran hanya diukur oleh ucapan-ucapan kyai/ustadz tersebut tanpa melakukan pengecekan terhadap dasar ucapan mereka. Mereka tidak mengecek apakah sumbernya dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, atau hanya bersumber dari hadits-hadits yang lemah, atau lebih fatal lagi bila bersumber dari hadits yang palsu. Inilah sesungguhnya Hakekat dari Taklid.

Ingatlah wahai saudaraku kaum muslimin .. bahwasannya kebenaran atau al haq itu bukan berdasarkan banyaknya pengikut atau status sosial orang yang mengucapkan, karena kebenaran akan tetap merupakan kebenaran meskipun hanya sedikit yang mengikutinya. Dan yang namanya kebatilan merupakan kebatilan sekalipun seluruh manusia mengikutinya. Dan kebiasaan mengekor tanpa ilmu ini jelas-jelas merupakan suatu hal yang sangat tercela. Bahkan Alloh mengharamkan untuk mengikuti sesuatu yang kita tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran " Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya ." (QS. Al-Israa : 36). Dan juga perkataan Imam Bukhori " Bahwa ilmu itu sebelum ucapan dan perbuatan ." Dampak yang nyata terhadap hal ini ialah semakin jauhnya para muqolid (orang-orang yang taklid) ini dari ajaran Islam yang murni, dimana amalan-amalan mereka banyak yang bersumber dari hadits yang dhoif (lemah) atau bahkan hadits palsu dan bahkan mungkin mereka beramal tanpa ada dalil, hanya mengikuti ucapan Kyai atau Ustadznya. Jika dikatakan kepada mereka bahwa amalan mereka itu menyelisihi dalil yang shohih dari Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam, mereka mengatakan "kami hanyalah mengikuti apa-apa yang ada pada bapak-bapak kami atau kyai / ustadz kami."

Contoh paling nyata sekarang ini, kebanyakan mereka mengaku mengikuti Madzab Syafii, Hambali, Hanafi, dan Maliki dari para imam-imam madzab. Padahal kalau kita tengok ajaran/perbuatan/amalan mereka sangat jauh dari perbuatan imam-imam madzab tersebut. Mereka begitu fanatik kepada madzab yang mereka ikuti, bahkan bila ada seseorang yang berkata yang perkataannya itu bertentangan dengan madzab yang mereka anut, walaupun ucapannya itu haq adanya, niscaya mereka akan menentangnya habis-habisan, dan yang demikian ini terjadi. Wahai saudarakupadahal agama adalah nasehat, sebagai sesama kaum muslimin harus saling menasehati. Lantas bagaimana kalau sikap mereka menolak dari nasehat orang yang tidak sesuai dengan pendapat mereka (meskipun nasehat yang haq).

Agama Islam dibawa oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, kemudian para shahabatnya meneruskannya, kemudian lagi para tabiin terus sampai jaman kita sekarang ini, kita harus mengikuti mereka. Dalam beragama itu harus mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah yang shohih sesuai dengan pemahaman para shahabat Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam. Kita harus memahami agama ini sesuai dengan pemahaman para shahabat karena merekalah orang-orang yang paling tahu tentang sunnah Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang pilihan yang dididik secara langsung oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Kalau ada yang keliru diantara mereka langsung ditegur atau dibetulkan/diluruskan oleh Beliau shalallahu alaihi wa sallam. Jadi pada jaman shahabatlah agama ini sangat terjaga kemurniannya. Untuk itu kita wajib menjalankan agama ini sesuai petunjuk Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan sesuai dengan apa yang dipahami oleh para shahabat Beliau shalallahu alaihi wa sallam. Inilah sesungguhnya Hakekat dari Ittiba (mengikuti).

Berikut ini akan kami sampaikan pendapat dari Empat Imam tentang masalah Taklid dan Ittiba :

1. Imam Asy Syafii

- "Tidak ada seorang pun kecuali dia harus bermadzhab dengan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal di dalamnya dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam yang bertentangan dengan ucapanku, maka peganglah sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Inilah ucapanku."
- "Apa bila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, maka peganglah ucapan Beliau dan tinggalkanlah ucapanku."
- Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam terdapat hadits yang shohih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Oleh karena itu janganlah mengikuti aku."
- "Apabila hadits itu shohih, maka itu adalah madzhabku."
- "Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa telah terang baginya Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan seseorang."
- "Setiap masalah yang di dalamnya kabar dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam adalah shohih bagi ahli naqli dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku mati."

2. Imam Ahmad bin Hambal

Beliau berkata :
- "Janganlah engkau mengikuti aku dan janganlah pula engkau ikuti Malik, Syafii, Auzai, Tsauri, tapi ambillah dari mana mereka mengambil."
- "Barang siapa menolak hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran."
- "Pendapat Auzai, pendapat Malik dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar"

3. Imam Malik bin Anas
Beliau berkata :
- "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan kitab dan sunnah, ambillah dan yang tidak maka tinggalkanlah."
- "Tidak ada seorangpun setelah Nabi r, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Muhammad r.

4. Imam Abu Hanifah
Beliau berkata :
- "Apabila hadits itu shohih maka hadits itu adalah madzhabku
- "Tidak dihalalkan bagi seorang untuk berpegang kepada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya"
- Dalam sebuah riwayat dikatakan,Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku."
- "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Alloh dan kabar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku."

Demikianlah wahai saudaraku kaum muslimin, pendapat dari empat imam tentang larangan taklid buta. Mereka memerintahkan kita untuk berpegang teguh dengan hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam, serta melarangnya untuk mengikuti mereka tanpa melakukan penelitian. Jadi mereka para Imam yang empat melarang keras kepada kita untuk taqlid buta / membebek / mengekor tanpa ilmu.

Barang siapa yang berpegang dengan setiap apa yang telah ditetapkan di dalam hadits yang shohih, walaupun bertentangan dengan perkataan para imam, sebenarnya tidaklah ia bertentangan dengan madzhabnya (para imam) dan tidak pula keluar dari jalan mereka, berdasarkan perkataan para imam di atas. Karena tidak ada satu ucapanpun yang dapat mengalahkan ucapan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bahkan ucapan para shahabat pun !!! Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas :
"Aku khawatir akan datang hujan batu dari langit, aku ucapkan Rosululloh berkata .., engkau ucapkan Abu Bakar berkata, dan Umar berkata".

Inilah sikap yang seharusnya kita ambil, mencontoh para shahabat, imam-imam yang mendapat petunjuk, di mana merekalah yang telah mengamalkan dien/agama ini sesuai dengan petunjuk Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam, tidak mengada-ada (tidak menambah/mengurangi). Dan hal inipun menunjukkan kesempurnaan ilmu yang ada pada mereka (para Imam) dan ketaqwaannya. Kadang kala mereka mengakui bahwasannya tidak semua hadits mereka ketahui.Terkadang mereka menutupkan suatu perkara dengan ijtihad mereka, namun hasil ijtihad mereka keliru karena bertentangan dengan hadits yang shohih. Hal ini dikarenakan belum sampainya hadits shohih yang menjelaskan tentang perkara itu kepada mereka. Jadi sangatlah wajar bagi seseorang yang belum paham suatu permasalahan kembali berubah sikap manakala ada yang menasehatinya dengan catatan sesuai dengan sunnah yang shohih dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Wallahu Alam.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini bumi Indonesia Buung ! Masyarakatnya juga sangat hitrogen bin komplek bin macam-macam tingkat pemahamannya. Ada di antara mereka yang belajar di pesantren sehingga dapat mempelajari agama ini dengan baik, itupun jika berada di pesantren dengan masa yang cukup lama. Sedangkan bagi mereka yang hanya sebentar saja menimba ilmu di pesantren, apalagi yang bersifat pesantren kilat, pasti hanya sedikit mendapatkan pendidikan agama. Belum lagi keberadaan tukang sayur, tukang ojek, tukang becak dan yang semisalnya, yang mana jumlah mereka sangat tidak sedikit, mereka hanya mendapatkan pelajaran agama dari keluarga ataupun guru ngaji yang berada di kampung-kampung untuk sekedar mengetahui tata cara shalat, zakat, dsb.
Lha kaum terpelajar akademisi yang jumlahnya jutaan orang saja, mereka belum tentu dapat mempelajari agama dengan baik, belum lagi kalangan kaum wanitanya, yang sering kali tenaga mereka terkuras untuk memasakkan keluarganya serta mengurusi keperluan lainnya, tentunya mereka tidak sempat menghafal dalil-dalil Alquran maupun hadits. Terus, apakah mereka menjadi tidak wajib atau belum wajib untuk melaksanakan shalat karena tidak atau belum tahu dalil-dalil dari Alquran maupun Hadits Nabawi tentang kewajiban melaksanakan shalat?Apakah jika mereka shalat hanya berbekal ilmu yang mereka pelajari dari Kiai/ Ustadz/ Guru ngaji, maka shalat mereka tidak sah? Kami kira, masalah tahu dalil Alquran-Hadits atau tidak tahu dalilnya itu, hanyalah masalah afdhaliyah, yang tahu dalil lebih afdhal daripada yang tidak tahu dalil.
Dalam masalah ibadah Imam Syafii mempunyai qaul qadim (pendapat lama), yaitu misalnya tentang syarat-syarat sahnya pelaksanaan shalat Jumat dari segi jarak antar dua masjid yang sama-sama melaksanakan shalat Jumat, namum saat beliau hijrah ke Mesir, yang mana keadaan masyarakatnya lebih hitrogen, beliau mendapati pelaksanaan shalat Jumat di Mesir, jarak antar masjid yang sama-sama melaksanakan shalat Jumat, ternyata tidak sesuai dengan hasil fatwa yang beliau cetuskan di Iraq. Maka wasakata anhus Syafii (Imam Syafii pun membiarkan/menetapkan bolehnya shalat Jumat dengan jarak antar masjid yang sama-sama melaksanakan shalat Jumat yang lebih dekat di banding dengan hasil ijtihadnya saat berada di Iraq). Karena itu ada istilah qaul jadid (pendapat baru) dalam madzhab Syafii.
Nah, kaum awam yang sangat awam, yang tidak mampu memahami agama secara mendalam karena beberapa alasan, cukuplah kita beri pengertian jika mereka belum mampu mencari dalil sendiri agar rajin hadir majlis taklim maupun pengajian umum, dan kita beri solusi agar mereka tidak segan-segan bertanya kepada Kiai/ Ustadz/ Guru ngaji, dan kita beri bekal mereka satu ayat Alquran saja agar mudah diingat : Fas aluu ahladz dzikri in kuntum laa talamuun (bertanyalah kepada orang alim/ yang mengerti agama/ Kiai/ Ustadz/ Guru ngaji, apabila kalian tidak memahami masalah agama).
Jika tidak demikian, tentu jarang orang Indonesia yang tidak shalat, tidak zakat, tidak puasa, tidak haji, dan seterusnya gara-gara tidak dapat mencari dalil-dalil dari ayat Alquran maupun haditsnya. Betul nggak Buung ?
Nabi berpesan: Khaathibun naasa bi qadri uquulihim (bicaralah dengan orang-orang itu, sesuai dengan kemampuan akal mereka)

9.
Pengirim: ARAH  - Kota: malang

Alhamdulillah ... kita semakin mengetahui perihal akar permasalahan mengenai taklid semacam ini.
Namun kita juga harus waspada, mereka yang mengatakan anti taklid juga melakukan taklid habis-habisan terhadap para guru atau ustad-ustad mereka. Kalo gurunya pakai celana cingkrang mereka ikut memakainya walaupun kelihatan lucu jika dilihat orang, jika gurunya pakai jenggot mereka juga memaksakan diri pakai jenggot, walaupun jenggot yang tumbuh cuma dua lembar (jadi seperti jenggotnya lele). Kalo gurunya mengatakan pengajian ini bid'ah .... aliran itu bid,ah, mereka juga membebek tanpa mengecek kebenarannya (mana pernah orang Wahabi/Salafi mau mengikuti pengajian kyai-kyai, selain yang seide dengannya), bukankah ini taklid juga namanya?
Namun ironisnya ustad ... kaum wahabi/salafi adalah yang paling suka mengikuti taklid semacam itu ... bahkan mereka menggunakannya untuk menyebarkan ajaran mereka pada orang-orang awwam. seperti mahasiswa dikampus-kampus umum (bukan kampus Islam). Pertama, para mahasiswa yang awwam tersebut di suguhi penampilan/stile yang tampaknya Islami oleh para ustad-ustad mereka, dengan dandanan jenggot lebat dan jidat hitam (seakan-akan banyak sujud, Wallahua'lam), juga pakaian jubah dan celana cingkrang. Mahasiswa yang "polos" tersebut akhirnya berkeyakinan bahawa ini adalah yang paling Islami... akhirnya mengaji dengan ustadz Fulan tersebut. setelah ngaji barulah ajarannya dimasukkkan ... ini bid'ah, ini sesat, ini musyrik ... dan himbauan agar tidak mengikuti ta'lim disana karena ahli bid'ah, jangan membaca buku ini karena sesat dan jangan ... jangan ... bla... bla.... bla....
Lalu mahasiswa yang telah manthuk-manthuk tersebut mulailah membebek sang ustadz Fulan, sambil meneriakkan hal yang sama (bahkan lebih fanatik), dan keesokan harinya dia sudah pakai celana cingkrang, libur beli cukuran, dan jidatnya di gosok-gosok agar jadi hitam.... ha... ha.... ha.... bukankah seperti ini yang sering terjadi?
Mereka mengatakan anti taklid agar orang-orang Sunni tidak taklid dengan kyai-kyainya dan akhirnya mudah dipengaruhi untuk jadi Wahabi/salafi (ini sih lagu lama).
Jika mereka mengaku tidak bertaklid, pernahkah ustadz-ustadz wahabi/salafi mengajarkan pada muridnya untuk studi hadits ke pondok-pondok pesantren?
pernahkah mereka mengadakan studi literatur dangan kitab-kitab kuning untuk belajar perihal sanad hadits-hadits?
Para kyai, para Asatidz Ahlusunnah tentu terbuka jika ada para pengikut Wahabi atau yang sekarang menamakan diri sebagai Salafi, mau melakukannnya Ahlan wasahlan ya akhi .....
Contoh kongkretnya ... itu, si Mahrus Ali yang mengaku mantan kyai NU, tak pernah mau jika diajak dialog, ... ini kan konyol namanya ... menulis buku namun tidak berani bertanggungjawab terhadap apa yang ditulisnya. (bukan hanya lempar batu sembunyi tangan, tapi lempar masalah sembunyi badan ... ini kan fitnah namanya)
Sudahlah wahai penganut Wahabi, kita ummat Islam sudah tau cara-cara engkau dalam menyebarkan ajaran-ajaranmu. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan serta kekuatan kepada kita agar istiqomah di jalan Ahlusunnah wal jama'ah. Amin. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini pelajaran tambahan untuk Hadi Albadr, kalau ente asli Singosari, yaa datang saja ke Markaz Pejuang Islam untuk duduk bareng mempelajari dalil-dalil bolehnya bertaqlid bagi kaum awwam, sekalipun tidak tahu dalil Alquran Haditsnya. Alamat Ribath Almurtadla di jalan Tumapel Gg 2-B no 28 Singosari, sangat gampang untuk dicari dan ditanyakan. Okeey ?

12.
Pengirim: abu ilmy  - Kota: makassar

assalamualikum afwan ternyata anda tidak mengetahui makna bid'ah yang sebenarnya bisakah anda jelaskan makna bid'ah yang anda bicarakan disini karena jika nada memaknai bid'ah hanya memaknai bid'ah dari segi etimologi saja maka jelas anda telah salah besar misalnya pakaian jelas jenis dan corak pakaian walaupun tidak ada di jamn rasulullah S.A.W. itu bukan termasuk perkara bid'ah yang terlarang  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Berarti ada Bid'ah yang boleh kaaaaaaaan. Ya itu namanya Bid'ah hasanah. Lah, Wahabi sendiri sudah berbuat BId'ah, dengan membagi definisi Bid"ah menjadi dua, Bid'ah yang boleh (Dunyawiyah) dan Bid'ah yang dilarang (Diniyah) seperti kata anda. Mana dooong dalilnya dari ayat Alqur'an dan Hadits Shahih tentang pembagian Bid'ah boleh dan dilarang itu?

13.
Pengirim: deni  - Kota: jakarta

ha... ha... ha...
Tenang man, wahaby tuh kalo dah mentok akhirnya pakai tradisi Ahlusunnah juga. itu udah beberapa kali terjadi ....
contoh neh ... dulu, yang ane tau ... orang-orang wahabi mane percaye ma Rukyah/pengobatan yang pake air-air itu, tapi akhirnya dia juga pake sekarang. palagi sekarang ada rukyah massal yang banyak dilakukan ame mereka, yang kayaknya neh ... gue belum pernah tau, itu pernah dilakukan Rosulullah ... apa gak bid'ah tuh? terus tuh jenis bid'ah yang mane .... ???
Dulu mesjid - mesjid yang arahnya ke wahaby-wahaby-an, kagak pernah ada yang namanya maleman waktu malem ganjil akhir bulan Romadlon, sekarang dibeberapa masjid mereka, udah mulai ngadain dengan nama iktikaf, dikoordinasi ame takmirnya. ujung-ujungnya sih sama ame masjid-masjid Ahlusunnah ....
mentok ni yeeeeeeeeeee ....
Yang belum kan ngadain tahlilan, Maulidan ame yasinan, ntar mereka bikin juga ... dikasi name ape yeeeeeeeee kira2 ???
oh ya dulu mereka kagak pernah pake nama salaf, sekarang mereka eh .... pake judul salafi .... biar laku kaleeee.
Cuma dasar gak tau malu, mereka tetep aje gakak ngakuin tuh semua ....
ngerase sok paling ngerti lagi ....
kagak mau belajar selain ma ustadz-ustadz mereka ....
taklid juga tuh namanya ....
Taklid tuhye , kalo ke Ulama yang istiqomah dan garis lurus kayaknya gak apa ya kyai lutfi ?
yang kagak boleh tuh kan taklid ame kyai su' yang ngajarin aneh-aneh ...
palagi taklid ame kyai yang mengatakan kitab suci kite paling porno, baru tuh keliru namanya ...
smoga kyai Lutfi sehat walafiat, .... Ane jadi ketagihan buka pejuangislam.com jadinye .... taklid juga ya kyai namenye ??? ha ... ha ... ha ... 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jazakumullah kher, kami posting untuk pengunjung khususnya untuk teman-teman salafi. Okeey !!

14.
Pengirim: ENDRO  - Kota: solo

ASS.WR.WB

Kebenaran hanya milik ALLAH.

YA ALLAH, AMPUNI KEBODOHANKU
Al Baqarah-002:286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

YA ALLAH BERILAH AKU PETUNJUK
Ali Imran-003:008. : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".
YA ALLAH, CONDONGKAN HATIKU KEPADA CINTA
Akan ada suatu umat dari umatku yang masih tetap melaksanakan perintah Allah, maka tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang mengecewakan dan menentangnya dan sampai tiba ketentuan Allah mereka tetap dalam penderitaan tersebut. (HR. Al Hakim)
Orang yang shaleh selalu mendapat tekanan-tekanan. (HR. Al Hakim)
Allah Azza wajalla mewajibkan tujuh hak kepada seorang mukmin terhadap mukmin lainnya, yaitu: (1) melihat saudara seimannya dengan rasa hormat dalam pandangan matanya; (2) mencintainya di dalam hatinya; (3) menyantuninya dengan hartanya; (4) tidak menggunjingnya atau mendengar penggunjingan terhadap kawannya; (5) menjenguknya bila sakit; (6) melayat jenazahnya; (7) dan tidak menyebut kecuali kebaikannya sesudah ia wafat. (HR. Ibnu Baabawih)
Sebaik-baik kamu ialah yang diharapkan kebaikannya dan aman dari kejahatannya, dan seburuk-buruk kamu ialah yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak aman dari kejahatannya. (HR. Tirmidzi dan Abu Ya'la)
Tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman, tidakkah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai, Maukah kamu aku tunjukkan tentang sesuatu yang apabila kalian melakukan-nya akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian. (HR. Muslim 2/35).

YA ALLAH, JAGALAH LIDAHKU
Al Ahzab-033:070-071. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.

YA ALLAH, DEKATKAN AKU KE JALAN HIDUP RASULULLAH
Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Muslim)
Allah Ta'ala berfirman (dalam hadits Qudsi) : "Kebesaran (kesombongan atau kecongkakan) pakaianKu dan keagungan adalah sarungKu. Barangsiapa merampas salah satu (dari keduanya) Aku lempar dia ke neraka (jahanam)." (HR. Abu Dawud)


YA ALLAH, BERILAH AKU ILMU DAN AKAL
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. membaca firman Allah yang berbunyi: Dialah yang menurunkan Alkitab (Alquran) kepada kamu. Di antara isinya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alquran dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran daripadanya melainkan orang-orang yang berakal. Setelah membaca firman tersebut Rasulullah saw. bersabda: Apabila kamu melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat dari Alquran, maka mereka itulah orang-orang yang telah disebut oleh Allah. Maka waspadalah terhadap mereka. (Shahih Muslim No.4817)
YA ALLAH, SEMOGA PARA IMAM2-KU TIDAK BODOH
Hadis riwayat Abdullah bin Amru bin Ash ra., ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan cara mencabutnya begitu saja dari manusia, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara mencabut (nyawa) para ulama, sehingga ketika Allah tidak meninggalkan seorang ulama pun, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh yang apabila ditanya mereka akan memberikan fatwa tanpa didasarkan ilmu lalu mereka pun sesat serta menyesatkan. (Shahih Muslim No.4828)

YA ALLAH, JAUHKAN DARI PAKAIAN YANG MEMBUAT DIRIKU SOMBONG
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Ia melihat seorang lelaki menyeret kainnya, ia menghentakkan kakinya ke bumi, lelaki itu adalah pangeran (penguasa) Bahrain. Ia berkata: Pangeran datang, pangeran datang! Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan memandang orang yang menyeretkan kainnya dengan kecongkakan. (Shahih Muslim No.3893)
"Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang yang menyeret kainnya karena sombong". (Muttafaq'alaih).
"Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam neraka" (HR. Al-Bukhari).

YA ALLAH, AMPUNI KAMI...
Hadis riwayat Ibnu Masud ra., ia berkata:
Ada tiga orang yang berkumpul di dekat Baitullah, dua orang dari Quraisy dan seorang dari Tsaqafi atau dua orang dari Tsaqafi dan seorang Quraisy. Mereka adalah orang-orang yang memiliki sedikit pemahaman agama yang selalu disibuki oleh urusan perut mereka. Salah seorang di antara mereka berkata: Apakah kamu berpendapat bahwa Allah akan mendengar apa yang kita bicarakan? Seorang lagi menjawab: Allah akan mendengar apabila kita mengeraskan suara dan tidak akan mendengar jika kita merendahkan suara. Yang lain lagi membantah: Jika Allah mendengar bila kita mengeraskan suara, maka Dia pasti akan mendengar bila kita merendahkan suara pembicaraan! Lalu Allah menurunkan ayat: Dan kamu sekalian sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulit kalian terhadap kalian. (Shahih Muslim No.4979)

WWW.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Amiiin. Benar sekali kita wajib memohon kepada Allah agar tidak menjadi orang yang sombong. Nabi SAW mendiskrepsikan SOMBONG adalah Bathorul haq (menolak kebenaran) wa ghomthun naas (menganggap rendah orang lain), misalnya menolak dan menuduh bid'ah sesat kepada orang yang mengamalkanm hadits Nabi yang artinya : Barangsiapa memberi contoh prilaku baru yang baik di dalam Islam , maka baginya mendapatkan pahalanya dari amalan baik yang dia rintis, dan kiriman pahala dari orang yang mengikuti amalannya itu...! (contoh prilaku baru yang baik itu adalah mengadakan jama'ah yasinan keliling kampung), dan arti Ghomthun naas (memandang rendah orang lain) contohnya adalah selalu merasa paling benar, paling salafi, paling murni dalam menjalankan pemahamannya dan sebagainya, sehingga selalu memandang salah, mengatakan bodoh, menuduh sesat kepada orang lain yang tidak sependapat dengan dirinya padahal hanyalah perbedaannya dalam urusan khilafiyah furu'iyyah yang diperbolehkan dalam Islam, karena sama-Sama memilki dalil ayat Alquran dan hadits nabawiyyah, hanya saja lain dalam penjabaran dan pemahaman, yang mestinya tidak perlu untuk dijadikan sarana permusuhan. Lah, para shahabat yang berbeda pendapat saja masih bisa saling menghormati. Lihat Sayyidah A'isyah berselisih pendapat dengan Sayyidina Abu Hurairah dan para shahabat lainnya tentang apa umat Islam dapat melihat Allah di sorga secara langsung. Namun di antara mereka tetap saling menghormati.

16.
Pengirim: supriyadi  - Kota: jember

bagaimana dg hukumnya melaksanakan tahlilan setiap ada org yg meninggal? yg mana itu skrg sdh menjadi keharusan dan menjadi wajib yg hrs dilaksanakan oleh keluarga yg ditinggalkannya. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tahlilan untuk mayit itu hukumnya sunnah, bukan wajib, karena Nabi SAW lah yang memerintahkan umat Islam: Iqrauu yaasiin 'alaa mautaakum (Bacakan surat Yasin untuk mayit kalian). Sedangkan Tahlilan itu bersinonim dengan Yasinan untuk mayit.

Sumber : http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=133

Tidak ada komentar:

Posting Komentar