Tanggapan
:
1.
|
Pengirim: ridwan - Kota:
probolinggo
|
|
Tidak Ada Dasar Hukum
Yang jelas bahwa praktek tabur bunga itu tidak ada perintah atau
dasar aturannya dari syariat Islam. Adapun apakah bila melakukannya
seseorang dianggap melakukan bid’ah dan dosa, hal itu masih bisa
menjadi bahan perbedaan di antara para ulama.
Sebagian ulama memandang apa pun jenis pekerjaan yang terkait dengan
kuburan yang tidak ada contoh atau perintahnya dari Nabi SAW adalah
bid’ah, sesat dan dosa. Sehingga tabur bunga, menziarahi kubur pada
waktu tertentu, membaca Al-Quran di kuburan dan sebagainya sudah
dianggap dosa. Meskipun tidak ada dalil yang secara sharih dan tegas
melarang hal itu.
Disisi lain, ada sebagian ulama yang tidak mengharamkan langsung
apa-apa yang tidak ada dasar perintahnya dari Nabi SAW. Mereka
berpatokan bahwa asal hukum segala sesuatu itu halal, sampai ada
dalil tegas yang mengharamkannya. Apalagi urusan kuburan ini bukanlah
termasuk ibadah mahdhah yang hukum dasarnya haram, kecuali ada
perintahnya.
Sedangkan di luar masalah ibadah mahdhah, hukum dasarnya justru halal
dan silahkan kerjakan apa saja, sampai adanya dalil yang melarangnya.
Dan ternyata tidak ada dalil yang secara tegas melarang untuk menabur
bunga dan air mawar ke kuburan, menurut mereka.
Jalan Tengah
Jalan tengah dari kedua perbedaan ini adalah sebaiknya kita tidak
melakukan sesuatu yang dikhawatirkan nantinya bisa dianggap oleh
orang sebagai bagian dari ritual ibadah. Kalau memang suatu hal tidak
ada dasar perintahnya dari syariat, maka untuk apa dilakukan, apalagi
bila secara logika memang tidak ada penjelasannya.
Tidak Punya “Dasar Logika Dan Dasar Syariah
Menabur bunga di atas kuburan dan air mawar tidak bisa dijelaskan
alasannnya secara logika, juga tidak ada alasannya secara syariah.
Lalu alasan satu-satunya adalah dalil ikut-ikutan orang lain. Karena
melihat orang lain melakukan tabur bunga dan menyiram air mawar, lalu
karakteristik bangsa kita yang salah satunya ikut-ikutan mendorong
kita melakukannya, bahkan merasa ‘WAJIB’ untuk melakukannya.
Pada tingkat merasa WAJB iniloah sebenarnya kita sudah masuk ke
wilayah rawan bid’ah. Sebab sebuah bid’ah itu selalu dimulai dari hal
yang tadinya dianggap biasa-biasa sja, lalu seiring dengan
bergantinya generasi, jadilah praktek itu seusaudu yang WAJIB
dilakukan. Dan itulah bid’ah yang sejati.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh
Sumber
http://72.14.235.132/search?q=cache:CLw7GI6r8uwJ:www.syariahonline.com/kajian.php%3Flihat%3Ddetil%26kajian_id%3D6865+hukum+fiqh+tabur+bunga&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id
mohon hidangan ilmunya Yai..!?
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Nyekar atau Tabur Bunga dalam bahasa kita, justru telah
kami terangkan dalam artikel, sebagai amalan ittiba’ bin nabi
(mengikuti amalan sunnah Nabi SAW ). Barangkali hanya
istilahnya saja yang berbeda, jika Nabi SAW melaksanakan
amalan ‘Tancap Dahan’ di atas kuburan, maka warga Indonesia
lebih mengenal dengan ‘Tabur Bunga’ atau ‘Nyekar’ di atas
kuburan. Subtansinya sama saja, yaitu sabda Nabi SAW : Asaa
an yukhaffifa anhumaa maa lam yabisaa (semoga Allah
meringankan kedua mayyit (dalam kuburan) ini, sebelum dahan
itu mengering. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim dari Ibnu Abbas.
Terus apanya yang salah jika umat Islam mengamalkan hadits
ini. Artinya umat Islam Indonesia mengikuti salah satu cara
Nabi SAW mendoakan penghuni kuburan agar diberi keringanan
siksa, yaitu dengan cara Beliau SAW menancapkan dahan atau
pelepah korma, sedang umat Islam Indonesia ikut mendoakan
penghuni kuburan dengan cara menabur bunga, adapun harapannya
sama dengan harapan Nabi SAW, yaitu diringankannya siksa
kubur bagi penghuninya selagi dahan korma maupun bunga
tersebut masih segar.
Seperti diterangkan dalam hadits yang lain misalnya, bahwa
Nabi SAW pernah berobat dengan madu, lantas apakah salah dan
bid’ah dhalalah jika ada seorang muslim Indonesia yang ingin
ber-ittiba’ mengikut sunnah Nabi SAW dalam urusan berobat
menggunakan madu tetapi dicampur kunyit, atau dalam
pengobatan tradisional Jawa dikenal dengan jamu Kunir Madu.
Wah, kalau yang kayak begini dibilang nggak boleh, apalagi
bid’ah dhalalah, rasanya kok nggak seorangpun dari muslim
Indonesia ini yang terlepas dari kaedah bid’ah dhalalah.
Karena Nabi SAW tidak pernah keluar rumah untuk berdakwah dan
beribadah dengan menggunakan celana panjang dan memakai hem
baju, atau baju koko. Juga Nabi SAW seusai berdakwah, tidak
pernah makan soto, rawon, nasi pecel, dan tidak pernah
berangkat dakwah dengan naik motor, becak, angkot, pesawat,
KA, seperti juga tidak adanya riwayat haditspun bahwa Nabi
pernah beli HP, pasang telepun, membuka situs sekalipun untuk
tujuan dakwah. Terus, apa para pemakainya yang kini tersebar
di pelosok tanah air ini, juga terjerat oleh kaedah bid’ah
dhalalah…?
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pengirim: AHWAN AKHADI - Kota:
Malang
|
|
(sambungan-2): dan
kesesatan ini akan lebih berat konsekwensinya apabila telah
mengetahui ilmu sesuai dengan penafsiran ahli hadist dan ahli tafsir
namun tetap melakukan amalan tersebut, karena telah nyata pelakunya
telah berani menyelisihi as-sunnah.
Kesia-siaan tabur bunga sangat terlihat pada waktu nyekar di bulan
Ramadhan atau menjelang syawalan. Di kampung saya (lebaran kemarin)
setiap KK menyisihkan uangnya Rp 50rb untuk beli kembang traseh (ndak
tahu juga kenapa harus traseh), jika di kampung saya ada 200KK,
setidaknya ada Rp. 10JT setiap tahun terbuang di kuburan. Coba bila uang
itu digunakan untuk memelihara masjid atau membiayai TPA misalnya,
bukankah amalan sodaqoh untuk mayit sudah jelas (dalilnya) akan
diterima oleh Allah SWT.
Padahal pada saat dimintakan jariyah untuk memperbaiki masjid atau
membantu guru-guru ngaji, paling hanya 5 atau 10 ribu, itupun
disertai grundelan.
Lalu mengapa mereka begitu ikhlas membuang uang dan hartanya di
kuburan ?
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
(jawaban-2): Akhi, coba perhatikan firman Allah, laqad
kaana lakum fii rasuulillahi uswatun hasanah (sungguh bagi
kalian itu, terdapat contoh yang baik dalam diri Rasulullah).
Apa Akhi pernah menbaca Alquran tentang ayat tersebut dapat
memahaminya? Apakah Akhi juga masih meyakini kebenaran
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim ?
Jadi apapun yang dilakukan oleh Rasulullah itu, adalah contoh
yang baik bagi umat Islam untuk diamalkan juga, sedangkan
perilaku Tancap Dahan di atas kuburan itu adalah amalan Nabi
SAW, menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim.
Apakah Nabi SAW dalan mengamalkan Tancap Dahan ini, termasuk
mengajarkan kesesatan menurut pemahaman Akhi ?
Perlu Akhi cermati lagi tulisan kami, Nyekar Bunga di Atas
Kuburan. Tidakkah telah kami terangkan perbedaan kultur alam
saja yang membedakan amalan Nabi SAW Tancap Dahan dengan
amalan umat Islam Indonesia Tabur Bunga atau Nyekar. Jika
Akhi mendapati suatu masyarakat yang berlebih-lebihan dalam
mengeluarkan dana saat membeli bunga, ayoo diingatkan dengan
baik-baik, katakanlah bahwa Nabi SAW saat itu hanyalah
mencari dahan segar yang banyak terdapat di sekitar tanah
kuburan, Beliau tidak mengajarkan segala sesuatu itu secara
berlebih-lebihan.
Demikian juga, ayoo umat Islam di tempat Akhi diarahkan, agar
dalam melaksanakan sunnah Rasul ini dengan cara mencari
bunga-bunga maupun dahan-dahan yang terdapat di sekitar tanah
kuburan. Atau jika terpaksa harus beli, carilah sebungkus
bunga yang seharga seribu, dua ribu, tiga ribu atau lima ribu
rupiah, seperti yang dijual umum oleh para penjual bunga
Sekar di pasar-pasar. Karena yang dimaksud dengan Nyekar itu
bukan kuantitas dan kualitas harga bunganya, melainkan berkah
kesegaran bunga tersebut, sekalipun jumlahnya sedikit sangat
bermanfaat untuk mayyit.
Kalau Akhi memang ada kemauan dan menganggap penting, mohon
juga kiranya diingatkan umat Islam, khususnya tokoh-tokoh
Islam dan para pejabat mulai setingkat RT hingga Presiden,
yang telah membelanjakan hartanya untuk kepentingan pribadi,
yang berlebih-lebihan menurut standar Akhi. Misalnya jika sebuah
keluarga itu terdiri dari suami, istri, dan dua anak,
sekalipun mereka ini adalah figur pengusaha sukses, dengan
ratusan juta omset pendapatan bulanan, maka hendaklah membeli
rumah yang sederhana, terdiri dari kayu dan bambu, dengan
maksimal tiga kamar, satu kamar untuk suami-istri, dua kamar
untuk dua anaknya, katakan kepada mereka, tidaklah perlu beli
rumah yang permanen, luas, indah, bertingkat, nyaman,
katakana tidak perlulah kamar pembantu, alat-alat rumah
tangga bermesin listrik, dan yang semisalnya, karena hal-hal
itu termasuk menghambur-hamburkan uang.
Ingatkan mereka bahwa pembangunan masjid, sushalla, gedung
majlis taklim dan penggajian guru-guru pesantren, guru ngaji,
guru madrasah, dll, adalah lebih wajib dari pada membeli
mobil pribadi, toh masih ada angkot, dari pada, membeli TV,
toh Nabi tidak pernah melihat TV, dari pada membeli kulkas,
toh masih bisa beli kendi, dari pada …. .toh masih…, dari
pada …. toh masih …, dst. Apakah seperti demikian ini yang
Akhi maksudkan ?
Jadi sekali lagi, kesunnahan Nyekar Bunga, tidak ada kaitan
apapun dengan penghambur-hamburan uang…Jadi Akhi harus jeli
mencermati hal ini.
Jangan katakan UMAT ISLAM itu pencuri, karena banyak orang
kehilangan sandal saat pulang dari shalat Jumat. Jangan
katakana UMAT ISLAM itu penjahat, karena di penjara banyak
yang beragama Islam.
Katakanlah, ada oknum beragama Islam yang mencuri di masjid,
tentunya banyak juga non muslim yang mencuri di tempat lain.
Katakan ada oknum beragama Islam yang jadi penjahat, tentunya
banyak juga non muslim yang jadi penjahat kelas kakap.
Demikian juga katakan ada oknum beragama Islam yang
menghambur-hamburkan uang saat membeli Bunga Sekar, tentunya
mayoritas umat Islam yang menabur bunga itu dilaksanakan
dengan sederhana, tidak memberatkan dan terjangkau…Begitulah
ya Akhi … Cocok tooh ?
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Pengirim: AHWAN AKHADI - Kota:
Malang
|
|
(Komentar-1) : Harus
dibedakan antara amalan ibadah dengan usaha membuat wasilah untuk
mempermudah ibadah. Membuat sekolah atau pesantren, membukukan mushaf,
menerjemahkan Al-Qur'an atau Hadist bukanlah ibadah yang secara
syari'at ditetapkan tata caranya dan janji pahala atau balasannya.
Bolehkan kita mengikuti orang-orang kafir dalam hal ini ? tentunya
boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya seperti Larangan
mencukur jenggot untuk menyelisihi orang majusi.
Sedangkan ziarah kubur, berdzikir, sholat, puasa dsb adalah ibadah
yang secara syari'at sudah ditetapkan tata cara, waktu dan
lafadz-lafadnya. Bolehkah kita mengikuti atau menyamai cara-cara
orang kafir ? jawabannya adalah pertanyaan "Bolehkan kita
membuat ritual ibadah sendiri". Tentunya tidak boleh, karena
seperti ziarah kubur telah ditetapkan tata cara dan lafadz-lafadnya
serta doa-doanya oleh Rasulullah SAW. Waktunya ditetapkan bisa kapan
saja, mengucapkan salam kepada ahli kubur, memohonkan ampun kepada
ahli kubur
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
(Jawaban-1) :Akhi Ahwan Akhadi mempunyai dua buah
komentar dalam satu tema. Maka jawabannya kami jadikan satu
pada bagian yang lain di kolom ini juga. Namun perlu juga
kiranya membaca komentar Akhi Ridwan Probolinggo di kolom yg
sama untuk menambah wawasan keagamaan. Afwan.
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Pengirim: ridwan
- Kota: probolinggo
|
|
masalah phon kurma dan
bunga bahwa hal tersebut hanyalah perbedaan teknis terkait kebiasaan
menyangkut situasi alam saja. karena di Arab waktu itu memang hanya
ada pohon kurma, maka Nabi hanya menancapkan kurma, sementara
Indonesia yang dipenuhi aneka warna bunga tentu saja memiliki tradisi
tabur bunga. namun keduanya memiliki substansi yang sama, yakni
sebagai simbol mendoakan kepada si mayit, termasuk pula menyiramkan
air dari kendi ke atas tanah pemakaman..
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Jazakallah kher atas respon Akhi. Semoga masukan akhi ini
dapat menambah wawasan keagamaan bagi teman kita Ahwan
Akhadi. Alhamdulillah.
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Pengirim: Erik Muhammad
Ramdhani. - Kota: TKI Malaysia
|
|
Ahwan Akhadi ini
jelas-jelas pengikut Wahabi/Salafi. Saya yakin dia juga pelaku bid'ah
dhalalah menurut standar Wahabi/Salafi. Saya yakin, kalau dia sedang
shalat dan bercelana panjang, pasti celananya dilipat naik, tujuannya
-katanya sih- mengikuti sunnah Rasul, agar celana tidak menutupi mata
kaki. Ha ha ha, dikira Rasul itu kalo shalat yaa pakek celana panjang
gitu tah...? dan sebelum shalat. Rasul jongkok dulu untuk melipat
celananya gitu ? Astaghfirullah, lah kok sempit amat pandangan
penganut Wahhabi/Salafi ini ... !! Ternyata yang dilakukan oleh
kelompok anda adalah 'nenek moyangnya' bid'ah ... buuung ... ! Jangan
suka menyalahkan amalan warga mayoritas ! Karena anda dan teman-teman
anda ini adalah kategori warga minoritas berpaham sesat. Untuk
Pejuang Islam, lanjutkan perjuangan melawan kemungkaran !!! Salam
saya untuk ikhwan di tanah air.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Syukran atas kunjungan Akhi, salam kami juga untuk umat
Islam di Malaysia, semoga respon Akhi bermanfaat untuk
semuanya.
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Pengirim: ridwan
- Kota: Probolinggo
|
|
Ada sementara orang
terjebak dalam memahami ibadah. Dikiranya ibadah itu hanyalah ibadah
mahdah saja. Ibadah mahdah (atau ibadah khusus) adalah ibadah yang
syarat rukunnya telah ditetapkan sesuai dengan syariat.
Mereka lupa bahwa hakekat manusia diciptakan di dunia ini adalah
untuk beribadah. Maka segala bentuk tindakan, hati, pikiran,
semuanya, seharusnyalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan segala tindak
tanduk kita akan bernilai ibadah jika diniatkan untuk beribadah.
Sedangkan membedakan urusan agama (ibadah) dengan urusan dunia itu
adalah konsep sekuler, yang dianut oleh orang-orang Eropa saat ini.
Dan itu bukan konsep ibadah dalam islam.
Selain ibadah mahdah, ada ibadah ghairu mahdah (ibadah umum). Ibadah
ghairu mahdah bisa bercampur dengan perbuatan-perbuatan duniawi kita.
Ibadah ghairu mahdah dapat terkandung (bahkan menjiwai) di dalam kita
berhubungan dengan antar umat manusia (muamalah). Selain ibadah
mahdah yang memang telah diperintahkan-Nya, alangkah ruginya orang
islam jika melakukan kegiatan-kegiatan duniawinya tanpa berniat
ibadah kepada Allah swt. Padahal Allah sendiri telah menjamin nilai
pahalanya.
Ibadah ghairu mahdah (umum) ada hujahnya di dalam al Qur’an dan/atau
sunnah Nabi saw. Tetapi tata-cara, syarat rukun pelaksanaannya tidak
diatur. Ada yang berupa kebaikan-kebaikan amal, fadhilah,
keutamaan-keutamaan, dan amalan sunnah seperti dzikir, sholawat, dsb.
Ada juga yang berupa kegiatan-kegiatan duniawi yang diniatkan ibadah,
seperti bekerja, makan minum, berkunjung, arisan, dll. Hal itu diperbolehkan
sepanjang itu tidak melanggar aturan syara’.
Cara pandang yg berbeda tentang konsep ibadah inilah yang menyebabkan
konsep bid’ah menjadi berbeda dengan kaum salafy/wahaby.
Mereka menganggap bahwa ibadah hanya mahdah saja, termasuk yang
merupakan fadlilah-fadlilah amal, dzikir, dsb. Sehingga mereka
menuntut/menunggu dalil perintah, tata cara, syarat, rukun mengenai
amalan-amalan dzikir, fadlilah2 amal, dll. Sedangkan kegiatan duniawi
menurut mereka adalah bukan masalah ibadah.
Demikian serapan kami setelah membaca pendapat-pendapat mereka
tentang bid’ah dan ibadah. Ini seperti konsep sekuler sebagaimana
diterangkan di atas.
Banyak hal-hal yang wahaby anggap bid’ah (yg sesat). Sementara para
ulama ahlus sunnah wal jamaah menganggap itu bukan bid’ah. Atau
kalaupun itu perkara baru, maka bukan bid’ah yang haram, menurut
pembagian Imam Syafi’y.
Sesuai dengan perkembangan zaman, banyak perkara baru dalam urusan
duniawi, maka banyak pula perkara-perkara baru yang dapat bernilai
ibadah, yang adalah ghairu mahdah (umum). Ada bank syariah, ada
organisasi, ada partai politik, dll. Ada macam-macam kegiatan seperti
arisan keluarga, peringatan ulang tahun, ulang tahun anak, Ulang
tahun proklamasi, dll, termasuk ulang tahun baginda Nabi saw
(Maulid). :-)
Dengan demikian, bahwa
hukum asal dari suatu perkara adalah halal dan mubah kecuali jika
terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnya
Tetap berlaku untuk ibadah-ibadah umum.
Selanjutnya, dengan semakin banyaknya perkara-perkara baru di dunia
ini, ketika kami yang awam ini tidak mampu menggali hukum sendiri,
maka mengikut para ulama adalah cara terbaik. Bermakmum kepada
salafus shaleh, kepada para ulama ahlus sunnah waljamaah yang sudah
teruji madzabnya tidak lekang ditelan zaman. Itulah yang pendapat-pendapatnya
antara lain termaktub di sini.
Ada contoh bagaimana berbagai macam bid’ah dapat terjadi di dalam
hanya satu kegiatan duniawi (yaitu makan), di sini. Sedangkan kita
tahu, makanpun dapat bernilai ibadah.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Kami on line kan untuk pengunjung.
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Pengirim: ridwan
- Kota: Probolinggo
|
|
Ada sekelompok
golongan yg suka membid’ah-bid’ahkan (sesat) berbagai kegiatan yang
baik di masyarakat, seperti peringatan maulid, isra’ mi’raj, yasinan
mingguan, tahlilan dll. Kadang mereka berdalil dengan dalih,
Agama ini telah sempurna. Jika perbuatan itu baik, niscaya Rasulullah
saw telah mencontohkan lebih dulu.
Atau mengatakan,
Itu bid’ah , karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Atau,
jikalau hal tersebut dibenarkan, maka pasti Rasulullah saw
memerintahkannya. Apa kamu merasa lebih pandai dari Rasulullah?
Mem-vonis bid’ah sesat suatu amal perbuatan (baru) dengan argumen di
atas adalah lemah sekali. Ada berbagai amal baik yang Baginda Rasul
saw tidak mencontohkan ataupun memerintahkannya. Teriwayatkan dalam
berbagai hadits dan dalam fakta sejarah.
1. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa
Nabi saw. berkata kepada Bilal ketika shalat fajar (shubuh),
“Hai Bilal, ceritakan kepadaku amalan apa yang paling engkau harap
pahalanya yang pernah engkau amalkan dalam masa Islam, sebab aku
mendengar suara terompamu di surga. Bilal berkata, “Aku tidak
mengamalkan amalan yang paling aku harapkan lebih dari setiap kali
aku berssuci, baik di malam maupun siang hari kecuali aku shalat
untuk bersuciku itu”.
Dalam riwayat at Turmudzi yang ia shahihkan, Nabi saw. berkata kepada
Bilal,
‘Dengan apa engkau mendahuluiku masuk surga? ” Bilal berkata, “Aku
tidak mengumandangkan adzan melainkan aku shalat dua rakaat, dan aku
tidak berhadats melaikan aku bersuci dan aku mewajibkan atas diriku
untuk shalat (sunnah).” Maka Nabi saw. bersabda “dengan keduanya ini
(engkau mendahuluiku masuk surga).
Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia berkata, “Hadis
shahih berdasarkan syarat keduanya (Bukhari & Muslim).” Dan adz
Dzahabi mengakuinya.
Hadis di atas menerangkan secara mutlak bahwa sahabat ini (Bilal)
melakukan sesuatu dengan maksud ibadah yang sebelumnya tidak pernah
dilakukan atau ada perintah dari Nabi saw.
2. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan para muhaddis lain pada kitab
Shalat, bab Rabbanâ laka al Hamdu,
dari riwayat Rifa’ah ibn Râfi’, ia berkata, “Kami shalat di belakang
Nabi saw., maka ketika beliau mengangkat kepala beliau dari ruku’
beliau membaca, sami’allahu liman hamidah (Allah maha mendengar orang
yang memnuji-Nya), lalu ada seorang di belakang beliau membaca,
“Rabbanâ laka al hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fîhi
(Tuhan kami, hanya untuk-Mu segala pujian dengan pujian yang banyak
yang indah serta diberkahi).
Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah orang yang
membaca kalimat-kalimat tadi?” Ia berkata, “Aku.” Nabi bersabda, “Aku
menyaksikan tiga puluh lebih malaikat berebut mencatat pahala bacaaan
itu.”
Ibnu Hajar berkomentar, “Hadis itu dijadikan hujjah/dalil
dibolehannya berkreasi dalam dzikir dalam shalat selain apa yang
diajarkan (khusus oleh Nabi saw.) jika ia tidak bertentang dengan
yang diajarkan. Kedua dibolehkannya mengeraskan suara dalam berdzikir
selama tidak menggangu.”
3. Imam Muslim dan Abdur Razzaq ash Shan’ani meriwayatkan dari Ibnu
Umar, ia berkata,
Ada seorang lali-laki datang sementara orang-orang sedang menunaikan
shalat, lalu ketika sampai shaf, ia berkata:
اللهُ أكبرُ كبيرًا، و الحمدُ للهِ كثيرًا و سبحانَ
اللهِ بكْرَةً و أصِيْلاً.
Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah yang
mengucapkan kalimat-kalimat tadi?
Orang itu berkata, “Aku wahai Rasulullah saw., aku tidak
mengucapkannya melainkan menginginkan kebaikan.”
Rasulullah saw. bersabda, “Aku benar-benar menyaksikan pintu-pintu
langit terbuka untuk menyambutnya.”
Ibnu Umar berkata, “Semenjak aku mendengarnya, aku tidak pernah
meninggalkannya.”
Dalam riwayat an Nasa’i dalam bab ucapan pembuka shalat, hanya saja
redaksi yang ia riwayatkan: “Kalimat-kalimat itu direbut oleh dua
belas malaikat.”
Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata: “Aku tidak pernah
meningglakannya semenjak aku mendengar Rasulullah saw. bersabda
demikian.”
Di sini diterangkan secara jelas bahwa seorang sahabat menambahkan
kalimat dzikir dalam i’tidâl dan dalam pembukaan shalat yang tidak/
belum pernah dicontohkan atau diperintahkan oleh Rasulullah saw. Dan
reaksi Rasul saw pun membenarkannya dengan pembenaran dan kerelaan
yang luar biasa.
Al hasil, Rasulullah saw telah men-taqrîr-kan (membenarkan) sikap
sahabat yang menambah bacaan dzikir dalam shalat yang tidak pernah
beliau ajarkan.
4. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, pada bab
menggabungkan antara dua surah dalam satu raka’at dari Anas, ia
berkata,
“Ada seorang dari suku Anshar memimpin shalat di masjid Quba’, setiap
kali ia shalat mengawali bacaannya dengan membaca surah Qul Huwa
Allahu Ahad sampai selesai kemudian membaca surah lain bersamanya.
Demikian pada setiap raka’atnya ia berbuat. Teman-temannya
menegurnya, mereka berkata, “Engkau selalu mengawali bacaan dengan
surah itu lalu engkau tambah dengan surah lain, jadi sekarang engkau
pilih, apakah membaca surah itu saja atau membaca surah lainnya
saja.” Ia menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan apa yang biasa aku
kerjakan. Kalau kalian tidak keberatan aku mau mengimami kalian,
kalau tidak carilah orang lain untuk menjadi imam.” Sementara mereka
meyakini bahwa orang ini paling layak menjadi imam shalat, akan tetapi
mereka keberatan dengan apa yang dilakukan.
Ketika mereka mendatangi Nabi saw. mereka melaporkannya. Nabi menegur
orang itu seraya bersabda, “hai fulan, apa yang mencegahmu melakukan
apa yang diperintahkan teman-temanmu? Apa yang mendorongmu untuk selalu
membaca surah itu (Al Ikhlash) pada setiap raka’at? Ia menjawab, “Aku
mencintainya.”
Maka Nabi saw. bersabda, “Kecintaanmu kepadanya memasukkanmu ke dalam
surga.”
Demikianlah sunnah dan jalan Nabi saw. dalam menyikapi kebaikan dan
amal keta’atan walaupun tidak diajarkan secara khusus oleh beliau,
akan tetapi selama amalan itu sejalan dengan ajaran kebaikan umum
yang beliau bawa maka beliau selalu merestuinya. Jawaban orang
tersebut membuktikan motifasi yang mendorongnya melakukan apa yang
baik kendati tidak ada perintah khusus dalam masalah itu, akan tetapi
ia menyimpulkannya dari dalil umum dianjurkannya berbanyak-banyak
berbuat kebajikan selama tidak bertentangan dengan dasar tuntunan
khusus dalam syari’at Islam.
Kendati demikian, tidak seorangpun dari ulama Islam yang mengatakan
bahwa mengawali bacaan dalam shalat dengan surah al Ikhlash kemudian
membaca surah lain adalah sunnah yang tetap! Sebab apa yang kontinyu
diklakukan Nabi saw. adalah yang seharusnya dipelihara, akan tetapi
ia memberikan kaidah umum dan bukti nyata bahwa praktik-prakti
seperti itu dalam ragamnya yang bermacam-macam walaupun seakan secara
lahiriyah berbeda dengan yang dilakukan Nabi saw. tidak berarti ia
bid’ah (sesat).
5. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab at Tauhid,
dari Ummul Mukminin Aisyah ra. bahwa Nabi sa. Mengutus seorang
memimpin sebuah pasukan, selama perjalanan orang itu apabila memimpin
shalat membaca surah tertentu kemudian ia menutupnya dengn surah al
Ikhlash (Qulhu). Ketika pulang, mereka melaporkannya kepada nabi
saw., maka beliau bersabda, “Tanyakan kepadanya, mengapa ia
melakukannya?” Ketika mereka bertanya kepadanya, ia menjawab “Sebab
surah itu (memuat) sifat ar Rahman (Allah), dan aku suka membacanya.”
Lalu Nabi saw. bersabda, “Beritahukan kepadanya bahwa Allah
mencintainya.” (Hadis Muttafaqun Alaihi).
Apa yang dilakukan si sahabat itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi
saw., namun kendati demikian beliau membolehkannya dan mendukung
pelakuknya dengan mengatakan bahwa Allah mencintainya.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Kami on line kan untuk pengunujng, semoga bermanfaat.
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Pengirim: ridwan
- Kota: Probolinggo
|
|
Setelah baginda Nabi
saw wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan.
Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak
berbagai contoh berikut,
1. Pembukuan al Qur’an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an.
Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qur’an. Hal ini terjadi
sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra.
Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah itu kemudian
penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.
2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang
mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada
seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri
perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa.
3. Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam
pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum
khotbah Jum’at.
4. Pembukuan hadits. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu
ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw pernah melarang menuliskan
hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan
hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar tahun
100 H.
5. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata
bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll
6. Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman
Rasul saw atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel
berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas
pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah,
atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.
Masih banyak contoh-contoh lain.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Kami on line kan untuk pengunjung. Semoga bermanfaat.
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Pengirim: Aswaja
- Kota: Probolinggo
|
|
Banyak orang (terutama
dari kelompok salafi/ wahabi) yang keblinger. Mereka menyangka dzikir
termasuk ibadah mahdah, dengan alasan bahwa itu ibadah kepada Allah
(habluminallah).
Padahal definisi ibadah mahdah adalah ibadah khusus, ibadah yg diatur
syariatnya secara ketat. Itu dapat meliputi dimensi habluminallah
ataupun habluminannas. Demikian juga ibadah umum, dapat juga meliputi
habluminallah dan habluminannas.
Dan dzikir adalah ibadah ghairu mahdah yg habluminallah, ada dalil
perintahnya namun pelaksanaan diserahkan ke umat.
Simak tanya jawab yg kami nukil berikut ini,
Tanya:
Assalamu’alaikum wrwb.
Saya ingin penjelasan tentang ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah.
Apa saja cakupannya? Beberapa artikel (internet) mengenai hal ini
namun tanpa ada referensi, bahkan hanya pendapat penulis.
Saya ingin jika keterangan disertai dari referensi yang kuat (ulama
aswaja atau rujukan kitabnya).
Terima kasih sharingnya.
Jawab:
Mungkin ini hanya referensi,
dalam ta’bir dibawah ini tersirat makna Ibadah Mahdlah,
سبل السلام ج: 4 ص: 110
وذهب أكثر الشافعية ونقل عن المالكية إلى أن النذر مكروه
لثبوت النهي واحتجوا بأنه ليس طاعة محضة لأنه لم يقصد به خالص القربة
وإنما قصد أن ينفع نفسه أو يدفع عنها ضررا بما التزم
sedangkan yang dibawah ini menjelaskan tentang bentuk2 ibadah
mahdlah,
أنيس الفقهاء ج: 1 ص: 139
فالعبادات على ثلاثة أنواع بدنية محضة كالصلاة ومالية
محضة كالزكاة ومركبة منهما كالحج
Demikian Wallahu a’lam bisshawab.
Ta’bir di atas Dari kitab Subulussalam karya Syeh Mohammad bin
Isma’il As Son’ai (773-852 H. ) cetakan Daru Ihya’ Beirut.
Ibadah Mahdlah : sebentuk Perbuatan yang semata2 ditujukan untuk
beribadah ( seperti sholat, zakat, puasa, haji, )
lebih jelasnya devinisi ibadah mahdlah itu merupakan jawaban dari
sebuah contoh pertanyaan, ” untuk apa orang melaksanakan sholat,
puasa, haji atau berzakat ? “
Ibadah ghoiru mahdlah : sebentuk perbuatan yang pada asalnya tidak
ditujukan untuk beribadah tapi bisa bernilai ibadah bila dilakukan
dengan niat dan tujuan beribadah, seperti makan, tidur, bekerja,
kumpul bojo dll.
Ibadah mahdah adalah bentuk Ibadah yang tatacaranya diatur
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah sangat jelas, dan bersifat
pasti/mutlak. seperti puasa, zakat, sholat haji dan lain2.
Sedangkan ibadah ghairu mahdah adalah bentuk ibadah yang dapat
menjadi ibadah jika diniatkan sebagai ibadah, namun dapat menjadi
kegiatan sosial biasa jika tidak disertai niat untuk ibadah, seperti
bersedekat, bergotong royong dan membaca-baca buku. terima kasih.
artinya sedekah, tidak ditentukan ukurannya , hanya berdasar
kemampuan masing-masing. dan lain-lain.
Tanya:
Di referensi manakah keterangan spt itu dapat kami baca?
Kemudian … bagaimana dengan ibadah2 yg sunnah, spt dzikir, shalawat,
baca qur’an dll. Ini termasuk mahdah atau ghairu mahdah?
Jawab:
Silahkan baca di Tahrirut Tankih karya Zakariya al-Anshori atau
fathul Mu’in karya al-malabari
ibadah-ibadah tersebut termasuk ibadah ghoiru mahdah, karena tiak
ditentukan cara-cara, waktu-waktu dan jumlahnya secara khusus. orang
dapat berdzikir kapan pun di manapun. demikian juga dengan membaca
al-Qur’an. tentu saja terdapat beberapa pengecualian.
Adapun hadits-hadits yang menerangkan jumlah-jumlah dzikir Rasulullah
dalam waktu-waktu tertentu biasanya berfungsi sebagai anjuran.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Kami on line kan untuk pengunjung. Semoga bermanfaat.
|
|
|
|
|
|
|
|
10.
|
Pengirim: ridwan
- Kota: Probolinggo
|
|
Yai ada saudara saya
yg bilang:
apakah bertasbih korma itu tergantung dalam kondisi basah maupun
sudah kering?
Allah Ta'ala berfirman yg artinya: "Langit yang tujuh, bumi dan
semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada
suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian
tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun
lagi Maha Pengampun". (Al-Isra' 17:44)
Bukankah juga pernah terdengar tasbihnya kerikil oleh Rasulullah,
sedangkan kerikil itu kering. Lalu, apa yang menjadi alasan
sekarang..?
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengharap kepada Allah 'Azza
wa Jalla agar berkenan meringankan adzab yang menimpa kedua orang di
atas selama kedua pelepah kurma itu masih basah. Artinya, waktu
permohonan beliau itu tidak lama, hanya sebatas basahnya pelepah
kurma. Ini dimaksudkan sebagai ancaman terhadap siapa saja yang
melakukan perbuatan seperti kedua mayit yang diadzab itu. Karena
sebenarnya dosa yang diperbuat itu termasuk besar. Salah satunya
tidak menjaga diri dari kencing. Jika demikian, ia melakukan shalat
tanpa adanya kesucian dari najis. Sedangkan yang satunya lagi kian
kemari mengumbar fitnah, merusak hubungan baik sesama hamba Allah
--na'udzu billah--, serta menghembuskan permusuhan dan kebencian di
antara mereka. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan itu berdampak
besar.
Inilah alasan yang lebih mendekati. Jadi, itu merupakan syafaat
sementara dari beliau dan sebagai peringatan atau ancaman kepada
umatnya, dan bukan merupakan kebakhilan beliau untuk memberikan
syafaat yang kekal.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
1. Jika pertanyaan Akhi ini dijawab secara komplit, maka
membutuhkan jawaban yg sangat panjang karena menyangkut
musthalah hadits. 2. Yang dilakukan Nabi dalam nyekar Tancap
Dahan adalah syariat yang dapat kita amalkan, baik kita tahu
maksudnya, tujuannya dan rahasianya, maupun tidak tahu,
seperti ketidaktahuan kita tentang rahasia mengapa shalat
Subuh itu kok dua rakaat, padahal saat itu badan dan pikiran
masih segar2nya, sedang shalat Ashar yg saatnya orang pada
capek setelah beraktifitas seharian, kok malah empat rakaat.
3. Perkara yang langsung dicontohkan oleh Nabi atau ketentuan
Alquran ini namanya Amrun Tauqifiyyun (Doktrin Syariat), kita
tinggal ittiba' (melaksanakannya). 4. Nabi SAW menjadi Rasul
yg seluruh perilakunya adalah tauladan bagi kita, tentunya
karena suatu sebab seringkali kita tidak memungkinkan
menerima beritanya (hadits) secara lengkap, termasuk krn
kemampuan kita yg terbatas. 5. Contoh pro kontra hadits
tentang nyekar Tancap Dahan yang dipahami beberapa orang
hanya sekali saja dilakukan oleh Nabi SAW, ternyata jika
diteliti dg cermat, minimal ada tiga hadits, yaitu riwayat
Ibnu Abbas yg menerangkan Nabi nyekar Tancap Dahan saat di
dalam kota Madinah dan disaksikan banyak orang, sedang
riwayat Jabir menerangkan Nabi nyekar Tancap Dahan saat
bepergian, yang hanya disaksikan oleh shahabat Jabir. Yg
ketiga riwayat Abu Hurairah, nyekarkya untuk satu kuburan, dg
menancapkan dua dahan di bagiaan kepala dan kaki. Tidakkah
ada kemungkinan Nabi melakukan lebih dari tiga kali ? hanya
saja saksi dari kalangan shahabat belum sampai menyampaikan
hadits2 ini terburu meninggal dunia, adakalanya mati syahid
dalam peperangan atau karena sebab lain. 6. Nabi dalam
mendoakan mayit, tidak hanya lewat nyekar tancap dahan. Masih
banyak yang diajarkan oleh Beliau. Sedangkan khusus nyekar
tancap dahan pasti ada rahasia tersendiri yang kita belum
mengetahuinya. Wallah a'lam.
|
|
|
|
|
|
|
|
11.
|
Pengirim: AHWAN AKHADI - Kota:
Malang
|
|
Hadits-hadits yang
saya sebutkan di atas tentang Adab Ziarah, menunjukkan bahwa baca
al-Qur-an di pemakaman tidak disyari’atkan oleh Islam. Karena
seandainya disya-ri’atkan, niscaya sudah dilakukan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau pasti sudah mengajarkannya
kepada para Shahabatnya.
‘Aisyah ketika bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
apa yang harus diucapkan (dibaca) ketika ziarah kubur? Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengajar-kan salam dan do’a.
Beliau tidak mengajarkan baca al-Fatihah, baca Yaasiin, baca surat
al-Ikhlash dan lainnya. Seandainya baca al-Qur'an disyari’atkan,
pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
menyembunyikannya.
Menurut ilmu ushul fiqih:
“Menunda keterangan pada waktu keterangan itu dibutuhkan tidak
boleh.”
Kita yakin bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mungkin menyembunyikan ilmu dan tidak pernah pula beliau mengajarkan
baca al-Qur'an di pemakaman. Lagi pula tidak ada satu hadits pun yang
sah tentang masalah itu.
Membaca al-Qur'an di pemakaman menyalahi Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menyuruh kita membaca al-Qur'an di rumah:
"Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena
sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat
al-Baqarah.” [Hadits riwayat Muslim (no. 780), Ahmad (II/284, 337,
387, 388) dan at-Tirmidzi (no. 2877) serta ia menshahihkannya]
Hadits ini jelas sekali menerangkan bahwa pemakaman menurut syari’at
Islam bukanlah tempat untuk membaca al-Qur'an, melainkan tempatnya di
rumah, dan melarang keras menjadikan rumah seperti kuburan, yang
jelas tidak ada bacaan al-Qur'an dan shalat-shalat sunnat di
pema-kaman.
Jumhur ulama Salaf seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam-imam
yang lainnya melarang membaca al-Qur'an di pemakaman, dan inilah
nukilan pendapat mereka:
Pendapat Imam Ahmad, Imam Abu Dawud berkata dalam kitab Masaa-il Imam
Ahmad hal. 158: “Aku mende-ngar Imam Ahmad ketika beliau ditanya
tentang baca al-Qur-an di pemakaman? Beliau menjawab: “Tidak boleh.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dari asy-Syafi’i sendiri
tidak terdapat perkataan tentang masalah ini, yang demikian ini
menunjukkan bahwa (baca al-Qur-an di pemakaman) menurut beliau adalah
BID’AH. Imam Malik berkata: ‘Tidak aku dapati seorang pun dari
Sha-habat dan Tabi’in yang melakukan hal itu!’”
Lihat Iqtidhaa’ Shirathal Mustaqim (hal. 380), Ahkaamul Janaa-iz
(hal. 191-192).
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Alhamdulillah Akhi Ahwan Akhadi rupanya sudah bisa
menerima keterangan para Pejuang Islam Ahlussunnah tentang
khilafiyah furu'iyah berkaitan dengan Nyekar Bunga di
Kuburan. Jadi, jika Akhi tidak ingin berziarah kubur dan
Nyekar bunga di kuburan, ya nggak apa-apalah, karena hukumnya
sunnah saja. Tetapi biarkanlah umat Islam Ahlussunnah wal
Jamaah ini mengamalkan Nyekar sesuai dengan keyakinannya,
karena ingin mengikuti sunnah Nabi SAW, toh tidak mengganggu
Akhi, dan mereka mengamalkannya dengan dasar hadits-hadits
shahih. Semoga wawasan keagamaan Akhi Ahwan semakin bertambah
luar, sehingga semakin arif dan dapat menyadari bahwa
ikhtilaful aimmati rahmah. Sekarang Akhi Ahwan Akhadi juga
mengajak diskusi tentang bab yang lain yaitu Adab ziarah
kubur:
(1). Ya Akhi, tentang hadits ziarah kubur itu tidak hanya
satu atau dua versi, melainkan banyak vers, jadi kita boleh
memegangi yang mana saja asalkan tidak melanggar ajaran Nabi.
Salah satu tata cara berziarah kubur, ya dengan menancapkan
dahan korma, atau menabur bunga di atas kuburan. Bahkan ada 3
riwayat shahih dalam hal ini A). Dari Ibnu Abbas, yang
mengatakan bahwa Nabi nyekar dengan Tancap Dahan pada dua
kuburan di dalam kota Madinah yang disaksikan oleh banyak
shahabat. B). Dari Jabir mengatakan Nabi nyekar dengan Tancap
Dahan pada dua kuburan di luar kota Madinah saat beliau
musafir ditemani shahabat Jabir C). Dari Abu Hurairah
mengatakan Nabi nyekar dengan tancap dahan pada satu kuburan.
Nabi juga menziarahi kuburan Sy. Hamzah dengan naik gunung
Uhud, coba baca di Book Collection berjudul : Perlukah
Mengunjungi Tempat Islam Bersejarah ? Juga mengajarkan tata
cara ziarah yang lain juga tentunya. Maklumlah di Madinah ini
Nabi hidup berdakwah selama 10 tahun. Kan tidak mungkin
beliau cuma hanya sekali saja mengajari dan memberi contoh
kepada umat tentang tata cara berziarah kubur. Hanya saja
kita-kitalah yang kurang cermat dalam mencari hadits-hadits
itu.
(2). Tentang berziarah kubur dengan membaca surat Yasin.
Apakah Akhi belum mempelajari hadits riwayat Imam Ahmad pada
hadits no 197899 (5/661) yang isinya senada denagn rwayat Abu
dawud pada Kitabul Janaiz, bab Alqira-ah indal mayit (3/489)
Nabi berdabda: iqra-uu yasiin 'alaa mautaakum (bacalah surat
Yasin untuk mayit kalian). Kira-kira di mana banyak kita
temui 'yang terhormat' para mayit itu Apakah di swalayan
ataukah di pekuburan ? Jadi yang tepat baca Yasiin, yang
dikhususkan untuk mayit itu yaa di kuburan lah...! Sekalipun
boleh2 saja dibaca di rumah atau dimana saja di tempat yang
terhorat.
(3) Imam Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Syu'abul Imam, dan
juga Imam Thabarani meriwayatkan yang sama, Sabda Nabi SAW:
Apabila salah seorang dari kalian meninggal, maka jangan
diperlambat dan percepatlah ia untuk dikuburkan, lantas
hendaklah dibacakan di bagian kepalanya Surat Fatihah. Sedangkan
di dalam riwayat Imam Baihaqi : di bagian kepala hendaklah
dibacakan pembukaan surat Albaqarah dan di bagian kaki
hendaklah dibacakan penutupan surat Albaqarah. (Kitab Syarhus
Shuduur hal 104, dan hadits-hadits ang semisalnya banyak
ditulis di kitab-kitab lainnya).
(4). Rujuknya Imam Ahmad juga banyak dinukil oleh para ulama.
Alkhallal berkata, telah mengkhabarkan kepadaku Alhasan bin
Ahmad Alwaraaq, beliau berkata telah metahditskan kepada kami
Ali bin Musa Alhaddad, yang mana beliau itu Shaduuqan /
terpercaya, dan berkata : Suatu saat aku bersama Ahmad bin
Hanbal dan Muhammad Qudamah Aljauhari melayat jenazah/mayit.
Tatkala mayit dikubur, ada seorang buta yang membaca Alquran
di atas kuburannya. Lantas Ahmad berkata : Hai, sesungguhnya
baca Alquran di atas kuburan itu BID'AH. Tatkala keduanya
keluar dari pekuburan, berkata Muhammad bin Qudamah kepada
Ahmad bin Hanbal: Hai Aba Abdillah (Ahmad), apa pendapatmu
tentang Mubassyir Alhalabi ? Ahmad menjawab : Tsiqah
(terpercaya). Lanjut Muhammad : Apakah engkau mengambil
hadits darinya ? Ahmad menjawab : Ya .. ! Muhammad
melanjutkan : Ketahuilah bahwa aku mendapat khabar dari
Mubassyir dari Abdurrahman bin Al-alaak bin Allajlaaj dari
ayahnya yang telah berwasiat, bahwa jika ayahnya dikubur,maka
hendaklah dibacakankan di bagian kepalanya pembukaan Surat
Albaqarah dan penutupannya, karena beliau mengatakan : Aku
mendengar Ibnu Umar berwasiat dengan hal itu. Maka Ahmad bin
Hanbal pun mengatakan kepada Muhammad : Kembalilah dan
katakan kepada orang buta tadi : Teruskan baca Alqurannya...!
Ya Akhi Ahwan Akhadi, Ketahuilah bahwa keterangan para
Pejuang Islam ini hanyalah sekelumit dari puluhan jawaban
yang bisa kami sampaikan tentang ‘ketidaktahuan’ Akhi Ahwan
Akhadi, dalam kaitannya dengan dalil-dalil haditsnya amalan
umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah, yang mana tampaknya selama
ini menjadi kesulitan Akhi dan teman-temannya untuk memahami
duduk masalahnya. Maka, setelah tahu dengan membaca tulisan
ini, hendaklah Akhi Ahwan Akhadi mengatakan : Eeeh ...
ternyata ada juga ya dalilnya ... kirain orang Sunni Syafi’i
itu bodoh-bodoh, ngamalin sesuatu amalan nggak pakek dalil,
ternyata lengkap juga loh dalilnya ... !!
|
|
|
|
|
|
|
|
12.
|
Pengirim: ujik
- Kota: madiun
|
|
he... he.. he...
ngendi Ahwan akhadi kok gak muncul lagi? saya ngikutin diskusi ini
terus, tapi baru komentar, karena saya bukan ahli ndalil. Akhirnya
kau ketemu juga sama ahlinya ya ahwan.... jangan meniru guru-gurumu
itu, yang beraninya cuma ngobral dalil di kampus-kampus yang
mahasiswanya polos-polos dan orang-orang yang gak ngeti dalil. bilang
ini bidah, ini sesat, ini kufur. tapi gak pernah mau diajak dialog
terbuka. kenapa? takut pamornya hilang? amargi kadung disebut ustad ?
contohnya itu, si makhrus ali yang ngarang buku mantan kiai NU, gak
berani alias ngacir, mangkir ketika diajak debat terbuka, baik di
IAIN surabaya atau di Univ Brawijaya. Orang-orang wahabi cuma berani
koar-koar tapi gak berani mengahadapi orang-orang yang tahu dalil. He
ahwan.... jangan cuma bengok-bengok ... kalo mau amar makruf nahi
munkar jangan tanggung-tanggung. ajak turun ustad-ustad sampean ke PB
NU ketemu kyai-kyai NU disana, katakan terang-terangan kalo NU sudah
mengamalkan bid'ah, berani gak ? tapi saya gak yakin sampaean wani
koyo ngono, karena sampeyan wedi mati, dan membawa amalan yang cekak,
karena kurang sholawat, dan sampean berkeyakinan kalo orang lain gak
bisa doakan jika nanti mati. yai-yai yang ada di pejuangislam..
hadapi terus aja itu wahabi-wahabi. saya sudah muak dengan mereka
yang sok-sokan, jika kesalahan itu dari dirinya biasanya dia akan
lari, gak akan berani yai, dan katakan percuma diskusi, padahal yo
mboten ngertos dalil. padahal tanpa disadari orang-orang ini adalah
penganut bid'ah juga. ahwan, ngapain sampean pakai diskusi di
internet? ini bid'ah. kalo perlu sampeyan gak usah pake celana, kalo
perlu jika nanti mati dikuburnya cuma pake batu, gak usah ditalkin,
gakusah ditahlil, dadi koyo ngubur kucing, gak usah maesan, biar
nanti dikencingi anjing. wes ojok aneh-aneh wan... wan.. sing biasa
wae dadi wong kuwi... sampean iki jowo, iso Islam nggih saking
kanjeng sunan, yang melakukan dakwah dengan wayang, opo kuwi bid,ah?
menawi mboten ndamel wayang tiyang jowo mboten ngertos, nopo kuwi
kalimoshodo (kalimat syahadat), nopo kuwi pekih (fiqih), eyang-eyang
njenengan mboten mlebet ten agami rosul menawi kanjeng sunan bonang
mboten ndamel kenong lan bonang. ngono yo ngono nanging yo ojo ngono,
sing biasa wae. ojo nggampang-nggampang ngapirno tiyang lintu.
elinggo wiwitan lan pungkasane kawulo.
lan elingo, sedoyo kawulo mboten saget ngertos nopo mangke khusnul
khotimah pungkasane, nopo naudzubillahimindzalik, su'ul khotimah ten
pungkasane. kulo niki tiyang sing mboten ngertos ndalil yai,
ngapunten. nanging kulo tasih ndamel pikiran, ngapunten yai lutfi.
mugi yai sehat sedoyo lan keluargo. Mugi perjuangan njenengan
istiqomah. ngapunten yai. maturnuwun.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Syukran respon Akhi. Kunjungi kami terus dan ajak
teman-teman yang lain.
|
|
|
|
|
|
|
|
13.
|
Pengirim: ridwan
- Kota: probolinggo
|
|
Coba bagi kaum Wahaby
meneliti dengan amat sangat cermat sekali dawuh Baginda Nabi SAW tsb.
Sekali lagi coba saya dinukilkan:
Abdullah bin Abbas menyebutkan bahwa pada suatu waktu bersama
sejumlah sahabat, Baginda Nabi SAW melewati dua buah makam. Pada saat
itu, Baginda Nabi SAW dawuh: “Kedua penguni makam sesungguhnya sedang
disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar (dalam
pandangan mereka). Penghuni makam yg satu ini semasa hidupnya ketika
buang air kecil tidak menutupi dirinya, sedangkan yg lain suka
mengadu domba.”
Kemudian Baginda Nabi SAW mengambil sepotong pelepah daun kurma yg
masih basah dan membaginya menjadi dua. Setelah itu beliau menanamnya
pada setiap makam. Para sahabat lantas bertanya kepada beliau SAW,
“Wahai utusan Allah, mengapa engkau melakukan hal ini (menanam
pelepah kurma dimakam orang tsb.)?”
Baginda Nabi SAW menjawab: “semoga Allah meringankan siksa keduanya
selama pelepah kurma tsb. belum kering.” [HR. Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad]
Pada saat itu, Baginda Nabi SAW sedang dalam perjalanan. Urusan
beliau SAW sangat banyak, waktu beliau SAW sangat berharga, tetapi
demi cintanya kepada umat, beliau tetap ingin menyelamatkan mereka yg
disiksa dalam kubur. Akhirnya, beliau mengambil pelepah kurma yg
masih basah dan menanamnya. Apa rahasia dibalik penanaman pelepah
kurma? Coba simak pendapat Imam alQurthubiy ra. dibawah ini:
“sabda Baginda Nabi SAW yg berbunyi, “selama keduanya belum kering,
“merupakan sebuah petunjuk bahwa selama masih basah keduanya
bertasbih kepada Allah dan jika telah kering barulah menjadi benda
mati wallahu a’lam.
Selanjutnya Imam alQurthubiy ra. berkata:
“berdasarkan hadits penanaman pelepah kurma diatas, para ulama kami
berpendapat bahwa jika kedua orang tsb. diringankan siksanya karena
tasbih pelepah kurma yg basah tsb., lalu bagaimana kiranya pengaruh
bacaan alQur’an seorang mukmin dimakam saudaranya.” [al Jami’u Li
Ahkamil Qur’an, juz.10, hal.267]
Ketika menguraikan Shahih Muslim, al Hujjatul al Islam Imam Nawawi
ra. berkata:
“berdasarkan hadits (tentang pelepah kurma) ini, para ulama kemudian
menganjurkan seseorang untuk membaca Qur’an disebuah makam. Sebab,
jikatasbih pelepah kurma dapat meringankan siksa seseorang, maka
pembacaan alQur’an tentunya lebih utama. Wallahu a’lam.
Disamping itu, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sebelum
meninggal, Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab ra. berwasiat agar
setelah selesai penguburan dibacakan untuknya pembukaan dan penutupan
surat alBaqarah, tepat disamping kepala beliau.” [Syarhun Nawawi ‘Ala
Shahih Muslim, Jilid.III, Cet.II, Hal.202]
Tutuplah telinga anda dari orang2 yg tidak berpijak kepada Qur’an dan
Hadits, serta ikuti penjelasan para ulama2 yg mu’tabar bukan ulama
Wahaby yg tidak pernah duduk bongkar kitab sama. Jika para Wahaby
berminat, silahkan Hubungi Yai Muhyiddin Abdusshomad di 0331333002
Semoga bermanfaat!..
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Ini juga sumbangsih Akhi Ridwan untuk dipahami oleh Akhi
Ahwan Akhadi dan teman-teman Wahhabinya.
|
|
|
|
|
|
|
|
14.
|
Pengirim: ridwan
- Kota: probolinggo
|
|
Jika pelepah kurma
saja bisa mendo’akan, apalagi manusia….”
betul kan Yai?
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Yaa iyaa laah !
|
|
|
|
|
|
|
|
15.
|
Pengirim: ARIS
- Kota: Bekasi
|
|
Saudara-saudaraku.
Kenapa Islam tidak bisa menyatukan kita dalam rasa kasih sayang?
Saya orang awam tapi saya suka membaca dan sering sekali menemukan
kedua kubu saling mengatakan sesat kubu lainnya.
Sebagai manusia yg punya pesarsaan pasti ada rasa sakit hati dibilang
sesat, jadi janganlah kata "sesat" dibarengi dengan
telunjuk kita mengarah kepada saudara kita yg menyatakan bahwa Islam
adalah agamanya dan mengimani Allah dan Rasulnya.
Yg ikut Wahabi silahkan merasa paling bener silahkan tapi jangan
mengatakan "sesat" kepada kelompok lain. Yang merasa Aswaja
ya jangan suka menuduh orang lain sebagai wahabi dsb. Mungkinkah bisa
dilaksanakan? Mau wahabi, aswaja, syiah silahkan asal anda semua
sholatnya berjamaah dimasjid (apalagi subuh), saling memberi salam,
senyum dan kasih sayang. Kalo gak salat berjamaah di mesjid, gak
salam gak saling senyum, gak jaga persaudaraan dan persatuan.... itu
mah menurutku masih kurang Islam nya biarpun hapal Qur'an dan Hadist.
Betul nggak ustaz logika saya?
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Ya tidak bisa mutlak seperti itu Mas. Agama Islam kan
punya peraturan, misalnya boleh berbeda pendapat dalam
masalah furu'iyyah (cabang) contohnya tentang pengamalan
fiqih dan amalan2 sunnah.. Seperti adanya orang yang mau
hadir tahlilan bersama warga masyarakat, tetapi ada juga yang
tidak mau hadir tahlil. Ini namanya perbedaan pendapat secara
furu'iyyah, jadi boleh-boleh saja berbeda pendapat seperti
ini. Malahan di dalam hadits masyhur dikatakan : Perbedaan
pendapat (dalam masalah furu'iyyah) dari para ulama itu
membawa rahmat, karena memudahkan umat Islam dalam
menjalankan agama. Tetapi yang tidak boleh berbeda pendapat
adalah masalah keimanan/ketauhidan/aqidah. maka barangsiapa
yang aqidahnya berbeda dengan aqidah mayoritas umat Islam,
orang itu dinamakan aliran sesat. Contoh Lia Eden yang
mengaku sebagai malaikat, bahkan menurut sumber lain, Lia
Eden mengaku sebagai Tuhan, maka jelaslah Lia Eden itu
dikatakan sesat, karena aqidah umat Islam mengatakan bahwa
malaiat itu berbada dengan manusia, apalagi kalau mengku jadi
Tuhan, kan jadi kembarannya Firaun. Karena itu pula
pemerintah mengambil kebijakan untuk memenjara Lia Eden, demi
menjaga keutuhan umat Islam mayoritas.
Demikian pula dengan aliran Syiah, yang mana mereka telah
mengingkari kemurnian dan kebenaran Alquran kitab suci umat
Islam, seperti yang mereka tulis dalam kitab Alkaafi, yaitu
kitab rujukan utama kaum Syiah. (baca kolom Book Collection
berjudul ISLAM vs SYIAH)
Maka perbedaan prinsip aqidah semacam inilah yang menyebabkan
seseorang itu masih digolongkan sebagai umat Islam karena
keselamatan aqidahnya, atau telah keluar dari agama Islam,
alias tersesat, karena kesesatan aqidahnya. Untuk itulah yang
terpenting bagi umat Islam adalah belajar ilmu agama dengan
benar dan baik, agar dapat membedakan mana perbedaan yang
boleh terjadi dan mana yang tidak boleh terjadi. afwan wa
syukran..
|
|
|
|
|
|
|
|
16.
|
Pengirim: ahwan akhadi
- Kota: Karawang
|
|
Maaf saya, AHWAN AKHADI
menyampaikan terima kasih komentar saya di situs lain terlempar ke
situs ini. Yang jelas pemahama saya atas hadist tentang pelepah kurma
sangat berhubungan dengan hak syafaat Rasulullah SAW, Maksudnya
Syafaat Rasulullah untuk meringankan siksa kubur kedua mayit itu
berlaku selama pelepah kurma itu belum kering. Jadi tidak ada
sunahnya berziarah kubur membawa pelepah kurma atau bunga. Fadlilah
dari hadist tersebut adalah berkaitan dengan siksa kubur, wajibnya
menjaga lisan, dan wajibnya menjaga air kencing. Tidak ada penjelasan
jumhur ulama tentang keutamaan nyekar. Kecuali kyai2 NU.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Ya boleh-boleh saja, wong masalah ini hanya khilafiyyah
furu'iyyah yang diperbolehkan oleh agama, bukan masalah ketauihad
yang jika ada perbedaan pendapat bisa menyebabkan kekufuran.
Imam Syafi'i mewajibkan baca basmalah dalam fatihah di waktu
shalat, sedang Imam Ahmad tidak mewajibkan. Ya keduanya
sama-sama tidak salah, karena memang diperbolehkan berbeda
pendapat dalam masalah furu'iyyah.
Saya sih sudah terbiasa nyekar bunga ke kuburan, masalahnya
murah meriah membawa manfaat bagi keluarga yang alladzina
sabaquuna bil iimaan (orang2 yang wafat mendahului kita),
sesuai denganpenerapan pemahaman terhadap hadits yang saya
yakini, karena untuk mencari pelapah korma juga biayanya
sangat mahal, maklum harus naik pesawat dulu, gitu loh !
Nah, kalau akhi gak mau nyekar bunga ya gak apa-apa, gak ada
yang maksa kok...!
Masalahnya, kalau akhi menghormati keyakinan saya sebagai
pelaku nyekar bunga, maka saya pun akan menghormati akhi atas
keyakinan akhi yang tidak mengamalkan nyekar bunga.
Tetapi, jika akhir menuduh saya sesat dan bid'ah karena saya
ini pelaku nyekar bunga, maka saya pun akan mengatakan: dasar
kamu bodoh, dengan pemahaman yang kerdil sudah berani menuduh
sesat kepada pihak yang beda pendapat, wahai 'anzun walau
thaarat ! .
Kesimpulannya : Terserah cara akhi menyikapinya lah ! oke
bung ?
|
|
|
|
|
|
|
|
18.
|
Pengirim: Suryono
- Kota: Balikpapan
|
|
AWW
Dasar pemikiran tentang nyekar bunga dengan contoh Rasulullah
menancapkan pelepah kurma ada kemiripannya.
Kami tanya Ustadz, apakah Rasulullah juga melaksanakan hal tersebut
secar rutin pada hari-2 tertentu kpd keluarganya, atau pada saat ada
sahabat yang meninggal ? Kalau yaa insyaa Allah saya akan lebih sreg
sepenuh hati mengamalkannya.
Kedua dalam forum ini sebaiknya kita tidak terprovokasi pada
perbedaan guru, selama masih se aqidah, toh sama-2 sunninya.
Afwan
WWW
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Tidak ada keterangan Nabi SAW melakukannya setiap hari
tertentu, dan tidak ada juga larangannya jika akan
beristiqamah melakukannya, termasuk pada hari terterntu.
Jadi kapan saja akan melakukan nyekar, asalkan tahu tata
caranya yang tidak bertentangan dengan syariat, maka
diperbolehkannya.
|
|
|
|
|
|
|
|
20.
|
Pengirim: Win
- Kota: Jakarta
|
|
Wah dari penjelasan2
kedua kubu sy pikir mempunyai dalil2 yg kuat. Namun sy pikir hal ini
membuat perkara nyekar ini masuk ke perkara subhat. Jadi dpt
disimpulkan sebaiknya ditinggalkan, dari perkara hkm pun tdk dpt
dikatagorikan sunnah bahkan wajib. Jadi kalo kita tinggalkan maka tdk
ada dosa/keburukan yg akan menimpa kita.
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
1. Maaf, anda menyimpulkan hanya berdasarkan kemampuan
pikiran anda, tanpa dilandasi dalil syar'i. Jelas sekali
pikiran anda ini sangat jauh dari kebenaran syariat.
2. Kesimpulan anda ini adalah salah besar, jadi perlu anda
belajar ilmu syariat terlebih dahulu, agar anda tahu bahwa
pengambilan dalil itu bersumber dari 4 pilar : Alquran,
Hadits, Ijma' dan Qiyas. Alhamdulillah para ulama Aswaja
telah mengamalkan kaedah ini, sedangkan kaum Wahhabi hanya
membatasi diri dengan dua pilar, yaitu Alquran dan Hadits,
maka yang terjadi adalah timbulnya sifat kekakuan dan
kontradiksi pada amalan mereka sendiri.
Adpaun anda berani memberi hukum sendiri tanpa didasari ilmu
agama yang memadai, apakah anda sudah merasa bisa menciptakan
hukum agama seperti seorang Nabi ?
|
|
|
|
|
|
|
|
21.
|
Pengirim: nano
- Kota: banyumas
|
|
assalamu'alaikum
mau tanya, ijma dan qiyas itu apa yah?
terimaksih
|
[Pejuang Islam
Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR
RAHIM
Ijma adalah kesepakat hukum dari para ulama mujtahid.
Qiyas adalah pekerjaan ulama ahli ijtihad yg
mengqiyaskan/menimbang kesamaan hukum dari dua masalah yang
berbeda namun ada kemiripan kasus.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar