Tanggapan
:
1.
|
Pengirim: ahmad - Kota:
prob
|
|
berikut kami sajikan
perkataan (baca: mokong) ulama wahabi/salafi:
Syaikh Shalih bin Fauzan menyanggah dalil bid'ah hasanah Umar bin
Khatthab:
"Argumen ini bisa disanggah, perkara perkara di atas memiliki
landasan dalam
agama dan bukan bid'ah. Misalnya, perkataan Umar radhiyallahu'anhu
'Sebaik
baik bid'ah', yang beliau maksudkan adalah bid'ah secara bahasa bukan
secara
istilah. Sebab, sesuatu yang memiliki dalil dalam agama lalu
dikatakan bahwa
hal itu bid'ah, maka maksudnya adalah bid'ah secara bahasa dan bukan
secara
istilah. Secara istilah bid'ah tidak memiliki landasan yang dapat
dijadikan
sebagai rujukan". (Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan, Murnikan
Ibadah Jauhi
Bid'ah, Pustaka at Tazkia, Cet. I, Juni 2007, hal. 17-18).
mohon ditambahi Yai..
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Loh, Pak fauzan sendiri sudah melakukan bid'ah, yaitu
membagi bid'ah menjadi dua, Lughatan (secara bahasa) dan
Isthilaahan (secara istilah), apa ada hadis shahih atau
minimal pendapat para shahabat yang mengatakan bid'ah itu
dibagi menjadi Lughatan dan Isthilaahan ? Ini sih, namanya
ibarat Pak fauzan berkeyakinan ingin mermbersihkan debu dari
dalam masjid agar masjid tidak berdebu, tetapi menggunakan
sapu basah bekas comberan. Hasilnya, memang benar masjid itu
tidah tampak berdebu namun semakin kotor oleh air comberan,
gara-gara ulah Pak Fauzan. Ya toooh ??
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pengirim: ridwan - Kota:
prob
|
|
Niat adalah merupakan
hal yang penting pada setiap pekerjaan kita, berangkat dari hadits
Baginda Rasulullah SAW :
انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى. فمن كانت
هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته لدنيا
يصيبها او امراة ينكحها فهجرته الى ماهاجر اليه
"Sesungguhnya segala amalan itu dengan niat, dan segala sesuatu
tidak ada artinya tanpa adanya niat, maka barang siapa yang hijrahnya
kepada Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya,
dan barang siapa yang hijrahnya untuk urusan dunia yang akan
didapatkannya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya pada
sesuatu yang diniatkan kepadanya" (HR. Bukhori)
Dari hadits diatas inilah para ulama fikih mengharuskan atau
menjadikan niat sebagai hal yang harus pada setiap pekerjaan atau
ibadah yang kita lakukan sehari-hari, bahkan pada pekerjaan mubah pun
bisa bernilai sunnah jika diniatkan untuk mengikuti Rasulullah SAW,
akan tetapi niat berbuat jahat tidak akan ditulis sebagai kejahatan
sampai niat tersebut dilaksanakan, sementara niat kebaikan akan
dicatat satu amalan kebaikan walaupun belum dilakukan walaupun baru
berniat saja, demikian indahnya kemurahan Allah SWT yang maha Pemurah.
Dalam melafalkan niat Ibnu Qodamah dalam al-mugni mengatakan bahwa
itu hanyalah untuk menguatkan atau penegasan. Namun terdapat ulama
yang mengatakan sebagai bid'ah, karna hal itu tidak diperbuat oleh
Rasulullah SAW, seperti yang diungkapkan oleh ibnu qoyyim.
Apakah hukumnya Wajib??
Kita tidak bisa menghukuminya sebagai suatu kewajiban, dengan alasan
hal itu tidak dilakukan rasulullah pada setiap ibadah beliau, maka
tidak bisa dikatakan hal itu adalah wajib.
Apakah hukumnya Bid'ah? atau haram dan terlarang??
Hal ini juga tidak bisa kita lakukan karena beberapa alasan :
1. Terdapat hadits Rasulullah yang mengisahkan bahwa rasulullah
melafalkan niat pada saat beliau beribadah:
Diriwayatkan dari aisyah ummul mukminin Rha. Beliau berkata :
"Pada suatu hari Rasulullah Saw. Berkata kepadaku : "Wahai
aisyah, apakah ada sesuatu yang dimakan? Aisyah Rha. Menjawab :
"Wahai Rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu pun".
Mendengar itu rasulullah Saw. Bersabda : "Kalau begitu hari ini
aku puasa". (HR. Muslim). didalmnya terdapat pelafalan niat
puasa
Kejadian inilah yang membuktikan bahwa beliau pernah melafalkan niat
dengan mengucap "kalau begitu hari ini aku puasa" ini sudah
menjadi alasan bahwa melafalkan niat tidak boleh dilarang, karna
rasul pernah melakukannya, dan mempermasalahkan hal yang boleh
sehingga diharamkan adalah kejahatan beasar dalam islam sebagaimana
hadits Bukhori.
Anas RA berkata:"Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan
talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan :
Labbaikallahumma Hajjan wa umrotan ("Aku penuhi panggilan-Mu ya
Allah untuk melaksanakan haji dan umrah"). (HR. Bukhari Muslim).
ini melafalkan niat haji atau umroh
"Aku pernah shalat idul adha bersama Rasulullah Saw., maka
ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu
beliau menyembelihnya sambil berkata : "Dengan nama Allah, Allah
maha besar, Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang
tidak sempat berkurban diantara ummatku" (HR Ahmad, Abu dawud
dan turmudzi) ini melafalkan niat dalam berqurban
2. Talaffudz (melafalkan) Niat yang dilakukan oleh para pengikut
madzhab syafi'ie adalah diluar sholat, yaitu sebelum takbirotul
ikhrom, jadi tidak bisa dihukumkan menambah-nambah dalam ibadah,
karna pelaksanaannya diluar sholat, sesuai dengan kesepakatan para
fuqoha' bahwa sholat dumulai dari takbirotul ihrom (takbir
pengharaman), dan rukun sholat dilakukan didalam sholat bukan diluar
sholat, dan mereka tidak menganggapnya sebagai hal yang harus atau
wajib, hanya sekedar penegasan, jika tidak dilakukan, maka sholatnya
tetap syah.
Lalu hukumnya apa??
Qaidah fikih mengatakan asal segala sesuatu adalah bolah, maka hukum
talafudz niat adalh boleh atau mubah, kemudian sebagian ulama
mengatakan sebagai hal yang sunnah, seperti kita tahu hal mubah bisa
menjadi sunnah demikian pula dalam pelafalan niat ini, mengapa
demikian??
1. Terdapat firman Allah yang berbunya :
Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan
disisinya ada malaikat pencatat amal kebaikan dan amal kejelekan
(Al-qaf : 18). dan Kepada Allah jualah naiknya kalimat yang baik
(Al-fathir : 10).
Melafalkan niat untuk sholat jika tidak diiringi dengan ria' atau
pamer, tentu adalah suatu kebaikan yang akan dicatat oleh malaikat.
2. Berkata Ibnu hajar Al-haitsami dalam Tuhfatul Muhtaj II/12
"Dan disunnahkan melafadzkan apa yang diniatkan sesaat menjelang
takbir agar supaya lisan dapat menolong hati dan juga untuk keluar
dari khilaf orang yang mewajibkannya walaupun (pendapat yang
mewajibkan ini) adalah syaz yakni menyimpang. Kesunatan ini juga
karena qiyas terhadap adanya pelafadzan dalam niat haji".
3. Berkata Imam ramli dalam Nihayatul Muhtaj Jilid I/437 :
"Dan disunnatkan melafadzkan apa yang diniatkan sesaat menjelang
takbir agar supaya lisan menolong hati dank arena pelafadzan itu
dapat menjauhkan dari was-was dan juga untuk keluar dari khilaf orang
yang mewajibkannya."
4. DR. Wahbah zuhaili dalam kitab Al-fiqhul islam I/767
:"Disunnatkan melafadzkan niat menurut jumhur selain madzab
maliki."
Adapun menurut madzab maliki diterangkan dalam kitab yang sama jilid
I/214 bahwa : "Yang utama adalah tidak melafadzkan niat kecuali
bagi orang-orang yang berpenyakit was-was, maka disunnatkan baginya
agar hilang daripadanya keragu-raguan".
Intinya terkadang saya dewe tidak melafalkan niat, terkadang
melafalkan, tetapi al-fakir tidak sependapat kepada yang mewajibkan
atau yang melarang (menganggapnya bid'ah), Mewajibkan hal yang tidak
wajib adalah bid'ah dan mengharamkan sesuatu yang halal (boleh)
adalah kejahatan besar. Jika anda mantap untuk tidak melafalkan lebih
baik lakukan yg anda yakini tanpa menghukumi haram (bid'ah), dan jika
anda mantap melakukan niat tersebut maka lakukanlah tanpa
berkeyakinan itu adalah harus atau wajib. Dapat difahami bahwa
talaffudz hukumnya antara mubah dan sunnah, bisa menjadi makruh bila
terlalu kencang dan mengganggu kekhusyu'an teman sebelahnya saat
sholat.
Demikian sedikit pemaparan ini, kiranya ada kesalahan hamba mohon
ampunan kepadaMU ya Allah dan mohon maaf kepada pembaca sekalian,
sekiranya ada benarnya sungguh itu datang dari Allah SWT. wallahu
a'lamu bishowab.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Kami posting untuk pengunjung.
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Pengirim: ahmad - Kota:
prob
|
|
Berniat untuk
melakukan puasa ramadlan memang hukumnya wajib. Dan itu itu harus
sudah ada pada malam harinya, atau paling telat sebelum fajar tiba.
Ini kalau puasa ramadlan, tapi kalau puasa sunnah siang harinya baru
berniat boleh saja asal sejak pagi memang belum makan atau minum.
Sedangkan melafalkan niat, tidak ada keharusan alias tidak wajib
bung!. Sebab niat itu pekerjaan hati sehingga meski tidak dilafalkan
maka niatnya tetap sah. Sebagian ulama membolehkan melafalkan niat
hanya untuk memantapkan hati saja tapi tidak menjadi syarat sahnya
niat. Adapun praktek yang dilakukan di sebagian masjid kita
sebagaimana Anda kemukakan itu sebenarnya hanya untuk mengingatkan
saja atau sebagai sarana pendidikan/mengajari yag beum tau. Saya kira
hakikat ini perlu disampaikan agar tidak difahami sebagai keharusan.
Jadi, bisa saja pihak takmir misalnya, cukup mengingatkan kepada para
jamaah : “Jama’ah sekalian, sekedar mengingatkan dan mengajak,
dipersilakan untuk berniat masing-masing dalam hati untuk puasa kita
esok hari!” Nah, seperti ini pun boleh juga. Jadi tidak harus dengan
dilafalkan bersama, misalnya : nawaitu shauma ghaadin…dan seterusnya.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Untuk memahami sebuah hadits tidak boleh hanya melihat
dhahirnya lafadz saja, namun harus mempertimbangkan penafsiran2
dan penakwilan dengan hadits2 yang lainnya, serta ayat2
Alquran yang terkait, dikarenakan bahasa syariat itu sangat
luas, tidak sesempit pemahaman dhahirnya lafadz. Contohnya
hadits Nabi SAW : Wallahi laa yukminu, wallahi laa yukminu,
wallahi laa yukminu ahadukum, qiila man ya rasuulallah ?
qaala : man laa yakman jaaruhu bawaiqahu (Demi Allah tidak
beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak
beriman..! ditanyakan: Siapa wahai Rasulullah ? Beliau SAW
menjawab: Yaitu orang yang para tetangganya merasa tidak aman
dari kejahatannya). Dhahirnya hadits ini i: tidak berimam
berarti KAFIR. Jika diartikan leterleg apa adanya, tentu
banyak sekali umat Islam yang jadi kafir, karena hanya
sekedar tetangganya terganggu oleh kejailan/isengannya saja
bisa2 di-kafir2-kan loh. Tetapi ulama Ahlussunnah menafsiri
dan menakwilinya dengan arti: Tidak beriman SECARA SEMPURNA,
jadi tidak diartikan KAFIR. Demikian juga hadits: innamal
a'maalu bin niyyah (sesungguhnya amal itu tergantung niat),
menurut Imam Syafi'i, harus ditafsiri/ditakwili: innama
shihhatul a'maali bin niyyah (sesungguhnya sah-nya amal itu
tergantung dari niatnya) jadi menurut madzhab Syafi'i hukum
berniat adalah WAJIB, sedangkan melafadzkannya adalah
mustahab (dianjurkan/sunnah, tidak wajib), salah satu
alasannya karena orang yang melafadzkan niat akan lebih
konsentrasi daripada yang sekedar di dalam hati, dan
melafadzkan niat ini termasuk wilayah ijtihadiyah. Wong nggak
ada yang merasa terganggu kok, kecuali hatinya orang2 yang
memang menyimpan rasa kebencian terhadap amalan baik warga
Ahlussunnag waj jamaah. Ingatkan saat Abu Lahab merasa
terganggu oleh ibadahnya shalatnya Nabi SAW, apakah lantas
Nabi SAW yang dilarang shalat oleh Allah, atau memang langkah
Abu Lahab yang salah total, karena mengingkar syariat Islam ?
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Pengirim: alex - Kota:
surabaya
|
|
ustd, saya mau tanya,
apa wirid setelah sholat 5 waktu diucapkan keras yang dipimpin oleh
imam itu termasuk bid'ah, soalnya ada yang mengatakan itu termasuk
bid'ah malah ada yang mengharomkan karna termsuk menambah2kan
syareat.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Alquran sendiri memerintahkan : wadzkurullah qiyaaman wa
qu'uudan wa 'alaa junuukum (berdzikirlah (boleh dengan/dalam
keadaan) berdiri, duduk, dan tidur terlentang) tentunya juga
dalam keadaan tengkurap, jongkok, dan segala bentuk keadaan
badan, waktunya juga kapan saja boleh pagi, siang, sore
maupun malam, adakalanya sebelum dan sesudah tidur, sebelum
dan sesudah makan, sebelum dan sesudah bekerja, dan boleh
juga sebelum dan sesudah shalat, dan lain sebagainya,
tempatnya juga di semua tempat yang terhormat. Senada dengan
ini juga ayat : Wadzkurullaha dzikran katsiran (dzikirlah
kalian kepada Allah dengan dzikir yang banyak) boleh
sendirian dan boleh juga secara bersama-sama dengan dipimpin
imam, seperti takbiran di malam hari raya, atau membaca
talbiyah labbaikallahumma labbaik bagi orang yang berihram
yang umumnya dibaca bersama rombongan, dipimpin oleh ketua
rombongan dengna suara keras. Jadi gak ada yang bid'ah.
Barangkali yang mengatakannya dzikir setelah shalat itu
adalah bid'ah, karena pemahaman agamanya kurang luas. Pepatah
Arab mengatakan : Man laisa lahu wirid fahua qirid
(barangsiapa yang tidak mempunyai kebiasaan wirid, sama
halnya dengan qirid/monyet.
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Pengirim: arif(alumni piq
santri ramadhan) - Kota: balikpapan
|
|
ass'akum ust sy
mautanya tentang masalah maszhab "kan mayyoritas di indonesia
mengikuti madzhab imam syafi'i, terus bagai mana kalaou kita berada
di daerah yang mayoritas imam malik seperti di mekkah apakah kita
harus mengikuti aturan aturannya imam malik ataukah kita tetap ikut
terhadap imam syafi'i " terus "bagi mana kalou kita yang
ada di indonesia mengikut madzhab imam malik atau imam yang lainya apakah
boleh"trimakasi wassalamualiykum
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Mengikuti madzhab itu tergantung dari kemampuan memahami
ilmu agama. Adakalanya karena tradisi keluarga dan masyarakat
secara turun temurun, yang mana semacam ini dilakukan oleh
kebanyakan kalangan awam, demikian itu karena pelajaran fiqih
dalam madzhab tertentu sudah mendarah daging dipahami oleh
masyarakt tersebut. Namun adakalanya karena pilihan hidup,
karena pelakunya adalah orang alim yang benar-benar memahami
perbedaan pendapat antar para mujtahid, lantas dia memilih
madzha yang sesuai dengan pilihannya. Jadi jika seseorang
hidup di kalangan masyarakat yang bermadzhab Syafi'i
misalnya, lantas karena dia mendalami madzhab Maliki, maka
dia boleh memilih apakah dia tetap mengikuti masyarakat pada
umumnya, atau dia memilih bermadzhab Maliki sesuai yang
diperdalaminya.
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Pengirim: ono - Kota:
jakarta
|
|
Mungkin Klo Rosul SAW
masih hidup mpe skg..pasti beliau akan menertawakan kita sbagai
umat..klo ibadah fardu yg sifat nya maghdoh harus ,mengikuti hukum yg
di gariskan..tapi klo hal2 yg menyangkut sehari ya di disesuaikan dgn
kndisi skg ini..kan kata Nabi berbicara dan berpikir dg sesuai jaman
mu...nah itu kan fleksibel kayak sholat pke clana pnjng ..yg penting
kan nutup aurat...gitu mas..ntar deh ente tanya nabi klo ente dah
mati yg Insya Alooh ktmu Nabi SAW..wassalm
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Wah, ente menulis di internet ini aja sudah bid'ah, jadi
sesuai keyakinan ente sendiri, pasti ente termasuk calon
penghuni neraka, karena semua bid'ah itu kan sesat menurut
ente. Ayoo jawab !
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Pengirim: HADI AL-BADR - Kota:
Singosari Malang
|
|
Assalamu'alaiku..
afwan ustad dengan tidak bermaksud menggurui siapapun, ana ingin
menambahkan sedikit:
Telah masyhur di kalangan kita bahwa sebagian besar manusia dalam
menjalankan agamanya hanya mengikuti apa-apa yang di ajarkan oleh
Kyai-kyainya, atau Ustadznya tanpa mengikuti dalil-dalil yang jelas
dari agama ini. Mengikuti di sini yang dimaksudkan adalah mengikuti
tanpa dasar ilmu. Mereka hanya manut saja apa kata Sang Kyai atau
Sang Ustadz, seolah apa yang mereka katakan pasti benar. Di sini kita
melihat kebenaran hanya diukur oleh ucapan-ucapan kyai/ustadz
tersebut tanpa melakukan pengecekan terhadap dasar ucapan mereka.
Mereka tidak mengecek apakah sumbernya dari Rasulullah shalallahu alaihi
wa sallam, atau hanya bersumber dari hadits-hadits yang lemah, atau
lebih fatal lagi bila bersumber dari hadits yang palsu. Inilah
sesungguhnya Hakekat dari Taklid.
Ingatlah wahai saudaraku kaum muslimin .. bahwasannya kebenaran atau
al haq itu bukan berdasarkan banyaknya pengikut atau status sosial
orang yang mengucapkan, karena kebenaran akan tetap merupakan
kebenaran meskipun hanya sedikit yang mengikutinya. Dan yang namanya
kebatilan merupakan kebatilan sekalipun seluruh manusia mengikutinya.
Dan kebiasaan mengekor tanpa ilmu ini jelas-jelas merupakan suatu hal
yang sangat tercela. Bahkan Alloh mengharamkan untuk mengikuti
sesuatu yang kita tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sebagaimana
disebutkan dalam Al-Quran " Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya ." (QS.
Al-Israa : 36). Dan juga perkataan Imam Bukhori " Bahwa ilmu itu
sebelum ucapan dan perbuatan ." Dampak yang nyata terhadap hal
ini ialah semakin jauhnya para muqolid (orang-orang yang taklid) ini
dari ajaran Islam yang murni, dimana amalan-amalan mereka banyak yang
bersumber dari hadits yang dhoif (lemah) atau bahkan hadits palsu dan
bahkan mungkin mereka beramal tanpa ada dalil, hanya mengikuti ucapan
Kyai atau Ustadznya. Jika dikatakan kepada mereka bahwa amalan mereka
itu menyelisihi dalil yang shohih dari Rosulullah shalallahu alaihi
wa sallam, mereka mengatakan "kami hanyalah mengikuti apa-apa
yang ada pada bapak-bapak kami atau kyai / ustadz kami."
Contoh paling nyata sekarang ini, kebanyakan mereka mengaku mengikuti
Madzab Syafii, Hambali, Hanafi, dan Maliki dari para imam-imam
madzab. Padahal kalau kita tengok ajaran/perbuatan/amalan mereka
sangat jauh dari perbuatan imam-imam madzab tersebut. Mereka begitu
fanatik kepada madzab yang mereka ikuti, bahkan bila ada seseorang
yang berkata yang perkataannya itu bertentangan dengan madzab yang
mereka anut, walaupun ucapannya itu haq adanya, niscaya mereka akan
menentangnya habis-habisan, dan yang demikian ini terjadi. Wahai
saudarakupadahal agama adalah nasehat, sebagai sesama kaum muslimin
harus saling menasehati. Lantas bagaimana kalau sikap mereka menolak
dari nasehat orang yang tidak sesuai dengan pendapat mereka (meskipun
nasehat yang haq).
Agama Islam dibawa oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
kemudian para shahabatnya meneruskannya, kemudian lagi para tabiin
terus sampai jaman kita sekarang ini, kita harus mengikuti mereka.
Dalam beragama itu harus mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah yang shohih
sesuai dengan pemahaman para shahabat Rosulullah shalallahu alaihi wa
sallam. Kita harus memahami agama ini sesuai dengan pemahaman para
shahabat karena merekalah orang-orang yang paling tahu tentang sunnah
Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang
pilihan yang dididik secara langsung oleh Rasulullah shalallahu alaihi
wa sallam. Kalau ada yang keliru diantara mereka langsung ditegur
atau dibetulkan/diluruskan oleh Beliau shalallahu alaihi wa sallam.
Jadi pada jaman shahabatlah agama ini sangat terjaga kemurniannya.
Untuk itu kita wajib menjalankan agama ini sesuai petunjuk Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam dan sesuai dengan apa yang dipahami oleh
para shahabat Beliau shalallahu alaihi wa sallam. Inilah sesungguhnya
Hakekat dari Ittiba (mengikuti).
Berikut ini akan kami sampaikan pendapat dari Empat Imam tentang
masalah Taklid dan Ittiba :
1. Imam Asy Syafii
- "Tidak ada seorang pun kecuali dia harus bermadzhab dengan
Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam dan menyendiri
dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan
kepada suatu asal di dalamnya dari Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam yang bertentangan dengan ucapanku, maka peganglah sabda
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Inilah ucapanku."
- "Apa bila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang
bertentangan dengan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
maka peganglah ucapan Beliau dan tinggalkanlah ucapanku."
- Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Nabi shalallahu alaihi
wa sallam terdapat hadits yang shohih yang bertentangan dengan
perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Oleh karena itu
janganlah mengikuti aku."
- "Apabila hadits itu shohih, maka itu adalah madzhabku."
- "Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa telah terang
baginya Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam maka tidak
halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan
seseorang."
- "Setiap masalah yang di dalamnya kabar dari Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam adalah shohih bagi ahli naqli dan
bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di
dalam hidupku dan setelah aku mati."
2. Imam Ahmad bin Hambal
Beliau berkata :
- "Janganlah engkau mengikuti aku dan janganlah pula engkau
ikuti Malik, Syafii, Auzai, Tsauri, tapi ambillah dari mana mereka
mengambil."
- "Barang siapa menolak hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa
sallam maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran."
- "Pendapat Auzai, pendapat Malik dan pendapat Abu Hanifah
semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan
hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar"
3. Imam Malik bin Anas
Beliau berkata :
- "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan
benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai
dengan kitab dan sunnah, ambillah dan yang tidak maka
tinggalkanlah."
- "Tidak ada seorangpun setelah Nabi r, kecuali dari
perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi
Muhammad r.
4. Imam Abu Hanifah
Beliau berkata :
- "Apabila hadits itu shohih maka hadits itu adalah madzhabku
- "Tidak dihalalkan bagi seorang untuk berpegang kepada
perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya"
- Dalam sebuah riwayat dikatakan,Adalah haram bagi orang yang tidak
mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku."
- "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan
kitab Alloh dan kabar Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, maka
tinggalkanlah perkataanku."
Demikianlah wahai saudaraku kaum muslimin, pendapat dari empat imam
tentang larangan taklid buta. Mereka memerintahkan kita untuk
berpegang teguh dengan hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa
sallam, serta melarangnya untuk mengikuti mereka tanpa melakukan
penelitian. Jadi mereka para Imam yang empat melarang keras kepada
kita untuk taqlid buta / membebek / mengekor tanpa ilmu.
Barang siapa yang berpegang dengan setiap apa yang telah ditetapkan
di dalam hadits yang shohih, walaupun bertentangan dengan perkataan
para imam, sebenarnya tidaklah ia bertentangan dengan madzhabnya
(para imam) dan tidak pula keluar dari jalan mereka, berdasarkan
perkataan para imam di atas. Karena tidak ada satu ucapanpun yang dapat
mengalahkan ucapan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bahkan
ucapan para shahabat pun !!! Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas :
"Aku khawatir akan datang hujan batu dari langit, aku ucapkan
Rosululloh berkata .., engkau ucapkan Abu Bakar berkata, dan Umar
berkata".
Inilah sikap yang seharusnya kita ambil, mencontoh para shahabat,
imam-imam yang mendapat petunjuk, di mana merekalah yang telah
mengamalkan dien/agama ini sesuai dengan petunjuk Rosulullah
shalallahu alaihi wa sallam, tidak mengada-ada (tidak
menambah/mengurangi). Dan hal inipun menunjukkan kesempurnaan ilmu
yang ada pada mereka (para Imam) dan ketaqwaannya. Kadang kala mereka
mengakui bahwasannya tidak semua hadits mereka ketahui.Terkadang
mereka menutupkan suatu perkara dengan ijtihad mereka, namun hasil
ijtihad mereka keliru karena bertentangan dengan hadits yang shohih.
Hal ini dikarenakan belum sampainya hadits shohih yang menjelaskan
tentang perkara itu kepada mereka. Jadi sangatlah wajar bagi
seseorang yang belum paham suatu permasalahan kembali berubah sikap
manakala ada yang menasehatinya dengan catatan sesuai dengan sunnah
yang shohih dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Wallahu
Alam.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Ini bumi Indonesia Buung ! Masyarakatnya juga sangat
hitrogen bin komplek bin macam-macam tingkat pemahamannya.
Ada di antara mereka yang belajar di pesantren sehingga dapat
mempelajari agama ini dengan baik, itupun jika berada di
pesantren dengan masa yang cukup lama. Sedangkan bagi mereka
yang hanya sebentar saja menimba ilmu di pesantren, apalagi
yang bersifat pesantren kilat, pasti hanya sedikit
mendapatkan pendidikan agama. Belum lagi keberadaan tukang
sayur, tukang ojek, tukang becak dan yang semisalnya, yang
mana jumlah mereka sangat tidak sedikit, mereka hanya
mendapatkan pelajaran agama dari keluarga ataupun guru ngaji
yang berada di kampung-kampung untuk sekedar mengetahui tata
cara shalat, zakat, dsb.
Lha kaum terpelajar akademisi yang jumlahnya jutaan orang
saja, mereka belum tentu dapat mempelajari agama dengan baik,
belum lagi kalangan kaum wanitanya, yang sering kali tenaga
mereka terkuras untuk memasakkan keluarganya serta mengurusi
keperluan lainnya, tentunya mereka tidak sempat menghafal
dalil-dalil Alquran maupun hadits. Terus, apakah mereka
menjadi tidak wajib atau belum wajib untuk melaksanakan
shalat karena tidak atau belum tahu dalil-dalil dari Alquran
maupun Hadits Nabawi tentang kewajiban melaksanakan
shalat?Apakah jika mereka shalat hanya berbekal ilmu yang mereka
pelajari dari Kiai/ Ustadz/ Guru ngaji, maka shalat mereka
tidak sah? Kami kira, masalah tahu dalil Alquran-Hadits atau
tidak tahu dalilnya itu, hanyalah masalah afdhaliyah, yang
tahu dalil lebih afdhal daripada yang tidak tahu dalil.
Dalam masalah ibadah Imam Syafii mempunyai qaul qadim
(pendapat lama), yaitu misalnya tentang syarat-syarat sahnya
pelaksanaan shalat Jumat dari segi jarak antar dua masjid
yang sama-sama melaksanakan shalat Jumat, namum saat beliau
hijrah ke Mesir, yang mana keadaan masyarakatnya lebih
hitrogen, beliau mendapati pelaksanaan shalat Jumat di Mesir,
jarak antar masjid yang sama-sama melaksanakan shalat Jumat,
ternyata tidak sesuai dengan hasil fatwa yang beliau cetuskan
di Iraq. Maka wasakata anhus Syafii (Imam Syafii pun
membiarkan/menetapkan bolehnya shalat Jumat dengan jarak
antar masjid yang sama-sama melaksanakan shalat Jumat yang
lebih dekat di banding dengan hasil ijtihadnya saat berada di
Iraq). Karena itu ada istilah qaul jadid (pendapat baru)
dalam madzhab Syafii.
Nah, kaum awam yang sangat awam, yang tidak mampu memahami
agama secara mendalam karena beberapa alasan, cukuplah kita
beri pengertian jika mereka belum mampu mencari dalil sendiri
agar rajin hadir majlis taklim maupun pengajian umum, dan
kita beri solusi agar mereka tidak segan-segan bertanya
kepada Kiai/ Ustadz/ Guru ngaji, dan kita beri bekal mereka
satu ayat Alquran saja agar mudah diingat : Fas aluu ahladz
dzikri in kuntum laa talamuun (bertanyalah kepada orang alim/
yang mengerti agama/ Kiai/ Ustadz/ Guru ngaji, apabila kalian
tidak memahami masalah agama).
Jika tidak demikian, tentu jarang orang Indonesia yang tidak
shalat, tidak zakat, tidak puasa, tidak haji, dan seterusnya
gara-gara tidak dapat mencari dalil-dalil dari ayat Alquran
maupun haditsnya. Betul nggak Buung ?
Nabi berpesan: Khaathibun naasa bi qadri uquulihim (bicaralah
dengan orang-orang itu, sesuai dengan kemampuan akal mereka)
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Pengirim: ARAH - Kota:
malang
|
|
Alhamdulillah ... kita
semakin mengetahui perihal akar permasalahan mengenai taklid semacam
ini.
Namun kita juga harus waspada, mereka yang mengatakan anti taklid
juga melakukan taklid habis-habisan terhadap para guru atau
ustad-ustad mereka. Kalo gurunya pakai celana cingkrang mereka ikut
memakainya walaupun kelihatan lucu jika dilihat orang, jika gurunya
pakai jenggot mereka juga memaksakan diri pakai jenggot, walaupun
jenggot yang tumbuh cuma dua lembar (jadi seperti jenggotnya lele).
Kalo gurunya mengatakan pengajian ini bid'ah .... aliran itu bid,ah,
mereka juga membebek tanpa mengecek kebenarannya (mana pernah orang
Wahabi/Salafi mau mengikuti pengajian kyai-kyai, selain yang seide
dengannya), bukankah ini taklid juga namanya?
Namun ironisnya ustad ... kaum wahabi/salafi adalah yang paling suka
mengikuti taklid semacam itu ... bahkan mereka menggunakannya untuk
menyebarkan ajaran mereka pada orang-orang awwam. seperti mahasiswa
dikampus-kampus umum (bukan kampus Islam). Pertama, para mahasiswa
yang awwam tersebut di suguhi penampilan/stile yang tampaknya Islami
oleh para ustad-ustad mereka, dengan dandanan jenggot lebat dan jidat
hitam (seakan-akan banyak sujud, Wallahua'lam), juga pakaian jubah
dan celana cingkrang. Mahasiswa yang "polos" tersebut
akhirnya berkeyakinan bahawa ini adalah yang paling Islami...
akhirnya mengaji dengan ustadz Fulan tersebut. setelah ngaji barulah
ajarannya dimasukkkan ... ini bid'ah, ini sesat, ini musyrik ... dan
himbauan agar tidak mengikuti ta'lim disana karena ahli bid'ah,
jangan membaca buku ini karena sesat dan jangan ... jangan ... bla...
bla.... bla....
Lalu mahasiswa yang telah manthuk-manthuk tersebut mulailah membebek
sang ustadz Fulan, sambil meneriakkan hal yang sama (bahkan lebih
fanatik), dan keesokan harinya dia sudah pakai celana cingkrang,
libur beli cukuran, dan jidatnya di gosok-gosok agar jadi hitam....
ha... ha.... ha.... bukankah seperti ini yang sering terjadi?
Mereka mengatakan anti taklid agar orang-orang Sunni tidak taklid
dengan kyai-kyainya dan akhirnya mudah dipengaruhi untuk jadi
Wahabi/salafi (ini sih lagu lama).
Jika mereka mengaku tidak bertaklid, pernahkah ustadz-ustadz
wahabi/salafi mengajarkan pada muridnya untuk studi hadits ke
pondok-pondok pesantren?
pernahkah mereka mengadakan studi literatur dangan kitab-kitab kuning
untuk belajar perihal sanad hadits-hadits?
Para kyai, para Asatidz Ahlusunnah tentu terbuka jika ada para
pengikut Wahabi atau yang sekarang menamakan diri sebagai Salafi, mau
melakukannnya Ahlan wasahlan ya akhi .....
Contoh kongkretnya ... itu, si Mahrus Ali yang mengaku mantan kyai
NU, tak pernah mau jika diajak dialog, ... ini kan konyol namanya ...
menulis buku namun tidak berani bertanggungjawab terhadap apa yang
ditulisnya. (bukan hanya lempar batu sembunyi tangan, tapi lempar
masalah sembunyi badan ... ini kan fitnah namanya)
Sudahlah wahai penganut Wahabi, kita ummat Islam sudah tau cara-cara
engkau dalam menyebarkan ajaran-ajaranmu. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan perlindungan serta kekuatan kepada kita agar istiqomah di
jalan Ahlusunnah wal jama'ah. Amin.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Ini pelajaran tambahan untuk Hadi Albadr, kalau ente asli
Singosari, yaa datang saja ke Markaz Pejuang Islam untuk
duduk bareng mempelajari dalil-dalil bolehnya bertaqlid bagi
kaum awwam, sekalipun tidak tahu dalil Alquran Haditsnya.
Alamat Ribath Almurtadla di jalan Tumapel Gg 2-B no 28
Singosari, sangat gampang untuk dicari dan ditanyakan. Okeey
?
|
|
|
|
|
|
|
|
12.
|
Pengirim: abu ilmy - Kota:
makassar
|
|
assalamualikum afwan
ternyata anda tidak mengetahui makna bid'ah yang sebenarnya bisakah
anda jelaskan makna bid'ah yang anda bicarakan disini karena jika
nada memaknai bid'ah hanya memaknai bid'ah dari segi etimologi saja
maka jelas anda telah salah besar misalnya pakaian jelas jenis dan
corak pakaian walaupun tidak ada di jamn rasulullah S.A.W. itu bukan
termasuk perkara bid'ah yang terlarang
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Berarti ada Bid'ah yang boleh kaaaaaaaan. Ya itu namanya
Bid'ah hasanah. Lah, Wahabi sendiri sudah berbuat BId'ah,
dengan membagi definisi Bid"ah menjadi dua, Bid'ah yang
boleh (Dunyawiyah) dan Bid'ah yang dilarang (Diniyah) seperti
kata anda. Mana dooong dalilnya dari ayat Alqur'an dan Hadits
Shahih tentang pembagian Bid'ah boleh dan dilarang itu?
|
|
|
|
|
|
|
|
13.
|
Pengirim: deni - Kota:
jakarta
|
|
ha... ha... ha...
Tenang man, wahaby tuh kalo dah mentok akhirnya pakai tradisi
Ahlusunnah juga. itu udah beberapa kali terjadi ....
contoh neh ... dulu, yang ane tau ... orang-orang wahabi mane percaye
ma Rukyah/pengobatan yang pake air-air itu, tapi akhirnya dia juga
pake sekarang. palagi sekarang ada rukyah massal yang banyak
dilakukan ame mereka, yang kayaknya neh ... gue belum pernah tau, itu
pernah dilakukan Rosulullah ... apa gak bid'ah tuh? terus tuh jenis
bid'ah yang mane .... ???
Dulu mesjid - mesjid yang arahnya ke wahaby-wahaby-an, kagak pernah
ada yang namanya maleman waktu malem ganjil akhir bulan Romadlon,
sekarang dibeberapa masjid mereka, udah mulai ngadain dengan nama
iktikaf, dikoordinasi ame takmirnya. ujung-ujungnya sih sama ame
masjid-masjid Ahlusunnah ....
mentok ni yeeeeeeeeeee ....
Yang belum kan ngadain tahlilan, Maulidan ame yasinan, ntar mereka
bikin juga ... dikasi name ape yeeeeeeeee kira2 ???
oh ya dulu mereka kagak pernah pake nama salaf, sekarang mereka eh
.... pake judul salafi .... biar laku kaleeee.
Cuma dasar gak tau malu, mereka tetep aje gakak ngakuin tuh semua
....
ngerase sok paling ngerti lagi ....
kagak mau belajar selain ma ustadz-ustadz mereka ....
taklid juga tuh namanya ....
Taklid tuhye , kalo ke Ulama yang istiqomah dan garis lurus kayaknya
gak apa ya kyai lutfi ?
yang kagak boleh tuh kan taklid ame kyai su' yang ngajarin aneh-aneh
...
palagi taklid ame kyai yang mengatakan kitab suci kite paling porno,
baru tuh keliru namanya ...
smoga kyai Lutfi sehat walafiat, .... Ane jadi ketagihan buka
pejuangislam.com jadinye .... taklid juga ya kyai namenye ??? ha ...
ha ... ha ...
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Jazakumullah kher, kami posting untuk pengunjung
khususnya untuk teman-teman salafi. Okeey !!
|
|
|
|
|
|
|
|
14.
|
Pengirim: ENDRO - Kota:
solo
|
|
ASS.WR.WB
Kebenaran hanya milik ALLAH.
YA ALLAH, AMPUNI KEBODOHANKU
Al Baqarah-002:286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdo'a): "Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
YA ALLAH BERILAH AKU PETUNJUK
Ali Imran-003:008. : "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan
hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau;
karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".
YA ALLAH, CONDONGKAN HATIKU KEPADA CINTA
Akan ada suatu umat dari umatku yang masih tetap melaksanakan
perintah Allah, maka tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang
mengecewakan dan menentangnya dan sampai tiba ketentuan Allah mereka
tetap dalam penderitaan tersebut. (HR. Al Hakim)
Orang yang shaleh selalu mendapat tekanan-tekanan. (HR. Al Hakim)
Allah Azza wajalla mewajibkan tujuh hak kepada seorang mukmin
terhadap mukmin lainnya, yaitu: (1) melihat saudara seimannya dengan
rasa hormat dalam pandangan matanya; (2) mencintainya di dalam
hatinya; (3) menyantuninya dengan hartanya; (4) tidak menggunjingnya
atau mendengar penggunjingan terhadap kawannya; (5) menjenguknya bila
sakit; (6) melayat jenazahnya; (7) dan tidak menyebut kecuali
kebaikannya sesudah ia wafat. (HR. Ibnu Baabawih)
Sebaik-baik kamu ialah yang diharapkan kebaikannya dan aman dari
kejahatannya, dan seburuk-buruk kamu ialah yang tidak diharapkan
kebaikannya dan tidak aman dari kejahatannya. (HR. Tirmidzi dan Abu
Ya'la)
Tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman, tidakkah kalian
beriman sehingga kalian saling mencintai, Maukah kamu aku tunjukkan
tentang sesuatu yang apabila kalian melakukan-nya akan saling
mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian. (HR. Muslim 2/35).
YA ALLAH, JAGALAH LIDAHKU
Al Ahzab-033:070-071. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki
bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan
barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah
mendapat kemenangan yang besar.
YA ALLAH, DEKATKAN AKU KE JALAN HIDUP RASULULLAH
Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan
sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan
seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang
diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap
kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Muslim)
Allah Ta'ala berfirman (dalam hadits Qudsi) : "Kebesaran
(kesombongan atau kecongkakan) pakaianKu dan keagungan adalah
sarungKu. Barangsiapa merampas salah satu (dari keduanya) Aku lempar
dia ke neraka (jahanam)." (HR. Abu Dawud)
YA ALLAH, BERILAH AKU ILMU DAN AKAL
Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. membaca firman Allah yang berbunyi: Dialah yang
menurunkan Alkitab (Alquran) kepada kamu. Di antara isinya ada
ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Alquran dan yang lain
ayat-ayat mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat
daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan
Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: Kami beriman
kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran daripadanya melainkan
orang-orang yang berakal. Setelah membaca firman tersebut Rasulullah
saw. bersabda: Apabila kamu melihat orang-orang yang mengikuti
ayat-ayat yang mutasyabihat dari Alquran, maka mereka itulah
orang-orang yang telah disebut oleh Allah. Maka waspadalah terhadap
mereka. (Shahih Muslim No.4817)
YA ALLAH, SEMOGA PARA IMAM2-KU TIDAK BODOH
Hadis riwayat Abdullah bin Amru bin Ash ra., ia berkata:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah
tidak mengambil ilmu dengan cara mencabutnya begitu saja dari
manusia, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara mencabut
(nyawa) para ulama, sehingga ketika Allah tidak meninggalkan seorang
ulama pun, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh yang
apabila ditanya mereka akan memberikan fatwa tanpa didasarkan ilmu
lalu mereka pun sesat serta menyesatkan. (Shahih Muslim No.4828)
YA ALLAH, JAUHKAN DARI PAKAIAN YANG MEMBUAT DIRIKU SOMBONG
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Ia melihat seorang lelaki menyeret kainnya, ia menghentakkan kakinya
ke bumi, lelaki itu adalah pangeran (penguasa) Bahrain. Ia berkata:
Pangeran datang, pangeran datang! Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak akan memandang orang yang menyeretkan
kainnya dengan kecongkakan. (Shahih Muslim No.3893)
"Allah tidak akan memperhatikan di hari Kiamat kelak kepada orang
yang menyeret kainnya karena sombong". (Muttafaq'alaih).
"Apa yang berada di bawah kedua mata kaki dari kain itu di dalam
neraka" (HR. Al-Bukhari).
YA ALLAH, AMPUNI KAMI...
Hadis riwayat Ibnu Masud ra., ia berkata:
Ada tiga orang yang berkumpul di dekat Baitullah, dua orang dari
Quraisy dan seorang dari Tsaqafi atau dua orang dari Tsaqafi dan
seorang Quraisy. Mereka adalah orang-orang yang memiliki sedikit
pemahaman agama yang selalu disibuki oleh urusan perut mereka. Salah
seorang di antara mereka berkata: Apakah kamu berpendapat bahwa Allah
akan mendengar apa yang kita bicarakan? Seorang lagi menjawab: Allah
akan mendengar apabila kita mengeraskan suara dan tidak akan
mendengar jika kita merendahkan suara. Yang lain lagi membantah: Jika
Allah mendengar bila kita mengeraskan suara, maka Dia pasti akan
mendengar bila kita merendahkan suara pembicaraan! Lalu Allah
menurunkan ayat: Dan kamu sekalian sekali-kali tidak dapat
bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulit kalian
terhadap kalian. (Shahih Muslim No.4979)
WWW.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Amiiin. Benar sekali kita wajib memohon kepada Allah agar
tidak menjadi orang yang sombong. Nabi SAW mendiskrepsikan
SOMBONG adalah Bathorul haq (menolak kebenaran) wa ghomthun
naas (menganggap rendah orang lain), misalnya menolak dan
menuduh bid'ah sesat kepada orang yang mengamalkanm hadits
Nabi yang artinya : Barangsiapa memberi contoh prilaku baru
yang baik di dalam Islam , maka baginya mendapatkan pahalanya
dari amalan baik yang dia rintis, dan kiriman pahala dari
orang yang mengikuti amalannya itu...! (contoh prilaku baru
yang baik itu adalah mengadakan jama'ah yasinan keliling
kampung), dan arti Ghomthun naas (memandang rendah orang
lain) contohnya adalah selalu merasa paling benar, paling
salafi, paling murni dalam menjalankan pemahamannya dan
sebagainya, sehingga selalu memandang salah, mengatakan
bodoh, menuduh sesat kepada orang lain yang tidak sependapat
dengan dirinya padahal hanyalah perbedaannya dalam urusan
khilafiyah furu'iyyah yang diperbolehkan dalam Islam, karena
sama-Sama memilki dalil ayat Alquran dan hadits nabawiyyah,
hanya saja lain dalam penjabaran dan pemahaman, yang mestinya
tidak perlu untuk dijadikan sarana permusuhan. Lah, para
shahabat yang berbeda pendapat saja masih bisa saling
menghormati. Lihat Sayyidah A'isyah berselisih pendapat
dengan Sayyidina Abu Hurairah dan para shahabat lainnya
tentang apa umat Islam dapat melihat Allah di sorga secara
langsung. Namun di antara mereka tetap saling menghormati.
|
|
|
|
|
|
|
|
16.
|
Pengirim: supriyadi
- Kota: jember
|
|
bagaimana dg hukumnya
melaksanakan tahlilan setiap ada org yg meninggal? yg mana itu skrg
sdh menjadi keharusan dan menjadi wajib yg hrs dilaksanakan oleh
keluarga yg ditinggalkannya.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Tahlilan untuk mayit itu hukumnya sunnah, bukan wajib,
karena Nabi SAW lah yang memerintahkan umat Islam: Iqrauu
yaasiin 'alaa mautaakum (Bacakan surat Yasin untuk mayit
kalian). Sedangkan Tahlilan itu bersinonim dengan Yasinan
untuk mayit.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar