Minggu, 22 Desember 2013

nyekar bunga dikuburan dan sesajen


NYEKAR BUNGA DI KUBURAN 

LUTHFI BASHORI

 Barangkali telinga masyarakat Indonesia tidaklah asing dengan istilah nyekar. Adapun arti nyekar adalah menabur beberapa jenis bunga di atas kuburan orang yang diziarahinya, seperti menabur bunga kamboja, mawar, melati, dan bunga lainnya yang beraroma harum. Ada kalanya yang diziarahi adalah kuburan sanak keluarga, namun tak jarang pula kuburan orang lain yang dikenalnya.  Nabi SAW sendiri pernah berziarah kepada dua kuburan muslim yang sebelumnya tidak dikenal oleh beliau SAW.

 Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwasannya suatu saat Nabi SAW melewati dua kuburan muslim, lantas beliau SAW bersabda: Sesungguhnya kedua orang ini sedang disiksa, keduanya disiksa bukanlah karena suatu masalah yang besar, tetapi yang satu terbiasa bernamimah (menfitnah dan mengadu domba), sedangkan yang satu lagi terbiasa tidak bersesuci (tidak cebok) jika habis kencing. Kemudian beliau SAW mengambil pelepah korma yang masih segar dan memotongnya, untuk dibawa saat menziarahi kedua kuburan tersebut, lantas beliau SAW menancapkan potongan pelepah korma itu di atas dua kuburan tersebut pada bagian kepala masing-masing, seraya bersabda : Semoga Allah meringankan siksa dari kedua mayyit ini selagi pelepah korma ini masih segar. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitabut Thaharah (Bab Bersesuci).

 Berkiblat dari hadits shahih inilah umat Islam melakukan ajaran Nabi SAW, untuk menziarahi kuburan sanak famili dan orang-orang yang dikenalnya untuk mendoakan penduduk kuburan. Dari hadits ini pula umat Islam belajar pengamalan nyekar bunga di atas kuburan.

 Tentunya kondisi alam di Makkah dan Madinah saat Nabi SAW masih hidup, sangat berbeda dengan situasi di Indonesia. Maksudnya, Nabi SAW saat itu melakukan nyekar dengan menggunakan pelepah korma, karena pohon korma sangat mudah didapati di sana, dan sebaliknya sangat sulit menemui jenis pepohonan yang berbunga. Sedangkan masyarakat Indonesia berdalil bahwa yang terpenting dalam melakukan nyekar saat berziarah kubur, bukanlah faktor pelepah kormanya, yang kebetulan sangat sulit pula ditemui di Indonesia , namun segala macam jenis pohon, termasuk juga jenis bunga dan dedaunan, selagi masih segar, maka dapat memberi dampak positif bagi mayyit yang berada di dalam kubur, yaitu dapat memperingan siksa kubur sesuai sabda Nabi SAW.

  Karena Indonesia adalah negeri yang sangat subur, dan sangat mudah bagi masyarakat untuk menanam pepohonan di mana saja berada, ibarat tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Maka masyarakat Indonesia-pun menjadi kreatif, yaitu disamping mereka melakukan nyekar dengan menggunakan berbagai jenis bunga dan dedaunan yang beraroma harum, karena memang banyak pilihan dan mudah ditemukan di Indonesia, maka masyarakat juga  rajin menanam berbagai jenis pepohonan di tanah kuburan, tujuan mereka hanya satu yaitu mengamalkan hadits Nabi SAW, dan mengharapkan kelanggengan peringanan siksa bagi sanak keluarga dan handai taulan yang telah terdahulu menghuni tanah pekuburan. Karena dengan menanam pohon ini, maka kualitas kesegarannya pepohonan bisa bertahan relatif sangat lama.

 Memang Nabi SAW tidak mencontohkan secara langsung penanaman pohon di tanah kuburan. Seperti halnya Nabi SAW juga tidak pernah mencontohkan berdakwah lewat media cetak, elektronik, bahkan lewat dunia maya, karena situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan Nabi SAW melakukannya. Namun para ulama kontemporer dari segala macam aliran pemahaman, saat ini marak menggunakan media cetak, elektronik, dan internet sebagai fasilitas penyampaian ajaran Islam kepada masyarakat luas, tujuannya hanya satu yaitu mengikuti langkah dakwah Nabi SAW, namun dengan asumsi agar dakwah islamiyah yang mereka lakukan lebih menyentuh masyarakat luas, sehingga pundi-pundi pahala bagi para ulama dan da’i akan lebih banyak pula dikumpulkan. Yang demikian ini memang sangat memungkinkan dilakukan pada jaman modern ini.

 Jadi, sama saja dengan kasus nyekar yang dilakukan masyarakat muslim di Indonesia, mereka bertujuan hanya satu, yaitu mengikutijejak nyekarnya Nabi SAW, namun mereka menginginkan agar keringanan siksa bagi penghuni kuburan itu bisa lebih langgeng, maka masyarakt-apun menanam pepohonaan di tanah pekuburan, hal ini dikarenakan sangat memungkinkan dilakukan di negeri yang bertanah subur ini, bumi Indonesia dengan penduduk muslim asli Sunny Syafii.

 Ternyata dari satu amalan Nabi dalam menziarahi dua kuburan dari orang yang tidak dikenal, dan memberikan solusi amalan nyekar dengan penancapan pelepah korma di atas kuburan mayyit, dengan tujuan demi peringasnan siksa kubur yang tengah mereka hadapi, menunjukkan bahwa keberadaan Nabi SAW adalah benar-benar rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam, termasuk juga alam kehidupan dunia kasat mata, maupun alam kubur, bahkan bagi alam akhirat di kelak kemudian hari.



_______________________________________________________________________
(Literatur tunggal: Kitab Tahqiiqul Aamal fiima yantafiul mayyitu minal a\`maal, karangan Abuya Sayyid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani, Imam Ahlussunnah wal Jamaah Abad 21)






Tanggapan :
1.
Pengirim: ridwan  - Kota: probolinggo

Tidak Ada Dasar Hukum
Yang jelas bahwa praktek tabur bunga itu tidak ada perintah atau dasar aturannya dari syariat Islam. Adapun apakah bila melakukannya seseorang dianggap melakukan bid’ah dan dosa, hal itu masih bisa menjadi bahan perbedaan di antara para ulama.

Sebagian ulama memandang apa pun jenis pekerjaan yang terkait dengan kuburan yang tidak ada contoh atau perintahnya dari Nabi SAW adalah bid’ah, sesat dan dosa. Sehingga tabur bunga, menziarahi kubur pada waktu tertentu, membaca Al-Quran di kuburan dan sebagainya sudah dianggap dosa. Meskipun tidak ada dalil yang secara sharih dan tegas melarang hal itu.

Disisi lain, ada sebagian ulama yang tidak mengharamkan langsung apa-apa yang tidak ada dasar perintahnya dari Nabi SAW. Mereka berpatokan bahwa asal hukum segala sesuatu itu halal, sampai ada dalil tegas yang mengharamkannya. Apalagi urusan kuburan ini bukanlah termasuk ibadah mahdhah yang hukum dasarnya haram, kecuali ada perintahnya.

Sedangkan di luar masalah ibadah mahdhah, hukum dasarnya justru halal dan silahkan kerjakan apa saja, sampai adanya dalil yang melarangnya. Dan ternyata tidak ada dalil yang secara tegas melarang untuk menabur bunga dan air mawar ke kuburan, menurut mereka.

Jalan Tengah
Jalan tengah dari kedua perbedaan ini adalah sebaiknya kita tidak melakukan sesuatu yang dikhawatirkan nantinya bisa dianggap oleh orang sebagai bagian dari ritual ibadah. Kalau memang suatu hal tidak ada dasar perintahnya dari syariat, maka untuk apa dilakukan, apalagi bila secara logika memang tidak ada penjelasannya.

Tidak Punya “Dasar Logika Dan Dasar Syariah
Menabur bunga di atas kuburan dan air mawar tidak bisa dijelaskan alasannnya secara logika, juga tidak ada alasannya secara syariah. Lalu alasan satu-satunya adalah dalil ikut-ikutan orang lain. Karena melihat orang lain melakukan tabur bunga dan menyiram air mawar, lalu karakteristik bangsa kita yang salah satunya ikut-ikutan mendorong kita melakukannya, bahkan merasa ‘WAJIB’ untuk melakukannya.

Pada tingkat merasa WAJB iniloah sebenarnya kita sudah masuk ke wilayah rawan bid’ah. Sebab sebuah bid’ah itu selalu dimulai dari hal yang tadinya dianggap biasa-biasa sja, lalu seiring dengan bergantinya generasi, jadilah praktek itu seusaudu yang WAJIB dilakukan. Dan itulah bid’ah yang sejati.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh

Sumber
http://72.14.235.132/search?q=cache:CLw7GI6r8uwJ:www.syariahonline.com/kajian.php%3Flihat%3Ddetil%26kajian_id%3D6865+hukum+fiqh+tabur+bunga&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id

mohon hidangan ilmunya Yai..!?
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Nyekar atau Tabur Bunga dalam bahasa kita, justru telah kami terangkan dalam artikel, sebagai amalan ittiba’ bin nabi (mengikuti amalan sunnah Nabi SAW ). Barangkali hanya istilahnya saja yang berbeda, jika Nabi SAW melaksanakan amalan ‘Tancap Dahan’ di atas kuburan, maka warga Indonesia lebih mengenal dengan ‘Tabur Bunga’ atau ‘Nyekar’ di atas kuburan. Subtansinya sama saja, yaitu sabda Nabi SAW : Asaa an yukhaffifa anhumaa maa lam yabisaa (semoga Allah meringankan kedua mayyit (dalam kuburan) ini, sebelum dahan itu mengering. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas.
Terus apanya yang salah jika umat Islam mengamalkan hadits ini. Artinya umat Islam Indonesia mengikuti salah satu cara Nabi SAW mendoakan penghuni kuburan agar diberi keringanan siksa, yaitu dengan cara Beliau SAW menancapkan dahan atau pelepah korma, sedang umat Islam Indonesia ikut mendoakan penghuni kuburan dengan cara menabur bunga, adapun harapannya sama dengan harapan Nabi SAW, yaitu diringankannya siksa kubur bagi penghuninya selagi dahan korma maupun bunga tersebut masih segar.
Seperti diterangkan dalam hadits yang lain misalnya, bahwa Nabi SAW pernah berobat dengan madu, lantas apakah salah dan bid’ah dhalalah jika ada seorang muslim Indonesia yang ingin ber-ittiba’ mengikut sunnah Nabi SAW dalam urusan berobat menggunakan madu tetapi dicampur kunyit, atau dalam pengobatan tradisional Jawa dikenal dengan jamu Kunir Madu. Wah, kalau yang kayak begini dibilang nggak boleh, apalagi bid’ah dhalalah, rasanya kok nggak seorangpun dari muslim Indonesia ini yang terlepas dari kaedah bid’ah dhalalah.
Karena Nabi SAW tidak pernah keluar rumah untuk berdakwah dan beribadah dengan menggunakan celana panjang dan memakai hem baju, atau baju koko. Juga Nabi SAW seusai berdakwah, tidak pernah makan soto, rawon, nasi pecel, dan tidak pernah berangkat dakwah dengan naik motor, becak, angkot, pesawat, KA, seperti juga tidak adanya riwayat haditspun bahwa Nabi pernah beli HP, pasang telepun, membuka situs sekalipun untuk tujuan dakwah. Terus, apa para pemakainya yang kini tersebar di pelosok tanah air ini, juga terjerat oleh kaedah bid’ah dhalalah…?

2.
Pengirim: AHWAN AKHADI  - Kota: Malang

(sambungan-2): dan kesesatan ini akan lebih berat konsekwensinya apabila telah mengetahui ilmu sesuai dengan penafsiran ahli hadist dan ahli tafsir namun tetap melakukan amalan tersebut, karena telah nyata pelakunya telah berani menyelisihi as-sunnah.
Kesia-siaan tabur bunga sangat terlihat pada waktu nyekar di bulan Ramadhan atau menjelang syawalan. Di kampung saya (lebaran kemarin) setiap KK menyisihkan uangnya Rp 50rb untuk beli kembang traseh (ndak tahu juga kenapa harus traseh), jika di kampung saya ada 200KK, setidaknya ada Rp. 10JT setiap tahun terbuang di kuburan. Coba bila uang itu digunakan untuk memelihara masjid atau membiayai TPA misalnya, bukankah amalan sodaqoh untuk mayit sudah jelas (dalilnya) akan diterima oleh Allah SWT.
Padahal pada saat dimintakan jariyah untuk memperbaiki masjid atau membantu guru-guru ngaji, paling hanya 5 atau 10 ribu, itupun disertai grundelan.
Lalu mengapa mereka begitu ikhlas membuang uang dan hartanya di kuburan ?  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
(jawaban-2): Akhi, coba perhatikan firman Allah, laqad kaana lakum fii rasuulillahi uswatun hasanah (sungguh bagi kalian itu, terdapat contoh yang baik dalam diri Rasulullah). Apa Akhi pernah menbaca Alquran tentang ayat tersebut dapat memahaminya? Apakah Akhi juga masih meyakini kebenaran hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim ? Jadi apapun yang dilakukan oleh Rasulullah itu, adalah contoh yang baik bagi umat Islam untuk diamalkan juga, sedangkan perilaku Tancap Dahan di atas kuburan itu adalah amalan Nabi SAW, menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim. Apakah Nabi SAW dalan mengamalkan Tancap Dahan ini, termasuk mengajarkan kesesatan menurut pemahaman Akhi ?
Perlu Akhi cermati lagi tulisan kami, Nyekar Bunga di Atas Kuburan. Tidakkah telah kami terangkan perbedaan kultur alam saja yang membedakan amalan Nabi SAW Tancap Dahan dengan amalan umat Islam Indonesia Tabur Bunga atau Nyekar. Jika Akhi mendapati suatu masyarakat yang berlebih-lebihan dalam mengeluarkan dana saat membeli bunga, ayoo diingatkan dengan baik-baik, katakanlah bahwa Nabi SAW saat itu hanyalah mencari dahan segar yang banyak terdapat di sekitar tanah kuburan, Beliau tidak mengajarkan segala sesuatu itu secara berlebih-lebihan.
Demikian juga, ayoo umat Islam di tempat Akhi diarahkan, agar dalam melaksanakan sunnah Rasul ini dengan cara mencari bunga-bunga maupun dahan-dahan yang terdapat di sekitar tanah kuburan. Atau jika terpaksa harus beli, carilah sebungkus bunga yang seharga seribu, dua ribu, tiga ribu atau lima ribu rupiah, seperti yang dijual umum oleh para penjual bunga Sekar di pasar-pasar. Karena yang dimaksud dengan Nyekar itu bukan kuantitas dan kualitas harga bunganya, melainkan berkah kesegaran bunga tersebut, sekalipun jumlahnya sedikit sangat bermanfaat untuk mayyit.
Kalau Akhi memang ada kemauan dan menganggap penting, mohon juga kiranya diingatkan umat Islam, khususnya tokoh-tokoh Islam dan para pejabat mulai setingkat RT hingga Presiden, yang telah membelanjakan hartanya untuk kepentingan pribadi, yang berlebih-lebihan menurut standar Akhi. Misalnya jika sebuah keluarga itu terdiri dari suami, istri, dan dua anak, sekalipun mereka ini adalah figur pengusaha sukses, dengan ratusan juta omset pendapatan bulanan, maka hendaklah membeli rumah yang sederhana, terdiri dari kayu dan bambu, dengan maksimal tiga kamar, satu kamar untuk suami-istri, dua kamar untuk dua anaknya, katakan kepada mereka, tidaklah perlu beli rumah yang permanen, luas, indah, bertingkat, nyaman, katakana tidak perlulah kamar pembantu, alat-alat rumah tangga bermesin listrik, dan yang semisalnya, karena hal-hal itu termasuk menghambur-hamburkan uang.
Ingatkan mereka bahwa pembangunan masjid, sushalla, gedung majlis taklim dan penggajian guru-guru pesantren, guru ngaji, guru madrasah, dll, adalah lebih wajib dari pada membeli mobil pribadi, toh masih ada angkot, dari pada, membeli TV, toh Nabi tidak pernah melihat TV, dari pada membeli kulkas, toh masih bisa beli kendi, dari pada …. .toh masih…, dari pada …. toh masih …, dst. Apakah seperti demikian ini yang Akhi maksudkan ?
Jadi sekali lagi, kesunnahan Nyekar Bunga, tidak ada kaitan apapun dengan penghambur-hamburan uang…Jadi Akhi harus jeli mencermati hal ini.
Jangan katakan UMAT ISLAM itu pencuri, karena banyak orang kehilangan sandal saat pulang dari shalat Jumat. Jangan katakana UMAT ISLAM itu penjahat, karena di penjara banyak yang beragama Islam.
Katakanlah, ada oknum beragama Islam yang mencuri di masjid, tentunya banyak juga non muslim yang mencuri di tempat lain. Katakan ada oknum beragama Islam yang jadi penjahat, tentunya banyak juga non muslim yang jadi penjahat kelas kakap. Demikian juga katakan ada oknum beragama Islam yang menghambur-hamburkan uang saat membeli Bunga Sekar, tentunya mayoritas umat Islam yang menabur bunga itu dilaksanakan dengan sederhana, tidak memberatkan dan terjangkau…Begitulah ya Akhi … Cocok tooh ?

3.
Pengirim: AHWAN AKHADI  - Kota: Malang

(Komentar-1) : Harus dibedakan antara amalan ibadah dengan usaha membuat wasilah untuk mempermudah ibadah. Membuat sekolah atau pesantren, membukukan mushaf, menerjemahkan Al-Qur'an atau Hadist bukanlah ibadah yang secara syari'at ditetapkan tata caranya dan janji pahala atau balasannya. Bolehkan kita mengikuti orang-orang kafir dalam hal ini ? tentunya boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya seperti Larangan mencukur jenggot untuk menyelisihi orang majusi.
Sedangkan ziarah kubur, berdzikir, sholat, puasa dsb adalah ibadah yang secara syari'at sudah ditetapkan tata cara, waktu dan lafadz-lafadnya. Bolehkah kita mengikuti atau menyamai cara-cara orang kafir ? jawabannya adalah pertanyaan "Bolehkan kita membuat ritual ibadah sendiri". Tentunya tidak boleh, karena seperti ziarah kubur telah ditetapkan tata cara dan lafadz-lafadnya serta doa-doanya oleh Rasulullah SAW. Waktunya ditetapkan bisa kapan saja, mengucapkan salam kepada ahli kubur, memohonkan ampun kepada ahli kubur
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
(Jawaban-1) :Akhi Ahwan Akhadi mempunyai dua buah komentar dalam satu tema. Maka jawabannya kami jadikan satu pada bagian yang lain di kolom ini juga. Namun perlu juga kiranya membaca komentar Akhi Ridwan Probolinggo di kolom yg sama untuk menambah wawasan keagamaan. Afwan.

4.
Pengirim: ridwan  - Kota: probolinggo

masalah phon kurma dan bunga bahwa hal tersebut hanyalah perbedaan teknis terkait kebiasaan menyangkut situasi alam saja. karena di Arab waktu itu memang hanya ada pohon kurma, maka Nabi hanya menancapkan kurma, sementara Indonesia yang dipenuhi aneka warna bunga tentu saja memiliki tradisi tabur bunga. namun keduanya memiliki substansi yang sama, yakni sebagai simbol mendoakan kepada si mayit, termasuk pula menyiramkan air dari kendi ke atas tanah pemakaman.. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jazakallah kher atas respon Akhi. Semoga masukan akhi ini dapat menambah wawasan keagamaan bagi teman kita Ahwan Akhadi. Alhamdulillah.

5.
Pengirim: Erik Muhammad Ramdhani.  - Kota: TKI Malaysia

Ahwan Akhadi ini jelas-jelas pengikut Wahabi/Salafi. Saya yakin dia juga pelaku bid'ah dhalalah menurut standar Wahabi/Salafi. Saya yakin, kalau dia sedang shalat dan bercelana panjang, pasti celananya dilipat naik, tujuannya -katanya sih- mengikuti sunnah Rasul, agar celana tidak menutupi mata kaki. Ha ha ha, dikira Rasul itu kalo shalat yaa pakek celana panjang gitu tah...? dan sebelum shalat. Rasul jongkok dulu untuk melipat celananya gitu ? Astaghfirullah, lah kok sempit amat pandangan penganut Wahhabi/Salafi ini ... !! Ternyata yang dilakukan oleh kelompok anda adalah 'nenek moyangnya' bid'ah ... buuung ... ! Jangan suka menyalahkan amalan warga mayoritas ! Karena anda dan teman-teman anda ini adalah kategori warga minoritas berpaham sesat. Untuk Pejuang Islam, lanjutkan perjuangan melawan kemungkaran !!! Salam saya untuk ikhwan di tanah air. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran atas kunjungan Akhi, salam kami juga untuk umat Islam di Malaysia, semoga respon Akhi bermanfaat untuk semuanya.

6.
Pengirim: ridwan  - Kota: Probolinggo

Ada sementara orang terjebak dalam memahami ibadah. Dikiranya ibadah itu hanyalah ibadah mahdah saja. Ibadah mahdah (atau ibadah khusus) adalah ibadah yang syarat rukunnya telah ditetapkan sesuai dengan syariat.

Mereka lupa bahwa hakekat manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk beribadah. Maka segala bentuk tindakan, hati, pikiran, semuanya, seharusnyalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan segala tindak tanduk kita akan bernilai ibadah jika diniatkan untuk beribadah. Sedangkan membedakan urusan agama (ibadah) dengan urusan dunia itu adalah konsep sekuler, yang dianut oleh orang-orang Eropa saat ini. Dan itu bukan konsep ibadah dalam islam.

Selain ibadah mahdah, ada ibadah ghairu mahdah (ibadah umum). Ibadah ghairu mahdah bisa bercampur dengan perbuatan-perbuatan duniawi kita. Ibadah ghairu mahdah dapat terkandung (bahkan menjiwai) di dalam kita berhubungan dengan antar umat manusia (muamalah). Selain ibadah mahdah yang memang telah diperintahkan-Nya, alangkah ruginya orang islam jika melakukan kegiatan-kegiatan duniawinya tanpa berniat ibadah kepada Allah swt. Padahal Allah sendiri telah menjamin nilai pahalanya.

Ibadah ghairu mahdah (umum) ada hujahnya di dalam al Qur’an dan/atau sunnah Nabi saw. Tetapi tata-cara, syarat rukun pelaksanaannya tidak diatur. Ada yang berupa kebaikan-kebaikan amal, fadhilah, keutamaan-keutamaan, dan amalan sunnah seperti dzikir, sholawat, dsb. Ada juga yang berupa kegiatan-kegiatan duniawi yang diniatkan ibadah, seperti bekerja, makan minum, berkunjung, arisan, dll. Hal itu diperbolehkan sepanjang itu tidak melanggar aturan syara’.

Cara pandang yg berbeda tentang konsep ibadah inilah yang menyebabkan konsep bid’ah menjadi berbeda dengan kaum salafy/wahaby.

Mereka menganggap bahwa ibadah hanya mahdah saja, termasuk yang merupakan fadlilah-fadlilah amal, dzikir, dsb. Sehingga mereka menuntut/menunggu dalil perintah, tata cara, syarat, rukun mengenai amalan-amalan dzikir, fadlilah2 amal, dll. Sedangkan kegiatan duniawi menurut mereka adalah bukan masalah ibadah.

Demikian serapan kami setelah membaca pendapat-pendapat mereka tentang bid’ah dan ibadah. Ini seperti konsep sekuler sebagaimana diterangkan di atas.
Banyak hal-hal yang wahaby anggap bid’ah (yg sesat). Sementara para ulama ahlus sunnah wal jamaah menganggap itu bukan bid’ah. Atau kalaupun itu perkara baru, maka bukan bid’ah yang haram, menurut pembagian Imam Syafi’y.

Sesuai dengan perkembangan zaman, banyak perkara baru dalam urusan duniawi, maka banyak pula perkara-perkara baru yang dapat bernilai ibadah, yang adalah ghairu mahdah (umum). Ada bank syariah, ada organisasi, ada partai politik, dll. Ada macam-macam kegiatan seperti arisan keluarga, peringatan ulang tahun, ulang tahun anak, Ulang tahun proklamasi, dll, termasuk ulang tahun baginda Nabi saw (Maulid). :-)

Dengan demikian, bahwa

hukum asal dari suatu perkara adalah halal dan mubah kecuali jika terdapat dalil yang mengharamkan atau melarangnya

Tetap berlaku untuk ibadah-ibadah umum.

Selanjutnya, dengan semakin banyaknya perkara-perkara baru di dunia ini, ketika kami yang awam ini tidak mampu menggali hukum sendiri, maka mengikut para ulama adalah cara terbaik. Bermakmum kepada salafus shaleh, kepada para ulama ahlus sunnah waljamaah yang sudah teruji madzabnya tidak lekang ditelan zaman. Itulah yang pendapat-pendapatnya antara lain termaktub di sini.

Ada contoh bagaimana berbagai macam bid’ah dapat terjadi di dalam hanya satu kegiatan duniawi (yaitu makan), di sini. Sedangkan kita tahu, makanpun dapat bernilai ibadah.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami on line kan untuk pengunjung.

7.
Pengirim: ridwan  - Kota: Probolinggo

Ada sekelompok golongan yg suka membid’ah-bid’ahkan (sesat) berbagai kegiatan yang baik di masyarakat, seperti peringatan maulid, isra’ mi’raj, yasinan mingguan, tahlilan dll. Kadang mereka berdalil dengan dalih,

Agama ini telah sempurna. Jika perbuatan itu baik, niscaya Rasulullah saw telah mencontohkan lebih dulu.

Atau mengatakan,

Itu bid’ah , karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Atau,

jikalau hal tersebut dibenarkan, maka pasti Rasulullah saw memerintahkannya. Apa kamu merasa lebih pandai dari Rasulullah?

Mem-vonis bid’ah sesat suatu amal perbuatan (baru) dengan argumen di atas adalah lemah sekali. Ada berbagai amal baik yang Baginda Rasul saw tidak mencontohkan ataupun memerintahkannya. Teriwayatkan dalam berbagai hadits dan dalam fakta sejarah.

1. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. berkata kepada Bilal ketika shalat fajar (shubuh),

“Hai Bilal, ceritakan kepadaku amalan apa yang paling engkau harap pahalanya yang pernah engkau amalkan dalam masa Islam, sebab aku mendengar suara terompamu di surga. Bilal berkata, “Aku tidak mengamalkan amalan yang paling aku harapkan lebih dari setiap kali aku berssuci, baik di malam maupun siang hari kecuali aku shalat untuk bersuciku itu”.

Dalam riwayat at Turmudzi yang ia shahihkan, Nabi saw. berkata kepada Bilal,

‘Dengan apa engkau mendahuluiku masuk surga? ” Bilal berkata, “Aku tidak mengumandangkan adzan melainkan aku shalat dua rakaat, dan aku tidak berhadats melaikan aku bersuci dan aku mewajibkan atas diriku untuk shalat (sunnah).” Maka Nabi saw. bersabda “dengan keduanya ini (engkau mendahuluiku masuk surga).

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia berkata, “Hadis shahih berdasarkan syarat keduanya (Bukhari & Muslim).” Dan adz Dzahabi mengakuinya.

Hadis di atas menerangkan secara mutlak bahwa sahabat ini (Bilal) melakukan sesuatu dengan maksud ibadah yang sebelumnya tidak pernah dilakukan atau ada perintah dari Nabi saw.

2. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan para muhaddis lain pada kitab Shalat, bab Rabbanâ laka al Hamdu,

dari riwayat Rifa’ah ibn Râfi’, ia berkata, “Kami shalat di belakang Nabi saw., maka ketika beliau mengangkat kepala beliau dari ruku’ beliau membaca, sami’allahu liman hamidah (Allah maha mendengar orang yang memnuji-Nya), lalu ada seorang di belakang beliau membaca, “Rabbanâ laka al hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fîhi (Tuhan kami, hanya untuk-Mu segala pujian dengan pujian yang banyak yang indah serta diberkahi).

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah orang yang membaca kalimat-kalimat tadi?” Ia berkata, “Aku.” Nabi bersabda, “Aku menyaksikan tiga puluh lebih malaikat berebut mencatat pahala bacaaan itu.”

Ibnu Hajar berkomentar, “Hadis itu dijadikan hujjah/dalil dibolehannya berkreasi dalam dzikir dalam shalat selain apa yang diajarkan (khusus oleh Nabi saw.) jika ia tidak bertentang dengan yang diajarkan. Kedua dibolehkannya mengeraskan suara dalam berdzikir selama tidak menggangu.”

3. Imam Muslim dan Abdur Razzaq ash Shan’ani meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,

Ada seorang lali-laki datang sementara orang-orang sedang menunaikan shalat, lalu ketika sampai shaf, ia berkata:
اللهُ أكبرُ كبيرًا، و الحمدُ للهِ كثيرًا و سبحانَ اللهِ بكْرَةً و أصِيْلاً.

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi?

Orang itu berkata, “Aku wahai Rasulullah saw., aku tidak mengucapkannya melainkan menginginkan kebaikan.”

Rasulullah saw. bersabda, “Aku benar-benar menyaksikan pintu-pintu langit terbuka untuk menyambutnya.”

Ibnu Umar berkata, “Semenjak aku mendengarnya, aku tidak pernah meninggalkannya.”

Dalam riwayat an Nasa’i dalam bab ucapan pembuka shalat, hanya saja redaksi yang ia riwayatkan: “Kalimat-kalimat itu direbut oleh dua belas malaikat.”

Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata: “Aku tidak pernah meningglakannya semenjak aku mendengar Rasulullah saw. bersabda demikian.”

Di sini diterangkan secara jelas bahwa seorang sahabat menambahkan kalimat dzikir dalam i’tidâl dan dalam pembukaan shalat yang tidak/ belum pernah dicontohkan atau diperintahkan oleh Rasulullah saw. Dan reaksi Rasul saw pun membenarkannya dengan pembenaran dan kerelaan yang luar biasa.

Al hasil, Rasulullah saw telah men-taqrîr-kan (membenarkan) sikap sahabat yang menambah bacaan dzikir dalam shalat yang tidak pernah beliau ajarkan.

4. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, pada bab menggabungkan antara dua surah dalam satu raka’at dari Anas, ia berkata,

“Ada seorang dari suku Anshar memimpin shalat di masjid Quba’, setiap kali ia shalat mengawali bacaannya dengan membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad sampai selesai kemudian membaca surah lain bersamanya. Demikian pada setiap raka’atnya ia berbuat. Teman-temannya menegurnya, mereka berkata, “Engkau selalu mengawali bacaan dengan surah itu lalu engkau tambah dengan surah lain, jadi sekarang engkau pilih, apakah membaca surah itu saja atau membaca surah lainnya saja.” Ia menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan apa yang biasa aku kerjakan. Kalau kalian tidak keberatan aku mau mengimami kalian, kalau tidak carilah orang lain untuk menjadi imam.” Sementara mereka meyakini bahwa orang ini paling layak menjadi imam shalat, akan tetapi mereka keberatan dengan apa yang dilakukan.

Ketika mereka mendatangi Nabi saw. mereka melaporkannya. Nabi menegur orang itu seraya bersabda, “hai fulan, apa yang mencegahmu melakukan apa yang diperintahkan teman-temanmu? Apa yang mendorongmu untuk selalu membaca surah itu (Al Ikhlash) pada setiap raka’at? Ia menjawab, “Aku mencintainya.”

Maka Nabi saw. bersabda, “Kecintaanmu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga.”

Demikianlah sunnah dan jalan Nabi saw. dalam menyikapi kebaikan dan amal keta’atan walaupun tidak diajarkan secara khusus oleh beliau, akan tetapi selama amalan itu sejalan dengan ajaran kebaikan umum yang beliau bawa maka beliau selalu merestuinya. Jawaban orang tersebut membuktikan motifasi yang mendorongnya melakukan apa yang baik kendati tidak ada perintah khusus dalam masalah itu, akan tetapi ia menyimpulkannya dari dalil umum dianjurkannya berbanyak-banyak berbuat kebajikan selama tidak bertentangan dengan dasar tuntunan khusus dalam syari’at Islam.

Kendati demikian, tidak seorangpun dari ulama Islam yang mengatakan bahwa mengawali bacaan dalam shalat dengan surah al Ikhlash kemudian membaca surah lain adalah sunnah yang tetap! Sebab apa yang kontinyu diklakukan Nabi saw. adalah yang seharusnya dipelihara, akan tetapi ia memberikan kaidah umum dan bukti nyata bahwa praktik-prakti seperti itu dalam ragamnya yang bermacam-macam walaupun seakan secara lahiriyah berbeda dengan yang dilakukan Nabi saw. tidak berarti ia bid’ah (sesat).

5. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab at Tauhid,

dari Ummul Mukminin Aisyah ra. bahwa Nabi sa. Mengutus seorang memimpin sebuah pasukan, selama perjalanan orang itu apabila memimpin shalat membaca surah tertentu kemudian ia menutupnya dengn surah al Ikhlash (Qulhu). Ketika pulang, mereka melaporkannya kepada nabi saw., maka beliau bersabda, “Tanyakan kepadanya, mengapa ia melakukannya?” Ketika mereka bertanya kepadanya, ia menjawab “Sebab surah itu (memuat) sifat ar Rahman (Allah), dan aku suka membacanya.” Lalu Nabi saw. bersabda, “Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintainya.” (Hadis Muttafaqun Alaihi).

Apa yang dilakukan si sahabat itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw., namun kendati demikian beliau membolehkannya dan mendukung pelakuknya dengan mengatakan bahwa Allah mencintainya.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami on line kan untuk pengunujng, semoga bermanfaat.

8.
Pengirim: ridwan  - Kota: Probolinggo

Setelah baginda Nabi saw wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut,

1. Pembukuan al Qur’an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.

2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa.

3. Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at.

4. Pembukuan hadits. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar tahun 100 H.

5. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll

6. Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.

Masih banyak contoh-contoh lain. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami on line kan untuk pengunjung. Semoga bermanfaat.

9.
Pengirim: Aswaja  - Kota: Probolinggo

Banyak orang (terutama dari kelompok salafi/ wahabi) yang keblinger. Mereka menyangka dzikir termasuk ibadah mahdah, dengan alasan bahwa itu ibadah kepada Allah (habluminallah).

Padahal definisi ibadah mahdah adalah ibadah khusus, ibadah yg diatur syariatnya secara ketat. Itu dapat meliputi dimensi habluminallah ataupun habluminannas. Demikian juga ibadah umum, dapat juga meliputi habluminallah dan habluminannas.

Dan dzikir adalah ibadah ghairu mahdah yg habluminallah, ada dalil perintahnya namun pelaksanaan diserahkan ke umat.

Simak tanya jawab yg kami nukil berikut ini,

Tanya:

Assalamu’alaikum wrwb.
Saya ingin penjelasan tentang ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah. Apa saja cakupannya? Beberapa artikel (internet) mengenai hal ini namun tanpa ada referensi, bahkan hanya pendapat penulis.

Saya ingin jika keterangan disertai dari referensi yang kuat (ulama aswaja atau rujukan kitabnya).

Terima kasih sharingnya.


Jawab:

Mungkin ini hanya referensi,

dalam ta’bir dibawah ini tersirat makna Ibadah Mahdlah,

سبل السلام ج: 4 ص: 110
وذهب أكثر الشافعية ونقل عن المالكية إلى أن النذر مكروه لثبوت النهي واحتجوا بأنه ليس طاعة محضة لأنه لم يقصد به خالص القربة وإنما قصد أن ينفع نفسه أو يدفع عنها ضررا بما التزم

sedangkan yang dibawah ini menjelaskan tentang bentuk2 ibadah mahdlah,

أنيس الفقهاء ج: 1 ص: 139

فالعبادات على ثلاثة أنواع بدنية محضة كالصلاة ومالية محضة كالزكاة ومركبة منهما كالحج

Demikian Wallahu a’lam bisshawab.

Ta’bir di atas Dari kitab Subulussalam karya Syeh Mohammad bin Isma’il As Son’ai (773-852 H. ) cetakan Daru Ihya’ Beirut.

Ibadah Mahdlah : sebentuk Perbuatan yang semata2 ditujukan untuk beribadah ( seperti sholat, zakat, puasa, haji, )

lebih jelasnya devinisi ibadah mahdlah itu merupakan jawaban dari sebuah contoh pertanyaan, ” untuk apa orang melaksanakan sholat, puasa, haji atau berzakat ? “

Ibadah ghoiru mahdlah : sebentuk perbuatan yang pada asalnya tidak ditujukan untuk beribadah tapi bisa bernilai ibadah bila dilakukan dengan niat dan tujuan beribadah, seperti makan, tidur, bekerja, kumpul bojo dll.

Ibadah mahdah adalah bentuk Ibadah yang tatacaranya diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah sangat jelas, dan bersifat pasti/mutlak. seperti puasa, zakat, sholat haji dan lain2.

Sedangkan ibadah ghairu mahdah adalah bentuk ibadah yang dapat menjadi ibadah jika diniatkan sebagai ibadah, namun dapat menjadi kegiatan sosial biasa jika tidak disertai niat untuk ibadah, seperti bersedekat, bergotong royong dan membaca-baca buku. terima kasih.

artinya sedekah, tidak ditentukan ukurannya , hanya berdasar kemampuan masing-masing. dan lain-lain.

Tanya:

Di referensi manakah keterangan spt itu dapat kami baca?

Kemudian … bagaimana dengan ibadah2 yg sunnah, spt dzikir, shalawat, baca qur’an dll. Ini termasuk mahdah atau ghairu mahdah?

Jawab:

Silahkan baca di Tahrirut Tankih karya Zakariya al-Anshori atau fathul Mu’in karya al-malabari

ibadah-ibadah tersebut termasuk ibadah ghoiru mahdah, karena tiak ditentukan cara-cara, waktu-waktu dan jumlahnya secara khusus. orang dapat berdzikir kapan pun di manapun. demikian juga dengan membaca al-Qur’an. tentu saja terdapat beberapa pengecualian.

Adapun hadits-hadits yang menerangkan jumlah-jumlah dzikir Rasulullah dalam waktu-waktu tertentu biasanya berfungsi sebagai anjuran. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami on line kan untuk pengunjung. Semoga bermanfaat.

10.
Pengirim: ridwan  - Kota: Probolinggo

Yai ada saudara saya yg bilang:
apakah bertasbih korma itu tergantung dalam kondisi basah maupun sudah kering?
Allah Ta'ala berfirman yg artinya: "Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun". (Al-Isra' 17:44)
Bukankah juga pernah terdengar tasbihnya kerikil oleh Rasulullah, sedangkan kerikil itu kering. Lalu, apa yang menjadi alasan sekarang..?
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengharap kepada Allah 'Azza wa Jalla agar berkenan meringankan adzab yang menimpa kedua orang di atas selama kedua pelepah kurma itu masih basah. Artinya, waktu permohonan beliau itu tidak lama, hanya sebatas basahnya pelepah kurma. Ini dimaksudkan sebagai ancaman terhadap siapa saja yang melakukan perbuatan seperti kedua mayit yang diadzab itu. Karena sebenarnya dosa yang diperbuat itu termasuk besar. Salah satunya tidak menjaga diri dari kencing. Jika demikian, ia melakukan shalat tanpa adanya kesucian dari najis. Sedangkan yang satunya lagi kian kemari mengumbar fitnah, merusak hubungan baik sesama hamba Allah --na'udzu billah--, serta menghembuskan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan itu berdampak besar.
Inilah alasan yang lebih mendekati. Jadi, itu merupakan syafaat sementara dari beliau dan sebagai peringatan atau ancaman kepada umatnya, dan bukan merupakan kebakhilan beliau untuk memberikan syafaat yang kekal.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Jika pertanyaan Akhi ini dijawab secara komplit, maka membutuhkan jawaban yg sangat panjang karena menyangkut musthalah hadits. 2. Yang dilakukan Nabi dalam nyekar Tancap Dahan adalah syariat yang dapat kita amalkan, baik kita tahu maksudnya, tujuannya dan rahasianya, maupun tidak tahu, seperti ketidaktahuan kita tentang rahasia mengapa shalat Subuh itu kok dua rakaat, padahal saat itu badan dan pikiran masih segar2nya, sedang shalat Ashar yg saatnya orang pada capek setelah beraktifitas seharian, kok malah empat rakaat. 3. Perkara yang langsung dicontohkan oleh Nabi atau ketentuan Alquran ini namanya Amrun Tauqifiyyun (Doktrin Syariat), kita tinggal ittiba' (melaksanakannya). 4. Nabi SAW menjadi Rasul yg seluruh perilakunya adalah tauladan bagi kita, tentunya karena suatu sebab seringkali kita tidak memungkinkan menerima beritanya (hadits) secara lengkap, termasuk krn kemampuan kita yg terbatas. 5. Contoh pro kontra hadits tentang nyekar Tancap Dahan yang dipahami beberapa orang hanya sekali saja dilakukan oleh Nabi SAW, ternyata jika diteliti dg cermat, minimal ada tiga hadits, yaitu riwayat Ibnu Abbas yg menerangkan Nabi nyekar Tancap Dahan saat di dalam kota Madinah dan disaksikan banyak orang, sedang riwayat Jabir menerangkan Nabi nyekar Tancap Dahan saat bepergian, yang hanya disaksikan oleh shahabat Jabir. Yg ketiga riwayat Abu Hurairah, nyekarkya untuk satu kuburan, dg menancapkan dua dahan di bagiaan kepala dan kaki. Tidakkah ada kemungkinan Nabi melakukan lebih dari tiga kali ? hanya saja saksi dari kalangan shahabat belum sampai menyampaikan hadits2 ini terburu meninggal dunia, adakalanya mati syahid dalam peperangan atau karena sebab lain. 6. Nabi dalam mendoakan mayit, tidak hanya lewat nyekar tancap dahan. Masih banyak yang diajarkan oleh Beliau. Sedangkan khusus nyekar tancap dahan pasti ada rahasia tersendiri yang kita belum mengetahuinya. Wallah a'lam.

11.
Pengirim: AHWAN AKHADI  - Kota: Malang

Hadits-hadits yang saya sebutkan di atas tentang Adab Ziarah, menunjukkan bahwa baca al-Qur-an di pemakaman tidak disyari’atkan oleh Islam. Karena seandainya disya-ri’atkan, niscaya sudah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau pasti sudah mengajarkannya kepada para Shahabatnya.

‘Aisyah ketika bertanya kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang harus diucapkan (dibaca) ketika ziarah kubur? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengajar-kan salam dan do’a. Beliau tidak mengajarkan baca al-Fatihah, baca Yaasiin, baca surat al-Ikhlash dan lainnya. Seandainya baca al-Qur'an disyari’atkan, pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyembunyikannya.

Menurut ilmu ushul fiqih:


“Menunda keterangan pada waktu keterangan itu dibutuhkan tidak boleh.”

Kita yakin bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mungkin menyembunyikan ilmu dan tidak pernah pula beliau mengajarkan baca al-Qur'an di pemakaman. Lagi pula tidak ada satu hadits pun yang sah tentang masalah itu.

Membaca al-Qur'an di pemakaman menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kita membaca al-Qur'an di rumah:


"Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat al-Baqarah.” [Hadits riwayat Muslim (no. 780), Ahmad (II/284, 337, 387, 388) dan at-Tirmidzi (no. 2877) serta ia menshahihkannya]

Hadits ini jelas sekali menerangkan bahwa pemakaman menurut syari’at Islam bukanlah tempat untuk membaca al-Qur'an, melainkan tempatnya di rumah, dan melarang keras menjadikan rumah seperti kuburan, yang jelas tidak ada bacaan al-Qur'an dan shalat-shalat sunnat di pema-kaman.

Jumhur ulama Salaf seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam-imam yang lainnya melarang membaca al-Qur'an di pemakaman, dan inilah nukilan pendapat mereka:

Pendapat Imam Ahmad, Imam Abu Dawud berkata dalam kitab Masaa-il Imam Ahmad hal. 158: “Aku mende-ngar Imam Ahmad ketika beliau ditanya tentang baca al-Qur-an di pemakaman? Beliau menjawab: “Tidak boleh.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dari asy-Syafi’i sendiri tidak terdapat perkataan tentang masalah ini, yang demikian ini menunjukkan bahwa (baca al-Qur-an di pemakaman) menurut beliau adalah BID’AH. Imam Malik berkata: ‘Tidak aku dapati seorang pun dari Sha-habat dan Tabi’in yang melakukan hal itu!’”

Lihat Iqtidhaa’ Shirathal Mustaqim (hal. 380), Ahkaamul Janaa-iz (hal. 191-192). 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah Akhi Ahwan Akhadi rupanya sudah bisa menerima keterangan para Pejuang Islam Ahlussunnah tentang khilafiyah furu'iyah berkaitan dengan Nyekar Bunga di Kuburan. Jadi, jika Akhi tidak ingin berziarah kubur dan Nyekar bunga di kuburan, ya nggak apa-apalah, karena hukumnya sunnah saja. Tetapi biarkanlah umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah ini mengamalkan Nyekar sesuai dengan keyakinannya, karena ingin mengikuti sunnah Nabi SAW, toh tidak mengganggu Akhi, dan mereka mengamalkannya dengan dasar hadits-hadits shahih. Semoga wawasan keagamaan Akhi Ahwan semakin bertambah luar, sehingga semakin arif dan dapat menyadari bahwa ikhtilaful aimmati rahmah. Sekarang Akhi Ahwan Akhadi juga mengajak diskusi tentang bab yang lain yaitu Adab ziarah kubur:
(1). Ya Akhi, tentang hadits ziarah kubur itu tidak hanya satu atau dua versi, melainkan banyak vers, jadi kita boleh memegangi yang mana saja asalkan tidak melanggar ajaran Nabi. Salah satu tata cara berziarah kubur, ya dengan menancapkan dahan korma, atau menabur bunga di atas kuburan. Bahkan ada 3 riwayat shahih dalam hal ini A). Dari Ibnu Abbas, yang mengatakan bahwa Nabi nyekar dengan Tancap Dahan pada dua kuburan di dalam kota Madinah yang disaksikan oleh banyak shahabat. B). Dari Jabir mengatakan Nabi nyekar dengan Tancap Dahan pada dua kuburan di luar kota Madinah saat beliau musafir ditemani shahabat Jabir C). Dari Abu Hurairah mengatakan Nabi nyekar dengan tancap dahan pada satu kuburan. Nabi juga menziarahi kuburan Sy. Hamzah dengan naik gunung Uhud, coba baca di Book Collection berjudul : Perlukah Mengunjungi Tempat Islam Bersejarah ? Juga mengajarkan tata cara ziarah yang lain juga tentunya. Maklumlah di Madinah ini Nabi hidup berdakwah selama 10 tahun. Kan tidak mungkin beliau cuma hanya sekali saja mengajari dan memberi contoh kepada umat tentang tata cara berziarah kubur. Hanya saja kita-kitalah yang kurang cermat dalam mencari hadits-hadits itu.
(2). Tentang berziarah kubur dengan membaca surat Yasin. Apakah Akhi belum mempelajari hadits riwayat Imam Ahmad pada hadits no 197899 (5/661) yang isinya senada denagn rwayat Abu dawud pada Kitabul Janaiz, bab Alqira-ah indal mayit (3/489) Nabi berdabda: iqra-uu yasiin 'alaa mautaakum (bacalah surat Yasin untuk mayit kalian). Kira-kira di mana banyak kita temui 'yang terhormat' para mayit itu Apakah di swalayan ataukah di pekuburan ? Jadi yang tepat baca Yasiin, yang dikhususkan untuk mayit itu yaa di kuburan lah...! Sekalipun boleh2 saja dibaca di rumah atau dimana saja di tempat yang terhorat.
(3) Imam Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Syu'abul Imam, dan juga Imam Thabarani meriwayatkan yang sama, Sabda Nabi SAW: Apabila salah seorang dari kalian meninggal, maka jangan diperlambat dan percepatlah ia untuk dikuburkan, lantas hendaklah dibacakan di bagian kepalanya Surat Fatihah. Sedangkan di dalam riwayat Imam Baihaqi : di bagian kepala hendaklah dibacakan pembukaan surat Albaqarah dan di bagian kaki hendaklah dibacakan penutupan surat Albaqarah. (Kitab Syarhus Shuduur hal 104, dan hadits-hadits ang semisalnya banyak ditulis di kitab-kitab lainnya).
(4). Rujuknya Imam Ahmad juga banyak dinukil oleh para ulama. Alkhallal berkata, telah mengkhabarkan kepadaku Alhasan bin Ahmad Alwaraaq, beliau berkata telah metahditskan kepada kami Ali bin Musa Alhaddad, yang mana beliau itu Shaduuqan / terpercaya, dan berkata : Suatu saat aku bersama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad Qudamah Aljauhari melayat jenazah/mayit. Tatkala mayit dikubur, ada seorang buta yang membaca Alquran di atas kuburannya. Lantas Ahmad berkata : Hai, sesungguhnya baca Alquran di atas kuburan itu BID'AH. Tatkala keduanya keluar dari pekuburan, berkata Muhammad bin Qudamah kepada Ahmad bin Hanbal: Hai Aba Abdillah (Ahmad), apa pendapatmu tentang Mubassyir Alhalabi ? Ahmad menjawab : Tsiqah (terpercaya). Lanjut Muhammad : Apakah engkau mengambil hadits darinya ? Ahmad menjawab : Ya .. ! Muhammad melanjutkan : Ketahuilah bahwa aku mendapat khabar dari Mubassyir dari Abdurrahman bin Al-alaak bin Allajlaaj dari ayahnya yang telah berwasiat, bahwa jika ayahnya dikubur,maka hendaklah dibacakankan di bagian kepalanya pembukaan Surat Albaqarah dan penutupannya, karena beliau mengatakan : Aku mendengar Ibnu Umar berwasiat dengan hal itu. Maka Ahmad bin Hanbal pun mengatakan kepada Muhammad : Kembalilah dan katakan kepada orang buta tadi : Teruskan baca Alqurannya...! Ya Akhi Ahwan Akhadi, Ketahuilah bahwa keterangan para Pejuang Islam ini hanyalah sekelumit dari puluhan jawaban yang bisa kami sampaikan tentang ‘ketidaktahuan’ Akhi Ahwan Akhadi, dalam kaitannya dengan dalil-dalil haditsnya amalan umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah, yang mana tampaknya selama ini menjadi kesulitan Akhi dan teman-temannya untuk memahami duduk masalahnya. Maka, setelah tahu dengan membaca tulisan ini, hendaklah Akhi Ahwan Akhadi mengatakan : Eeeh ... ternyata ada juga ya dalilnya ... kirain orang Sunni Syafi’i itu bodoh-bodoh, ngamalin sesuatu amalan nggak pakek dalil, ternyata lengkap juga loh dalilnya ... !!

12.
Pengirim: ujik  - Kota: madiun

he... he.. he... ngendi Ahwan akhadi kok gak muncul lagi? saya ngikutin diskusi ini terus, tapi baru komentar, karena saya bukan ahli ndalil. Akhirnya kau ketemu juga sama ahlinya ya ahwan.... jangan meniru guru-gurumu itu, yang beraninya cuma ngobral dalil di kampus-kampus yang mahasiswanya polos-polos dan orang-orang yang gak ngeti dalil. bilang ini bidah, ini sesat, ini kufur. tapi gak pernah mau diajak dialog terbuka. kenapa? takut pamornya hilang? amargi kadung disebut ustad ? contohnya itu, si makhrus ali yang ngarang buku mantan kiai NU, gak berani alias ngacir, mangkir ketika diajak debat terbuka, baik di IAIN surabaya atau di Univ Brawijaya. Orang-orang wahabi cuma berani koar-koar tapi gak berani mengahadapi orang-orang yang tahu dalil. He ahwan.... jangan cuma bengok-bengok ... kalo mau amar makruf nahi munkar jangan tanggung-tanggung. ajak turun ustad-ustad sampean ke PB NU ketemu kyai-kyai NU disana, katakan terang-terangan kalo NU sudah mengamalkan bid'ah, berani gak ? tapi saya gak yakin sampaean wani koyo ngono, karena sampeyan wedi mati, dan membawa amalan yang cekak, karena kurang sholawat, dan sampean berkeyakinan kalo orang lain gak bisa doakan jika nanti mati. yai-yai yang ada di pejuangislam.. hadapi terus aja itu wahabi-wahabi. saya sudah muak dengan mereka yang sok-sokan, jika kesalahan itu dari dirinya biasanya dia akan lari, gak akan berani yai, dan katakan percuma diskusi, padahal yo mboten ngertos dalil. padahal tanpa disadari orang-orang ini adalah penganut bid'ah juga. ahwan, ngapain sampean pakai diskusi di internet? ini bid'ah. kalo perlu sampeyan gak usah pake celana, kalo perlu jika nanti mati dikuburnya cuma pake batu, gak usah ditalkin, gakusah ditahlil, dadi koyo ngubur kucing, gak usah maesan, biar nanti dikencingi anjing. wes ojok aneh-aneh wan... wan.. sing biasa wae dadi wong kuwi... sampean iki jowo, iso Islam nggih saking kanjeng sunan, yang melakukan dakwah dengan wayang, opo kuwi bid,ah? menawi mboten ndamel wayang tiyang jowo mboten ngertos, nopo kuwi kalimoshodo (kalimat syahadat), nopo kuwi pekih (fiqih), eyang-eyang njenengan mboten mlebet ten agami rosul menawi kanjeng sunan bonang mboten ndamel kenong lan bonang. ngono yo ngono nanging yo ojo ngono, sing biasa wae. ojo nggampang-nggampang ngapirno tiyang lintu. elinggo wiwitan lan pungkasane kawulo.
lan elingo, sedoyo kawulo mboten saget ngertos nopo mangke khusnul khotimah pungkasane, nopo naudzubillahimindzalik, su'ul khotimah ten pungkasane. kulo niki tiyang sing mboten ngertos ndalil yai, ngapunten. nanging kulo tasih ndamel pikiran, ngapunten yai lutfi. mugi yai sehat sedoyo lan keluargo. Mugi perjuangan njenengan istiqomah. ngapunten yai. maturnuwun. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran respon Akhi. Kunjungi kami terus dan ajak teman-teman yang lain.

13.
Pengirim: ridwan  - Kota: probolinggo

Coba bagi kaum Wahaby meneliti dengan amat sangat cermat sekali dawuh Baginda Nabi SAW tsb. Sekali lagi coba saya dinukilkan:
Abdullah bin Abbas menyebutkan bahwa pada suatu waktu bersama sejumlah sahabat, Baginda Nabi SAW melewati dua buah makam. Pada saat itu, Baginda Nabi SAW dawuh: “Kedua penguni makam sesungguhnya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar (dalam pandangan mereka). Penghuni makam yg satu ini semasa hidupnya ketika buang air kecil tidak menutupi dirinya, sedangkan yg lain suka mengadu domba.”
Kemudian Baginda Nabi SAW mengambil sepotong pelepah daun kurma yg masih basah dan membaginya menjadi dua. Setelah itu beliau menanamnya pada setiap makam. Para sahabat lantas bertanya kepada beliau SAW, “Wahai utusan Allah, mengapa engkau melakukan hal ini (menanam pelepah kurma dimakam orang tsb.)?”
Baginda Nabi SAW menjawab: “semoga Allah meringankan siksa keduanya selama pelepah kurma tsb. belum kering.” [HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad]
Pada saat itu, Baginda Nabi SAW sedang dalam perjalanan. Urusan beliau SAW sangat banyak, waktu beliau SAW sangat berharga, tetapi demi cintanya kepada umat, beliau tetap ingin menyelamatkan mereka yg disiksa dalam kubur. Akhirnya, beliau mengambil pelepah kurma yg masih basah dan menanamnya. Apa rahasia dibalik penanaman pelepah kurma? Coba simak pendapat Imam alQurthubiy ra. dibawah ini:
“sabda Baginda Nabi SAW yg berbunyi, “selama keduanya belum kering, “merupakan sebuah petunjuk bahwa selama masih basah keduanya bertasbih kepada Allah dan jika telah kering barulah menjadi benda mati wallahu a’lam.
Selanjutnya Imam alQurthubiy ra. berkata:
“berdasarkan hadits penanaman pelepah kurma diatas, para ulama kami berpendapat bahwa jika kedua orang tsb. diringankan siksanya karena tasbih pelepah kurma yg basah tsb., lalu bagaimana kiranya pengaruh bacaan alQur’an seorang mukmin dimakam saudaranya.” [al Jami’u Li Ahkamil Qur’an, juz.10, hal.267]
Ketika menguraikan Shahih Muslim, al Hujjatul al Islam Imam Nawawi ra. berkata:
“berdasarkan hadits (tentang pelepah kurma) ini, para ulama kemudian menganjurkan seseorang untuk membaca Qur’an disebuah makam. Sebab, jikatasbih pelepah kurma dapat meringankan siksa seseorang, maka pembacaan alQur’an tentunya lebih utama. Wallahu a’lam.
Disamping itu, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sebelum meninggal, Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab ra. berwasiat agar setelah selesai penguburan dibacakan untuknya pembukaan dan penutupan surat alBaqarah, tepat disamping kepala beliau.” [Syarhun Nawawi ‘Ala Shahih Muslim, Jilid.III, Cet.II, Hal.202]
Tutuplah telinga anda dari orang2 yg tidak berpijak kepada Qur’an dan Hadits, serta ikuti penjelasan para ulama2 yg mu’tabar bukan ulama Wahaby yg tidak pernah duduk bongkar kitab sama. Jika para Wahaby berminat, silahkan Hubungi Yai Muhyiddin Abdusshomad di 0331333002
Semoga bermanfaat!..
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini juga sumbangsih Akhi Ridwan untuk dipahami oleh Akhi Ahwan Akhadi dan teman-teman Wahhabinya.

14.
Pengirim: ridwan  - Kota: probolinggo

Jika pelepah kurma saja bisa mendo’akan, apalagi manusia….”
betul kan Yai? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yaa iyaa laah !

15.
Pengirim: ARIS  - Kota: Bekasi

Saudara-saudaraku.

Kenapa Islam tidak bisa menyatukan kita dalam rasa kasih sayang?

Saya orang awam tapi saya suka membaca dan sering sekali menemukan kedua kubu saling mengatakan sesat kubu lainnya.

Sebagai manusia yg punya pesarsaan pasti ada rasa sakit hati dibilang sesat, jadi janganlah kata "sesat" dibarengi dengan telunjuk kita mengarah kepada saudara kita yg menyatakan bahwa Islam adalah agamanya dan mengimani Allah dan Rasulnya.

Yg ikut Wahabi silahkan merasa paling bener silahkan tapi jangan mengatakan "sesat" kepada kelompok lain. Yang merasa Aswaja ya jangan suka menuduh orang lain sebagai wahabi dsb. Mungkinkah bisa dilaksanakan? Mau wahabi, aswaja, syiah silahkan asal anda semua sholatnya berjamaah dimasjid (apalagi subuh), saling memberi salam, senyum dan kasih sayang. Kalo gak salat berjamaah di mesjid, gak salam gak saling senyum, gak jaga persaudaraan dan persatuan.... itu mah menurutku masih kurang Islam nya biarpun hapal Qur'an dan Hadist. Betul nggak ustaz logika saya?

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya tidak bisa mutlak seperti itu Mas. Agama Islam kan punya peraturan, misalnya boleh berbeda pendapat dalam masalah furu'iyyah (cabang) contohnya tentang pengamalan fiqih dan amalan2 sunnah.. Seperti adanya orang yang mau hadir tahlilan bersama warga masyarakat, tetapi ada juga yang tidak mau hadir tahlil. Ini namanya perbedaan pendapat secara furu'iyyah, jadi boleh-boleh saja berbeda pendapat seperti ini. Malahan di dalam hadits masyhur dikatakan : Perbedaan pendapat (dalam masalah furu'iyyah) dari para ulama itu membawa rahmat, karena memudahkan umat Islam dalam menjalankan agama. Tetapi yang tidak boleh berbeda pendapat adalah masalah keimanan/ketauhidan/aqidah. maka barangsiapa yang aqidahnya berbeda dengan aqidah mayoritas umat Islam, orang itu dinamakan aliran sesat. Contoh Lia Eden yang mengaku sebagai malaikat, bahkan menurut sumber lain, Lia Eden mengaku sebagai Tuhan, maka jelaslah Lia Eden itu dikatakan sesat, karena aqidah umat Islam mengatakan bahwa malaiat itu berbada dengan manusia, apalagi kalau mengku jadi Tuhan, kan jadi kembarannya Firaun. Karena itu pula pemerintah mengambil kebijakan untuk memenjara Lia Eden, demi menjaga keutuhan umat Islam mayoritas.
Demikian pula dengan aliran Syiah, yang mana mereka telah mengingkari kemurnian dan kebenaran Alquran kitab suci umat Islam, seperti yang mereka tulis dalam kitab Alkaafi, yaitu kitab rujukan utama kaum Syiah. (baca kolom Book Collection berjudul ISLAM vs SYIAH)
Maka perbedaan prinsip aqidah semacam inilah yang menyebabkan seseorang itu masih digolongkan sebagai umat Islam karena keselamatan aqidahnya, atau telah keluar dari agama Islam, alias tersesat, karena kesesatan aqidahnya. Untuk itulah yang terpenting bagi umat Islam adalah belajar ilmu agama dengan benar dan baik, agar dapat membedakan mana perbedaan yang boleh terjadi dan mana yang tidak boleh terjadi. afwan wa syukran..

16.
Pengirim: ahwan akhadi  - Kota: Karawang

Maaf saya, AHWAN AKHADI menyampaikan terima kasih komentar saya di situs lain terlempar ke situs ini. Yang jelas pemahama saya atas hadist tentang pelepah kurma sangat berhubungan dengan hak syafaat Rasulullah SAW, Maksudnya Syafaat Rasulullah untuk meringankan siksa kubur kedua mayit itu berlaku selama pelepah kurma itu belum kering. Jadi tidak ada sunahnya berziarah kubur membawa pelepah kurma atau bunga. Fadlilah dari hadist tersebut adalah berkaitan dengan siksa kubur, wajibnya menjaga lisan, dan wajibnya menjaga air kencing. Tidak ada penjelasan jumhur ulama tentang keutamaan nyekar. Kecuali kyai2 NU. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya boleh-boleh saja, wong masalah ini hanya khilafiyyah furu'iyyah yang diperbolehkan oleh agama, bukan masalah ketauihad yang jika ada perbedaan pendapat bisa menyebabkan kekufuran.

Imam Syafi'i mewajibkan baca basmalah dalam fatihah di waktu shalat, sedang Imam Ahmad tidak mewajibkan. Ya keduanya sama-sama tidak salah, karena memang diperbolehkan berbeda pendapat dalam masalah furu'iyyah.

Saya sih sudah terbiasa nyekar bunga ke kuburan, masalahnya murah meriah membawa manfaat bagi keluarga yang alladzina sabaquuna bil iimaan (orang2 yang wafat mendahului kita), sesuai denganpenerapan pemahaman terhadap hadits yang saya yakini, karena untuk mencari pelapah korma juga biayanya sangat mahal, maklum harus naik pesawat dulu, gitu loh !

Nah, kalau akhi gak mau nyekar bunga ya gak apa-apa, gak ada yang maksa kok...!

Masalahnya, kalau akhi menghormati keyakinan saya sebagai pelaku nyekar bunga, maka saya pun akan menghormati akhi atas keyakinan akhi yang tidak mengamalkan nyekar bunga.

Tetapi, jika akhir menuduh saya sesat dan bid'ah karena saya ini pelaku nyekar bunga, maka saya pun akan mengatakan: dasar kamu bodoh, dengan pemahaman yang kerdil sudah berani menuduh sesat kepada pihak yang beda pendapat, wahai 'anzun walau thaarat ! .

Kesimpulannya : Terserah cara akhi menyikapinya lah ! oke bung ?

18.
Pengirim: Suryono  - Kota: Balikpapan

AWW
Dasar pemikiran tentang nyekar bunga dengan contoh Rasulullah menancapkan pelepah kurma ada kemiripannya.
Kami tanya Ustadz, apakah Rasulullah juga melaksanakan hal tersebut secar rutin pada hari-2 tertentu kpd keluarganya, atau pada saat ada sahabat yang meninggal ? Kalau yaa insyaa Allah saya akan lebih sreg sepenuh hati mengamalkannya.
Kedua dalam forum ini sebaiknya kita tidak terprovokasi pada perbedaan guru, selama masih se aqidah, toh sama-2 sunninya.
Afwan
WWW 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tidak ada keterangan Nabi SAW melakukannya setiap hari tertentu, dan tidak ada juga larangannya jika akan beristiqamah melakukannya, termasuk pada hari terterntu.

Jadi kapan saja akan melakukan nyekar, asalkan tahu tata caranya yang tidak bertentangan dengan syariat, maka diperbolehkannya.

20.
Pengirim: Win  - Kota: Jakarta

Wah dari penjelasan2 kedua kubu sy pikir mempunyai dalil2 yg kuat. Namun sy pikir hal ini membuat perkara nyekar ini masuk ke perkara subhat. Jadi dpt disimpulkan sebaiknya ditinggalkan, dari perkara hkm pun tdk dpt dikatagorikan sunnah bahkan wajib. Jadi kalo kita tinggalkan maka tdk ada dosa/keburukan yg akan menimpa kita.  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Maaf, anda menyimpulkan hanya berdasarkan kemampuan pikiran anda, tanpa dilandasi dalil syar'i. Jelas sekali pikiran anda ini sangat jauh dari kebenaran syariat.

2. Kesimpulan anda ini adalah salah besar, jadi perlu anda belajar ilmu syariat terlebih dahulu, agar anda tahu bahwa pengambilan dalil itu bersumber dari 4 pilar : Alquran, Hadits, Ijma' dan Qiyas. Alhamdulillah para ulama Aswaja telah mengamalkan kaedah ini, sedangkan kaum Wahhabi hanya membatasi diri dengan dua pilar, yaitu Alquran dan Hadits, maka yang terjadi adalah timbulnya sifat kekakuan dan kontradiksi pada amalan mereka sendiri.

Adpaun anda berani memberi hukum sendiri tanpa didasari ilmu agama yang memadai, apakah anda sudah merasa bisa menciptakan hukum agama seperti seorang Nabi ?

21.
Pengirim: nano  - Kota: banyumas

assalamu'alaikum
mau tanya, ijma dan qiyas itu apa yah?
terimaksih 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ijma adalah kesepakat hukum dari para ulama mujtahid. Qiyas adalah pekerjaan ulama ahli ijtihad yg mengqiyaskan/menimbang kesamaan hukum dari dua masalah yang berbeda namun ada kemiripan kasus.

Sumber : http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=56

Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx

NYEKAR DAN SESAJEN 
 Luthfi Bashori.

 Dua orang lelaki yang sama-sama memegang ayam hidup itu, ternyata mempunyai  keinginan yang serupa. Keduanya akan menyembelih ayamnya masing-masing.

Lelaki pertama itupun mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkannya, lantas mengucapkan Bismillaahir rahmaanir rahiim, dan disembelehlah ayam miliknya. Sedang lelaki kedua juga mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan, lantas mengucapkan dengan nama dedemit penunggu gunung Agung, dan disembeleh pula ayam miliknya.

Nah, hasil akhir menunjukkan bahwa ayam milik lelaki pertama hukumnya halal dimakan, sedang ayam milik lelaki kedua adalah haram, padahal sama-sama menyembeleh ayam, namun yang membedakan adalah niatnya atas nama siapa saat melaksanakan  penyembelehan itu.

Ilustrasi ini juga dapat dipergunakan untuk memahami perbedaan antara Nyekar Bunga dengan Sesajen Bunga.

 NYEKAR adalah perbuatan menabur bunga di atas kuburan seseorang, dengan niatan berdoa kepada Allah, agar mayit yang ada di dalam kuburan tersebut diampuni oleh Allah dan diringankan siksanya selama bunga sekar masih dalam keadaan segar. Perbuatan ini adalah murni mengikuti perilaku Nabi SAW. (Baca artikel Nyekar Bunga Di Kuburan).

Demikian juga berziarah kubur sendiri adalah amalan sunnah yang sangat penting untuk diamalkan oleh umat Islam. Karena berziarah kubur itu dapat mengingatkan umat tentang akhiratnya. Juga mengingatkan bahwa ada kehidupan lain setelah manusia menyelesaikan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.

Bahkan kehidupan di alam lain alias di pekuburan ini, ibarat sebuah evaluasi bagi semua perbuatan yang pernah dikerjakan oleh mayit selama menghuni dunia. Apakah dia telah mengerjakan apa yang disyariatkan oleh Allah tatkala menjalani kehidupan dunia, atau dia tidak mengamalkannya.

Jika mayit termasuk orang yang istiqamah menjalankan tugas-tugas syariat Islam, maka ia akan menempati rumah barunya dengan baik. Namun, bilamana dia meninggalkan syariat dalam menjalani kehidupannya, maka siksa kubur pun telah menanti dirinya.

Nah, di sinilah salah satu letak pentingnya amalan nyekar bunga, di atas kuburannya mayit yang diharapkan kebaikannya dan diringankan siksanya. Terlebih dewasa ini, yang mana dunia kemaksiatan sangat merajalela menyeruak di kalangan umat Islam. Baik maksiat mata, lisan, telinga, tangan, perut, kaki, hati, bahkan alat kelaminpun rawan terserang kemasiatan.

Contoh maksiat mata, dapat terjadi pada setiap saat, jika si pemiliknya rajin melihat acara TV yang tidak Islami. Belum lagi telinga yang mendengar gosip infotaiment,  yang jelas-jelas haram hukumnya, karena pemirsa infotaiment itu termasuk pro namimah. Belum lagi dengan tayangan kemaksiatan lainnya yang masih banyak tentunya jika dirinci satu per satu.

Melihat realita semacam ini, umat Islam patut bersyukur karena Nabi SAW masih mengajarkan sunnah nyekar,  demi meringankan siksa mayit  yang telah meninggal. Karena, kemungkinan besar  mayit di jaman sekarang ini telah banyak melakukan kemaksiatan mata, telinga, lisan, hati, dan sebagainya .

Jadi jelaslah, bahwa ibadah nyekar adalah mengikuti sunnah Nabi SAW demi peringanan siksa bagi saudara, sanak famili, handai taulan, tetangga, dan orang-orang yang dicintai. Perilaku nyekar ini sangat berbeda dengan perilaku sesajen.

Apa itu sesajen ?

SESAJEN adalah seseorang yang memberi sesaji berupa makanan, minuman, bunga, hewan, uang, dll, dengan keyakinan bahwa pada tempat yang dituju dan diberi sesaji itu terdapat penunggu dari kalangan makhluq halus.

Adapun tujuannya, agar makhluq dari bangsa jin itu dapat memberi manfaat bagi dirinya. Perbuatan ini adalah syirik dan menyekutukan Allah.

Seperti juga yang terjadi, ada seseorang yang mendaftarkan diri menjadi caleg/cabup/cagub/capres, kemudian datang ke tempat angker, adakalanya ke rumah angker, kuburan angker, pepohonan angker, atau tempat mana saja yang diyakini ada makhluq penunggunya, dengan tujuan agar pencalonan dirinya dapat lolos.

Demikianlah lantas dia menyajikan sesajen yang sudah disiapkan. Terkadang ada jampi-jampi khusus, atau ada juga yang memamfaatkan tenaga gaet dari kalangan paranormal alias dukun. Perilaku sesaji semacam ini sebenarnya adalah  kata lain dari penghambaan diri kepada makhluq halus.

 Tujuannya juga bermacam-macam, adakalanya mencari jodoh, mencari kekayaan jalur pintas, naik pangkat, bahkan dalam menghadapi bencana alam pun terkadang dilakukan upacara lempar sesajen. Nah, perbuatan ini jelas-jelas haram dan keluar dari ajaran syariat Islam.

 Adapun yang termsuk diperbolehkan oleh syariat adalah pergi nyekar ke tempat kuburan para nabiyyin, shiddiqin, syuhadaak, dan shalihiin, bahkan nyekar seperti  ini termasuk amalan sunnah Nabi. (Baca : Perlukah Mengunjungi Tempat Islam Bersejarah?)

Kemudia di tempat nyekar itu dia berdoa kepada Allah agar berkenan mengampuni si mayit dan sekaligus berdoa kepada Allah agar berkenan mengabulkan hajat pribadinya.

Karena di tempat maqam kuburan orang-orang yang terhormat itu, seringkali Allah menurunkan rahmat-Nya.  Perlu diingat bahwa kehormatan suatu tempat seringkali  disebabkan oleh kehormatan tokoh yang berada di dalamnya. Seperti juga Allah Allah menurunkan rahmat-Nya di tempat-tempat terhormat lainnya.

Contoh kongkrit, umat Islam diperintahkan berdoa di sekitar ka`bah karena kemuliaan tempatnya, baik itu di multazam, hijir Ismail, makam Ibrahim (tempat berdirinya Nabi Ibrahim), atau di raudhah, mimbar Nabi, dan lain sebagainya. Demikian ini, karena di tempat-tempat terhormat itulah Allah sering menurunkan berkat dan rahamat-Nya kepada orang-orang yang mengunjunginya.

 Tentunya juga di makam pekuburan para Nabi yang masih lestari sampai detik ini, seperti makam pekuburan Nabi Hud dan Nabi Muhammad, serta makam pekuburan Sayyidina Abu Bakar, Sayyidina Umar dan para shahabat lainnya, dan juga makam pekuburan Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi`i, Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, serta sederet nama orang-orang shalih yang makam pekuburannya masih lestari hingga kini.

Di samping  hukumnya sunnah untuk berziarah ke tempat-tempat tersebut, hendaklah para penziarah berdoa kepada Allah agar dirinya diselamatkan dalam menjalani hidup di dunia maupun di akhirat, dan agar Allah melancarkan segala urusannya baik urusan dunia maupun akhiratnya nanti.

Tentunya umat Islam Indonesia dapat pula menziarahi makam kuburan walisongo dan makam ulama-ulama besar lainnya yang tersebar di wilayah Indonesia, seperti makam kuburan KH. Hasyim Asy`ari, pendiri NU yang berada di Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur, Makam kuburan Kiayi Hamid Pasuruan, dan lain sebagainya.

Nabi SAW juga kerap kali menziarahi makam pekuburan para shahabat yang ada di Baqi` Madinah. Seperti juga Nabi SAW menziarahi makam Sayyidina Hamzah bin Abdil Mutthalib, pamanda Beliau SAW (baca Teriakan Pejuang berjudul: Perlukah Mengunjungi Tempat Peninggalan Islam Bersejarah?).

Bahkan suatu saat Sayyidah A`isyah istri tercinta Nabi SAW, bertanya kepada Beliau: Wahai Rasulallah, apa yang aku ucapkan jika aku berziarah ke makam-makam pekuburan? Nabi menjawab : Ucapkanlah Assalaamu `alaa ahlid diyaar minal mukminina wal muslimina wa yarhamullahul mustaqdimiina wal mustakkhirina, wa innaa insyaa Allahu bikum laahiquun (semoga KESELAMATAN tetap tercurah bagi penduduk makam pekuburan ini, dari kalangan kaum mukminin dan muslimin, dan semoga Allah MEMBERI RAHMAT orang-orang yang telah lama menghuni pekuburan dan orang-orang yang baru saja meninggal atau yang akan menyusulnya, dan insyaallah kami pun akan MENYUSUL KALIAN). HR. Muslim.

Coba perhatikan makna yang terkandung dalam hadits yang satu ini, pada kalimat SEMOGA KESELAMATAN, yang berarti doa untuk mayit. Juga pada kalimat SEMOGA ALLAH MEMBERI RAHMAT, yang berarti di makam pekuburan juga Allah sering menurunkan rahmat dan berkat serta kebaikan lainnya.

Apalagi jika makam pekuburan yang diziarahi itu adalah makam pekuburan para Nabiyyin, Shiddiqin, Syuhadak, dan Shalihin.

Sedangkan pada kalimat KAMI AKAN MENYUSUL KALIAN, ternyata orang yang sudah meninggal itu dapat diajak berkomunikasi, sekalipun para penziarah yang masih hidup, tidak dapat mendengar jawaban para mayit yang berada di dalam makam pekuburan, namun justru para mayit itulah yang dapat mendengarkan pembicaraan orang yang berziarah.

Karena tidak masuk akal sama sekali, bilamana Nabi SAW mengetahui jika orang yang sudah mati itu dianggap tidak dapat memahami apapun yang dilakukan oleh para penziarah yang masih hidup, kok malahan Nabi SAW mengajarkan doa dengan siyaqu mukhathabatil mayyit (susunan kata mengajak bicara mayit) : Nahnu bikum laahiquun (KAMI AKAN MENYUSUL KALIAN).

Berarti, Nabi SAW sangat tahu, bahwa para mayit itu dapat mendengar ucapan orang yang masih hidup. Tentunya, semua perbuatan baik yang dikerjakan di sekitar makam pekuburan akan menyenangkan si mayit, karena dapat membawa (menyebabkan turunnya) berkat dan rahmat bagi penduduk pekuburan itu sendiri. Seperti bacaan fatihah, surat Yasin, bacaan Alquran, bacaan tahlil, tahmid, tasbih, istighfar, dan termasuk nyekar bunga tentunya.

Sangat berbeda jika ada oknum masyarakat yang datang ke tempat pekuburan dengan niatan mencari pesugihan/kekayaan, kenaikan pangkat, jodoh, kekebalan, dan lain sebagainya dengan membawa sesajen berupa apa saja termasuk uang, telor, ayam cemani, kemenyan, bunga dan lain sebagainya dengan keyakinan bahwa ada penghuni makhluq halus yang bermarkaz di makam kuburan tersebut.

Keyakinan semacam itu juga sering timbul, karena si pemberi sesajen menganggap bahwa mayit penghuni pekuburan itu dulunya adalah dukun sakti yang mempunyai atau memelihara perewangan/pembantu dari kalangan Jin, atau si mayit dulunya adalah paranormal ulung dan yang semacamnya. Maka dengan kedangkalan ilmu agama serta aqidah si oknum ini, dia pun mendatangi pekuburan tersebut dengan membawa sesajen-sesajen, dan niatannya juga bervariatif. Tentunya ziarah makam kuburan yang semacam inilah yang diharamkan oleh syariat.





Tanggapan :



2.
Pengirim: abu thoriq   - Kota: banyuasin

(Sedangkan pada kalimat KAMI AKAN MENYUSUL KALIAN, ternyata orang yang sudah meninggal itu dapat diajak berkomunikasi......)
saya sarankan jangan menafsirkan hadits secara serampangan yang dapat menyesatkan ummat, coba anta sebutkan nama & ucapan sahabat, tabiin, dan tabi'tabiin yang seide denganmu?
Ulama salaf adalah yang aqidah dan manhajnya sama dengan 3 generasi terbaik itu. (al hadits)
bertaubatlah, "Hai orang beriman janganlah kamu lancang kpd Allah dan Rosul" (Qs.49:1) 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda ini lucu sekali rupanya, lah wong ada hadits Nabi SAW kok malah minta pendapat salaf thok, jangan keblinger (akrobatik)-lah jadi orang, yang normal-normal saja Buung, biar tidak diketawai orang ; Nih, baca kitab Tahdziibul Aatsaar karangan Imam Thobari Juz 2 hal 210 : Barsabda Nabi SAW : Maa antum bi asma-a limaa aquulu minhum (tidaklah kalian lebih mendengar terhadap apa yang aku sampaikan dibanding mereka Ahli kubur) hal itu sebagai respon Beliau SAW terhadap penbicaraan warga Qaliib : Al-mayyitu ba'da mautihi yasma'u kalaamal ahyaa-i (Orang itu setelah wafatnya maka dapat mendengarkan pembicaraan orang hidup). Sedangkan pada halaman 223 disebutkan : Innal mautaa yasma'uuna kalaamal ahyaa-i wayatakallamuuna wa ya'lamuuna. (Sesungguhnya para mayyit itu mendengarkan pembicaraan orang yang hidup, dan mereka juga berbincang-bincang serta mengetahui pembicaraannya). Terus kurang apalagi dalilnya?). Dzakara man qaala bitashhiihihi haadzihil akhbaar minas salaf (Banyak kalangan salaf yang menyebutkan keshahihan riwayat ini). Naah, makanya belajarlah kitab-kitab mu'tabarah agar pikiran anda tidak sempit dan pribadi anda tidak kuper. Okeey ?

4.
Pengirim: wiwitsriyitno   - Kota: juwangi

pejuang islam makasih inponya. nah aku mau nanya bagaimana hukum islam tentanp percaya pada tempat angker.kalau aku jalan itu aku selalu tidak peduli tempat itu angker atau tidak.hingga temanku menasehati ada jalan lain kok malah milih jalan yang aneh.kalau milih jalan biasanya itu aku gak suka,karna aku gak suka keramaian. tolong jawabannya ke emailku di wiwitsriyitno@gmail.com aku tunggu supaya gak salah penjelasan tentang tempat angker.makasih 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tempat angker menurut masyarakat, adalah tempat bersemayam makhluq halus/hantu yang menurut bahasa agama adalah bangsa jin. Alam itu memang nyata adanya, bahkan dalam Alquran terdapat surat Jin. Karena bangsa jin ini sering iseng mengganggu manusia, maka tempat bersemayamnya Jin dinamakan oleh masyarakat sebagai tempat angker.

5.
Pengirim: M.Hizbul Islam Al-Asy'ary  - Kota: Bekasi

Assalamu alaikum,..Afwan saya tidak bermaksud menggurui atau berdebat, saya hanya ingin sedikit mengusulkan tlg sampaikan komentar atau dakwah anda semua dgn penyampaian yg santun. jangalah saling menghujat atau menjelekan satu sama lain.. memberikan ilmu silahkan akan tetapi diusahakan jangan sampai menjatuhkan atau menyakiti..bukankan lebih indah bila kebenaran itu di sampaikan dengan lemah lembut? singkatnya juga kritik oto kritik boleh saja asalkan sampaikan dgn cara yg baik bkn dgn emosi belaka...syukron wassalamu a'laikum 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Artikel yang kami posting adalah sesuai dengan isi ayat Alquran dan hadits. Adapun kelompok Wahhabi/Salafi yang merasa 'tertelanjangi' dengan artikel kami merespon dengan emosi, maka kamipun tersenyum-senyum untuknya. Karena di hadapan masyarakat, kelompok Wahhabi itu justru mengata-ngatai para penziarah kubur dengan tuduhan musyrik, bid'ah, sesat dan sebagainya, padahal kelompok Wahhabi belum mendalami ayat maupun hadits tentang anjuran ziarah kubur dan nyekar bunga di kuburan. Bagaimana kalau anda mengirim artikel yang sesuai dengan maksud anda, agar kelompok Wahhabi sadar atas kersalahan mereka, sesuai dengan metode yang anda inginkan? Nanti kami posting di situs kami.

6.
Pengirim: imam mahmudi  - Kota: ntb

apa iya nabi SAW mengajarkan tabur bunga seperti layaknya orang hindu, masyaalloh...., antum harus tobat dari semua ini akhi...? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Memang susah memberikan pemahaman agama kepada kalangan awam yang tingkat IQ nya bervariasi, termasuk memahamkan anda dengan artikel yang sangat gamblang, dengan komentar pengunjung yang juga sangat mudah dimengerti, tetapi anda tidak dapat memahaminya secara ilmiyah. Anda termasuk yang digambarkan dalam artikel kami 'Anzun walau thaarat (cengkal bin bandel)

7.
Pengirim: mulyono   - Kota: lamongan

mohon dijelaskan apakah benar arwah mayit pulang ke rumah (keluarganya) pada 7 hari pertama,hari ke 40 ,100, 1000? sehingga perlu diadakan tahlilan ?mohon disertai haditsnya, syukron 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tidak ada keterangan dari syariat bahwa arwah orang yang wafat itu akan pulang ke rumahnya. Sedangkan bacaan tahlil itu juga tidak ada kaitannya sama sekali dengan anggapan kepulangan arwah itu ke rumahnya, tapi bacaan tahlil ini adalah amalan mengirim doa untuk arwah orang yang telah wafat, karena doa orang yang hidup itu sangat bermanfaat bagi arwah itu di alam kubur.

Sumber : http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar